SOLOPOS.COM - Menjaga kesehatan ginjal orang dewasa dan anak-anak sangat penting. (Ilustrasi/Freepik)

Solopos.com, SOLO-Belakangan ini ramai dibicarakan soal jual beli ginjal, lalu bagaimana hukumnya dalam Islam?  Tak sedikit pelaku beralasan hal itu dilakukan untuk menutupi kebutuhan hidup mereka. Simak ulasannya di tentang Islam kali ini.

Dalam Islam, jual-beli dan transaksi lainnya pada dasarnya dihalalkan. Tetapi para ulama membuat batasan dan syarat-syarat yang mesti dipenuhi agar transaksi jual-beli sah menurut syara’ (agama).

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Perihal jual beli organ tubuh manusia ini, termasuk ginjal, hukumnya berbeda-beda dalam Islam. Perbedaan pendapat di kalangan ulama perihal kasus ini didasarkan pada cara pandang mereka melihat sejauh mana tingkat maslahat dan mafsadat dari jual-beli organ tubuh manusia dan seberapa vital organ yang diperjualbelikan.

Dikutip dari NU Online pada Sabtu (22/7/2023), Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri secara jelas mengharamkan jual-beli organ tubuh manusia. Menurutnya, menjual organ tubuh dapat merusak fisik manusia.

Artinya, “Hukum menjual organ tubuh manusia: tidak boleh menjual organ atau salah satu anggota tubuh manusia baik selagi hidup maupun setelah wafat. Bila tidak ada unsur terpaksa kecuali dengan harga tertentu, ia boleh menyerahkannya dalam keadaan darurat. Tetapi ia diharamkan menerima uangnya. Jika seseorang menghibahkan organ tubuhnya setelah ia wafat karena suatu kepentingan mendesak, dan ia menerima sebuah imbalan atas hibahnya itu saat ia hidup, ia boleh menerima imbalannya. Seseorang tidak boleh menjual atau menghibahkan organ tubuhnya selagi ia hidup kepada orang lain. Karena praktik itu dapat merusak tubuhnya dan dapat melalaikannya dari kewajiban-kewajiban agamanya. Seseorang tidak boleh mendayagunakan (menjual, menghibah, dan akad lainnya) milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.” (Lihat Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, Mausu ‘atul Fiqhil Islami, juz 5, 2009, Baitul Afkar Ad-Dauliyah).

Dalam membahas masalah ini, kita bisa menyimak uraian Syekh Wahbah Zuhaili perihal ketentuan barang yang sah dijual menurut syara’ (agama). Menurut Az-Zuhaili, produk yang sah dijual harus berupa harta, dapat dimiliki, dan bernilai.

Syekh Wahbah Az-Zuhaili lebih lanjut memberikan batasan kategori harta. Dengan kategori ini, kita memiliki batasan yang jelas terkait produk yang boleh dijual. Artinya, “Produk yang dijual harus berupa harta dan bernilai. Menurut Mazhab Hanafi sebagaimana kita ketahui, harta adalah sesuatu yang disenangi secara alamiah dan bisa disimpan untuk suatu saat diperlukan. Dengan ungkapan lain, harta adalah sesuatu yang bisa dimiliki dan diambil manfaatnya oleh seseorang pada lazimnya. Menurut pendapat yang lebih ashah, harta adalah setiap benda yang bernilai dan berupa material dalam pandangan manusia. Benda bernilai adalah sesuatu yang boleh disimpan menurut syara’. Dengan kata lain, harta bisa dipahami sebagai sesuatu yang harus dipelihara dan bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu secara bebas. Karenanya, transaksi jual-beli barang bukan harta seperti manusia merdeka, bangkai, dan darah, tidak boleh… demikian juga menjual semua benda-benda itu (yang bukan kategori harta) tidak boleh karena dapat membawa mafsadat,” (Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz 4, halaman 357-358, Darul Fikr, Beirut).

Meskipun membolehkan jual-beli organ tubuh, sebagian Mazhab Syafi’i tetap tidak bisa menerima jual-beli ginjal. Pasalnya produk dijual hanya satu dari dua bagian ginjal. Sedangkan transaksi jual-beli separuh produk yang dapat mengurangi nilai barang itu sendiri, tidak sah.

Artinya, “Tidak sah menjual separuh dari suatu benda tertentu seperti wadah, pedang, dan selain keduanya. Katakan menjual potongan baju mahal. Harganya yang mahal menjadi merosot lantaran berupa potongan. Karenanya menjual sebagian benda tertentu tidak sah karena kurang syarat dalam hal penyerahannya secara utuh menurut syara’ (agama). Penyerahan suatu produk dalam kasus ini hanya mungkin dengan mematahkan atau memotongnya yang menjadi kekurangan dan penyia-nyiaan harta. Dan Itu haram,” (Lihat Al-Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj fi Ma’rifati Ma’anil Minhaj, juz 2, halaman 19, Darul Ma’rifah, Beirut).

Tetapi sebagian Mazhab Syafi’i mengharamkan secara mutlak jual-beli organ tubuh manusia bahkan rambut sekali pun.  Artinya, “Dan ada pun pada masalah kedua (menyambung rambut dengan rambut anak Adam itu haram), karena bahwasanya haram memanfaatkan rambut anak Adam dan segala suku-suku anak Adam karena mulianya,” (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudlatit Thalib, juz I, halaman 173).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya