SOLOPOS.COM - Punden Berundah di Ngrampal, Sragen. (Sri Sumi H/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Salah satu sudut Kecamatan Ngrampal menyimpan kisah perjalanan Pangeran Samudro dan salah satu pengikutnya Ki Gede Arum saat menyiarkan agama Islam.

Kisah bermula dari lima punden berukuran 1 meter x 60 sentimeter dan pohon kepuh di Ngarum, Ngarum, Ngrampal. Warga percaya lima punden milik kerabat pejabat setingkat kepala desa di zaman Belanda. Sedangkan pohon kepuh penjelmaan tongkat Ki Gede Arum.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Dia disebut sebagai orang yang tinggal dan menyiarkan agama Islam di wilayah itu kali pertama. Menurut mantan Kepala Desa Ngarum, M Karno KD, Ki Gede Arum salah satu santri Sunan Lawu I. Ki Gede Arum berasal dari Bali.

Alkisah Pangeran Samudro menemui adiknya, Sunan Lawu II atau Pangeran Surya, di pesantren Sunan Lawu. Pangeran Samudro bermaksud mengajak Pangeran Surya kembali ke Demak. Maka Ki Gede Arum mengikuti Pangeran Samudra melalui jalur barat.

Sedangkan Pangeran Surya bersama rombongan berjalan melalui jalur timur. Salah satu wilayah yang dilewati Pangeran Samudro dan rombongan adalah Sragen. Namun sayang Ki Gede Arum sakit saat perjalanan. Ki Gede Arum memilih tidak melanjutkan perjalanan ditemani beberapa santri.

Lantas dia membangun perkampungan dan menyiarkan agama Islam hingga meninggal dan dimakamkan di salah satu makam dekat area persawahan. Makam itu kini dikenal dengan Sentono atau Hastono Loyo.

Alkisah tongkat Ki Gede Arum tertinggal saat pemakaman. Salah satu murid Ki Gede Arum diminta menyusulkan tetapi malah berhenti di lokasi yang kini terdapat pohon kepuh. Warga meyakini tongkat menjelma menjadi pohon kepuh.

“Warga menamakan wilayah itu Ngarum sebagai bentuk penghormatan kepada Ki Gede Arum. Itu cerita berdasarkan Kalawarti Basa Jawi terbitan Jogja tahun 1933. Ki Gede Arum membentuk perkampungan dan menyebarkan agama Islam di wilayah itu hingga beliau meninggal. Punden yang sering didatangi itu bukan makam Ki Gede Arum melainkan hanya tongkat,” kata Karno saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (7/9/2013).

Kini pohon kepuh yang disebut penjelmaan tongkat Ki Gede Arum maish ramai dikunjungi warga sekitar maupun dari luar Ngarum. Warga sekitar datang untuk memberikan sedekah bumi setelah tanam padi dan panen.

Sedangkan warga dari luar Ngarum berkunjung untuk mencari berkah. Salah seorang warga Ngarum, RT 005, Ngarum, Parto, 60, bercerita kondisi punden dan pohon kepuh masih sama sejak dia masih kecil. Lima punden tidak dipugar. Demikian hal pohon kepuh setinggi lebih dari 10 meter tidak pernah tumbuh.

Hal senada disampaikan salah satu warga yang mendapat tugas membersihkan lingkungan sekitar punden dan pohon kepuh sejak masih muda. Dia Marijo, 80.

“Saya yang membersihkan tiap malam jumat. Wilayah ini dahulu hutan dan orang yang kali pertama tinggal adalah Ki Gede Arum. Cerita itu saya dengar dari orang tua dulu. Saat itu saya masih kecil. Setelah dewasa, saya diminta mengurus punden oleh Pakdhe Lurah zaman Belanda. Sampai sekarang masih ramai dan banyak yang datang mencari berkah,” tutur Marijo saat ditemui Solopos.com di sekitar punden, Sabtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya