SOLOPOS.COM - Ilustrasi fenomena pamer kekayaan. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-Fenomena flexing atau pamer kekayaan jadi sorotan seiring kasus penangkapan para crazy rich yang terlibat kasus penipuan dan tindak pidana pencucian uang, lalu bagaimana pandangan psikolog? Saat ini ada dua crazy rich yang berurusan dengan polisi yaitu Doni Salmanan dan Indra Kenz.

Flexing merupakan tindakan memamerkan kekayaan di media sosial. Menurut pakar bisnis, Profesor Rhenald Kasali, dalam kasus crazy rich bodong, flexing dilakukan sebagai bagian dari taktik marketing atau pemasaran.  Tujuan flexing membangun kepercayaan kepada customer, sehingga banyak orang tertipu dan menaruh uang mereka pada para pelaku. Nyatanya, flexing lebih dari itu.

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

Terkait konten pamer kekayaan, sebetulnya mantan tunangan Indra Kenz, Susyen Regina, sering menasehati pria berjuluk crazy rich Medan itu. “Aku sering nasehatin dia kalo mau pamer itu karya aja supaya enggak dihujat. Aku nggak suka konten-konten seperti itu karena menurut aku nggak bener aja. Dia bilang pamer gitu untuk konten dia doang,” beber Susyen di kanal Youtube Uya Kuya TV seperti dikutip pada Rabu (16/3/2022).

Dalam pandangan psikolog ada sejumlah penyebab seseorang pamer kekayaan antara lain berikut ini seperti dikutip dari klikdokter.com pada Rabu (16/3/2022):

1. Mengira Orang Lain Terkesan dengan Pencapaian Mereka

Dalam pandangan psikolog pamer kekayaan atau flexing dilakukan untuk membuat orang lain terkesan. Flexing bisa dikategorikan sebagai salah satu aktivitas membual alias bragging. Menurut Australian Institute of Professional Counselors, membual merupakan tindakan menyombongkan sesuatu secara berlebihan.  Salah satu alasannya adalah karena pembual mengira orang lain terkesan dengan harta dan pencapaian yang mereka pamerkan. Dengan pamer dan menyombongkan diri, para individu yang gemar flexing akan merasa senang.

Baca Juga: Menkeu: Crazy Rich Silakan Pamer, Petugas Pajak Akan Datang

Kesenangan tersebut serupa stimulus efek dopamin, yaitu zat kimia di dalam tubuh yang meningkatkan suasana hati. Tindakan pamer harta, bahkan membuat mereka ketagihan, sehingga tidak pernah berhenti untuk memamerkan kekayaannya.

2. Butuh Eksistensi

Psikolog dari klikdokter.com, khsan Bella Persada, M.Psi., mengatakan individu yang gemar flexing juga memiliki kebutuhan besar akan eksistensi diri. Kebutuhan tersebut baru terpenuhi ketika orang lain mengakui sesuatu yang dimiliki mereka.

“Ketika orang lain mengakui dirinya (pelaku flexing), dia baru merasakan bahwa Ia diterima oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka harus menunjukkan sesuatu yang menurut mereka “wah” atau tidak biasa, seperti dengan menunjukkan harta kekayaannya, benefit yang dimilikinya atau hal yang jarang orang lain miliki,” kata Ikhsan.

3. Kurang Empati

Peneliti dari City University London di Inggris, Irene Scopelliti,  mengatakan orang yang gemar membual, termasuk melakukan flexing, tidak menyadari bahwa banyak orang tidak nyaman dan terganggu dengan tindakan mereka.

Baca Juga: Mantan Tunangan Ungkap Saldo Rekening Indra Kenz Pernah Rp17.000

Menurut Irene, hal ini karena para pembual kurang bisa berempati. “Orang yang gemar membual, sangat sulit menempatkan diri mereka di posisi orang lain. Mereka mengira dengan menyombongkan diri, orang lain akan terkesan, padahal tidak,” katanya.

Berdasarkan studi yang dilakukan Irene dan rekan-rekannya, banyak orang cenderung tidak menyukai individu dengan profil berlebihan, termasuk pamer pencapaian dan harta.  Senada dengan temuan tersebut, sebuah riset yang dimuat jurnal Social Psychological and Personality Science, mengungkapkan bahwa kebanyakan orang justru lebih suka berteman dengan orang yang biasa-biasa saja, dibandingkan dengan individu yang gemar flexing.

Hasil studi tersebut menegaskan bahwa perspektif orang lain sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan pelaku flexing. Tindakan pamer pencapaian dan harta tidak membuat banyak orang terkesan.

Baca Juga: Penampakan Mobil Mewah Milik Crazy Rich Doni Salmanan

4. Menutupi Perasaan Rendah Diri

Pada dasarnya, flexing menurut psikologi disebabkan adanya perasaan tidak aman dan rendah diri. Hal ini disampaikan profesor emerita, Dr. Susan Whitbourne dari Psychological and Brain Sciences, University of Massachusetts, di Amerika Serikat.  “Karena perasaan tidak aman dan rendah diri tersebut, pembual (termasuk pelaku flexing) merasa perlu memperoleh validasi atau diakui oleh orang lain. Caranya dengan menunjukkan pencapaian, prestasi, dan harta mereka,” jelasnya.

Susan menambahkan, tindakan membual dilakukan guna meyakinkan diri sendiri bahwa mereka baik-baik saja.  Senada dengan Susan, Ikhsan mengatakan bahwa tindakan flexing bisa dilakukan untuk menutupi rasa tidak percaya diri atau minder terhadap diri sendiri.  “Hal ini karena pelaku flexing merasa ada hal yang mereka tidak punya, lantas mereka menutupinya dengan hal lain, namun dengan cara berlebih,” jelas Ikhsan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya