SOLOPOS.COM - Hoaks (foto: kominfo.gi.id).

Solopos.com, SOLO — Negara di kawasan Nordik menduduki peringkat atas daftar negara paling tangguh menghadapi hoaks dan disinformasi.

Merujuk Indeks Literasi Media 2018 yang disusun Open Society Institute di Sofia, Finlandia menduduki peringkat pertama dengan skor 76, disusul Denmark, Belanda, Swedia, dan Estonia.

Promosi BRI Peduli Ini Sekolahku, Wujud Nyata Komitmen BRI Bagi Kemajuan Pendidikan

Seperti dilansir World Economic Forum, baru-baru ini, Finlandia menggunakan pendidikan sebagai senjata efektif untuk memerangi berita palsu.

“Pendidikan berkualitas adalah prasyarat untuk mengatasi dampak negatif dari berita palsu di era pasca-kebenaran,” tulis para penulis Indeks Literasi Media.

Presiden Dewan Riset Eropa, Jean-Pierre Bourguignon, menyebut perlunya gotong-royong antara pendidik dan masyarakat untuk meningkatkan literasi media untuk mengantisipasi penyebaran hoaks dan disinformasi.

“Kita perlu melatih generasi baru untuk berpikir menelaah informasi secara kritis. Bagaimana menggunakan keraguan secara cerdas. Dimulai dari anak sekolah,” jelasnya.

Pemerintah, akademisi, pekerja media, dan pegiat literasi di negara kita juga getol melakukan upaya pemberantasan hoaks dan penyebaran misinformasi sejak 2017 lalu. Programnya menyasar individu karena mereka dianggap sebagai aktor kunci yang menentukan tersebarnya hoaks dan misinformasi.

Merujuk The Conversation, Ika Karlina Idris (dari Universitas Paramadina) bersama Laeeq Khan (dari Ohio University, Amerika Serikat), membuat penelitian pada medio Januari-Februari 2018 untuk mengenali individu penyebar hoaks di Indonesia.

Riset yang baru diterbitkan di jurnal Behavior and Information Technology itu menunjukkan semakin rendah tingkat pendidikan dan penghasilan seseorang, maka semakin besar kemungkinan mereka menyebarkan hoaks. Faktor umur tidak berpengaruh pada kecenderungan mereka dalam menyebarkan hoaks.

Hasil penelitian tersebut membantah temuan riset sebelumnya yang menunjukkan usia menentukan rentan tidaknya seseorang menjadi penyebar hoaks.

Penelitian Ika Karlina Idris dan Laeeq Khan juga menunjukkan kecenderungan membagi informasi tanpa memverifikasi terlebih dulu di media sosial ditentukan pengalaman seseorang menggunakan internet.

Semakin banyak pengalaman seseorang dalam berinternet maka kemampuan mereka dalam menggunakan internet untuk mencari, membagi, dan memverifikasi informasi semakin tinggi. Sebaliknya, seseorang yang baru saja bisa menggunakan internet cenderung rentan membagi informasi tanpa mengeceknya lebih dulu.

Penelitian juga memberikan rekomendasi agar program literasi informasi dimulai dengan mengajarkan individu proses produksi informasi di media sosial dan mengenal kualitas berbagai jenis informasi di sana.

Pengetahuan tentang proses produksi dan jenis informasi di media sosial penting diketahui sebelum memperkenalkan pengetahuan lain misal apa itu hoaks, konsekuensi dari menyebarkan hoaks, dan bagaimana cara memverifikasi informasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya