SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Retno, warga Mangkubumen, Solo merasa beruntung. anaknya yang kini diterima  di SMPN 25 tidak dikenai pungutan. Sebagai SMP plus, biaya pendidikan semua siswa SMPN 25 ditanggung oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau pemerintah kota (Pemkot) melalui Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS).

“Seandainya BOS atau BPMKS tak ada, saya pasti kelimpungan mencari uang. Untungnya kok pas anak saya sekolah, ada program BOS dan BPMKS. Jadi saya tidak perlu mengeluarkan biaya sedikit pun,” ujarnya, Kamis (26/7).

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Retno berharap program BOS dan BPMKS bisa terus ada kepastian bagi masa depan anaknya di SMA kelak.

Harapan Retno ini, menurut Direktur Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Solo, Andwi Joko, tidak berlebihan. Bisa dipastikan harapan Retno sama dengan harapan masyarakat lainnya yang selama ini sudah pernah menikmati dana BOS maupun BPMKS. Sayangnya harapan itu akan menjadi tinggal harapan apabila pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak segera melakukan perubahan.

Dana BOS, menurut Joko, keberlanjutannya tidak bisa dipastikan lantaran selama ini termasuk dalam dana penyesuaian. Padahal regulasi untuk dana transfer ke daerah hanya ada dua yakni melalui dana perimbangan atau melalui transfer dana otonomi khusus. Dana penyesuaian, lanjut Joko, selain tidak diterima dalam kerangka regulasi UU No 33/2004 yang menggantikan UU No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah juga bersifat sementara. Oleh sebab itulah dana penyesuaian tidak bisa dibuat permanen dalam anggaran pemerintah atau APBN.

“BOS tidak bisa dibuat permanen karena sumber dananya pun tidak permanen yaitu dari mekanisme pinjaman hibah luar negeri (PHLN). Lain ceritanya kalau pemerintah lebih kreatif mencari sumber dana lain yang intinya bukan dana pinjaman,” ujarnya.

Yang terjadi pada dana BOS, imbuh Joko, sayangnya juga terjadi pada dana BPMKS. Penyebabnya, dana BPMKS yang alokasinya tiap tahun selalu naik hingga saat ini masih masuk ke dalam komponen belanja tidak langsung khususnya dana hibah. Akibatnya, tidak ada kepastian kelanjutan untuk dana BPMKS. Lain ceritanya apabila dana BPMKS masuk belanja langsung.

“Yang namanya dana hibah, jelas untuk unsur keberlanjutan tidak bisa dipastikan. Seharusnya kalau Pemkot ingin melindungi program ini ya diperbaiki mekanisme penganggarannya sekaligus buat juga perdanya. Baru ada jaminan kalau demikian. Bukan seperti sekarang,” katanya.

Terpisah, anggota Komisi IV DPRD Solo, Reny Widyawati, mengungkapkan dana BPMKS pada dasarnya adalah dana pendampingan BOS. “Pada anggaran 2009, dana yang sekarang dikatakan BPMKS itu sebenarnya adalah dana beasiswa untuk siswa miskin serta siswa berprestasi,” kata Reny dalam diskusi tentang advokasi anggaran BPMKS di Solo Bistro, Sabtu (14/7). Begitu Pemkot memberinya label dana BPMKS, beasiswa untuk murid berprestasi menjadi tidak ada lagi.

Meletakkan dana BPMKS pada belanja tidak langsung alias hibah setelah sebelumnya belanja itu masuk kategori belanja langsung, imbuh Reny, bukannya tidak mendatangkan masalah. Kondisi ini pernah menjadi temuan BPK lantaran sekolah negeri masuk kategori dilarang menerima dana hibah. Penyelesaian sementara saat ini, menurut Reny, anggaran BPKMS akhirnya langsung diserahkan kepada komite sekolah yang berimplikasi dijadikannya komite sekolah sebagai objek pemeriksaan BPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya