SOLOPOS.COM - Didit Suryo Tri P. (FOTO: Istimewa)

Didit Suryo Tri P. (FOTO: Istimewa)

Jas merah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah, begitulah pekik populer dari Bung Karno. Pekik ini terasa penuh semangat dan pengharapan dari sang proklamator.  Lalu bagaimana pemuda sekarang memaknai semangat dan pengharapan tersebut?

Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024

Retno Galih, mahasiswa Ilmu Sejarah FSSR UNS mengaku senang belajar sejarah sejak belia. Terutama sejarah yang berkaitan dengan penjajahan. Ia mengidolakan tokoh bersejarah sebagai cerminan dan refleksi kepemudaannya untuk melakukan sesuatu bagi lingkungan sekitarnya. “Dulu tokoh yang saya senang itu Bung Hatta,” ungkap Galih.

Mahasiswa yang juga Ketua Forum Mahasiswa Sejarah FSSR ini mengidolakan Bung Hatta karena sosoknya yang tidak terlalu banyak bicara tapi memiliki pemikiran yang cerdas dan ulung dalam berunding. Kini ia senang pada sosok pemuda era 60’an, Soe Hok Gie. Baginya, Soe Hok Gie adalah pemuda yang kritis.

Mahasiswa Fakultas Hukum UNS, Didit Suryo Tri Puspito, memandang sejarah sebagai sesuatu yang bermanfaat. “Bagi saya. kalau sejarah itu objektif itu akan sangat bermanfaat,” ungkap Didit. Ketua HMI Cabang Solo ini berpendapat sejarah itu akan memberikan kita hikmah dan pelajaran. Ia mengimbau pemuda untuk belajar dari sejarah sebagai bahan refleksi. “Apabila ada kesalahan dalam sejarah jangan sampai kita mengulangi. Kalau dari sejarah itu ada hal yang bagus, kiat kita bagaimana bisa ditingkatkan menjadi hal yang lebih bagus lagi,” terangnya.

Pekik Jas Merah” oleh Bung Karno, dalam sudut pandang Galih, belum sepenuhnya terwujud. Tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, Sjahrir dan Safrudin Prawiranegara tidak diajarkan di sekolah padahal merekalah yang mewarnai sejarah perjuangan negeri ini. “Dulu Tan Malaka, Sjahrir, dan Safrudin Prawiranegara tidak dibahas karena kuasa rezim yang menutup-nutupi,” jelas Galih.

Padahal tokoh-tokoh tersebut juga inspirasi bagi pemuda. Seperti yang diuraikan Galih, Tan Malaka bisa disebut sebagai bapak filsafat Indonesia yang menegaskan bahwa Indonesia itu adalah milik bangsa Indonesia sendiri. Lalu Sjahrir disebut sebagai pemikir muda dan tokoh diplomasi yang belajar pada Bung Hatta.

Pentingnya peran pendidikan sejarah turut disampaikan Galih. Bagi Galih, peran sejarah itu sangat penting dalam dunia pendidikan. “Dengan mempelajari sejarah, kita sendiri kita bisa mengetahui kejadian-kejadian masa lalu, terus merefleksikan ke masa sekarang,” terang Galih. Harapannya, sejarah  harus diperlakukan sama dengan ilmu-ilmu lain. “Karena tanpa sejarah menurut saya ilmu-ilmu yang lainnya belum tentu bisa terwujudkan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya