SOLOPOS.COM - Ilustrasi ibu menggendong bayi. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-Penyanyi Indonesia peraih Golden Buzzer di America’s Got Talent 2023, Putri Ariani, diketahui menderita retinopati prematuritas (retinopathy of prematurity), kelainan apa itu?  Untuk menjaga kesehatan anak, simak ulasannya di info sehat kali ini.

Sebagaimana diketahui Putri lahir dengan keadaan prematur saat usia kandungan sang ibu 6 bulan 18 hari lantaran sang ibu mengalami plasenta previa. Setelah lahir, Putri harus berada di dalam inkubator bayi selama 3 bulan di rumah sakit. Putri divonis mengalami katarak pada saat dirinya keluar dari inkubator.

Promosi BRI Imbau Masyarakat Tidak Mudah Terpancing Isu Uang Hilang di Medsos

Kemudian orang tuanya membawa Putri untuk berobat ke Singapura dan dinyatakan bahwa ia mengalami retinopati prematuritas. Putri sempat melakukan tindakan operasi untuk mata kanannya tapi tidak membuahkan hasil, sehingga dia dinyatakan buta.

Lalu apa itu retinopati prematuritas seperti dialami Putri Ariani?  Mengutip laman hellosehat.com, Kamis (8/6/2023), saat bayi lahir prematur, mereka berisiko mengalami retinopati prematuritas (retinopathy of prematurity). Dalam kasus ROP ringan, mata bayi bisa sembuh dan tidak membuat kerusakan. Namun, pada kondisi yang parah, bayi bisa sampai mengalami kebutaan. Berikut penjelasan seputar ROP pada bayi prematur.

Mengutip dari Mayo Clinic, retinopathy of prematurity (ROP) atau retinopati prematuritas adalah gangguan mata yang berpotensi menimbulkan kebutaan. Pada kondisi ROP ini, pembuluh darah membengkak dan tumbuh terlalu banyak pada lapisan saraf peka cahaya di retina bagian belakang mata.

Saat kondisinya sudah lebih parah, pembuluh darah retina yang tidak normal ini meluas dan mengisi bagian tengah mata.  Pendarahan dari pembuluh darah ini bisa melukai retina dan menekan bagian belakang mata.

Selanjutnya, pendarahan bisa menyebabkan lepasnya sebagian retina atau seluruhnya sehingga berpotensi kebutaan.  Kondisi sering terjadi pada bayi prematur dengan berat kurang dari 1250 gram dan lahir sebelum minggu ke-31 kehamilan.

Padahal, bayi masuk kategori cukup bulan saat ia lahir di usia 38 pekan-42 pekan. Semakin kecil bayi ketika lahir, semakin besar kemungkinannya untuk terkena ROP. Gangguan ini biasanya mengenai kedua mata dan menjadi salah satu penyebab paling umum dari kehilangan penglihatan pada usia dini.

Untuk lebih mengetahui apa itu retinopati prematuritas, ketahui pula gejala ROP pada bayi :

– Gerakan mata abnormal
– Mata bayi juling (strabismus)
– Rabun jauh yang parah

Diagnosis dan pengobatan dini dapat mencegah memburuknya retinopati prematuritas dan mencegah keadaan darurat medis lainnya.

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan pada Kamis (8/6/2023), berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) 2001, ROP merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak di negara-negara berpenghasilan tinggi dan merupakan penyebab kedua setelah katarak di negara-negara berpenghasilan menengah.

Angka kejadian ROP yang meningkat di negara-negara berkembang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan kemajuan ilmu dan teknologi di neonatal intensive care units (NICU). Hal ini diiringi oleh peningkatan angka harapan hidup bayi prematur yang umumnya lahir dengan risiko penyakit dan abnormalitas, termasuk ROP.

– Studi di Inggris tahun 2011 menunjukkan angka kejadian ROP sebesar 12.6% pada bayi yang lahir di usia kehamilan < 32 minggu dan berat lahir < 1500 gram.

– Di Amerika Serikat, angka kejadian ROP pada tahun 2000 – 2012 sebesar 16.4%.

– Di Korea Selatan, angka kejadian ROP pada tahun 2007 – 2018 sebesar 29.8% pada bayi yang lahir di usia kehamilan < 37 minggu dan pada tahun 2006 – 2014 sebesar 31.7% pada bayi dengan berat lahir < 1500 gram.

– Di Indonesia, angka kejadian ROP pada tahun 2016 – 2017 sebesar 18% pada bayi yang lahir di usia kehamilan < 28 minggu, 7% pada bayi yang lahir di usia kehamilan 28 – 32 minggu, dan 3.8% pada bayi yang lahir di usia kehamilan > 32 minggu. Rendahnya angka kejadian ROP di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya mungkin dapat disebabkan oleh tingginya angka kematian pada bayi ROP.

Dengan tingginya gangguan penglihatan dan kebutaan akibat ROP, diperlukan tindakan skrining secara aktif untuk bayi-bayi risiko tinggi ROP. Kebutaan pada ROP dapat dicegah dengan melakukan skrining di waktu yang tepat untuk menegakkan diagnosis dan memberikan tatalaksana yang adekuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya