SOLOPOS.COM - Beragam busana muslim dipajang di PGS, Minggu (29/7/2012). (Adib Muttaqin Asfar/JIBI/Solopos)

Beragam busana muslim dipajang di PGS, Minggu (29/7/2012). (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Ramadan menjadi momentum kebangkitan berbagai cabang usaha, termasuk busana muslim yang sedang panen permintaan. Bagi pelaku usaha yang serius, bisnis ini sebenarnya bukan bisnis musiman dan dirintis dengan proses panjang.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Di berbagai toko busana, deretan busana muslim hanya terlihat saat Ramadan atau menjelang Idul Fitri. Tapi bagi Yudith Sintami, usaha ini sudah berlangsung sejak tiga tahun yang lalu. Alumnus FE Manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini memang sudah menjadikan bisnis busana muslimnya sebagai usaha serius.

Yudith memulai usahanya dengan memproduksi busana muslimah dan kerudung kecil-kecilan. Dengan mengusung label Honeys Shop, dia memulai memproduksi busana muslim rancangannya sendiri yang digabung dengan beberapa produk dari rekanannya. Honey Shop tidak memiliki outlet di PGS, mal atau pusat perbelanjaan elite, melainkan di sebuah akun Facebook.

“Sudah lama saya memulainya. Sekarang saya sudah produksi sendiri, merancang sendiri dan menjualnya sendiri,” kata Yudith, Senin (30/7).

Alhamdulillah, penjualan meningkat Ramadan ini. Di samping baju, saya juga memproduksi mukena sendiri.”

Sebelum mengusung label sendiri bagi produknya, Yudith memulai dengan usaha kerudung kecil-kecilan. Disebut kecil-kecilan karena awalnya Yudith melakukan hal yang sama dengan pedagang kerudung online umumnya. Sebelum punya modal untuk memproduksi, dia hanya menjualkan kerudung-kerudung produk orang lain secara online melalui akun Facebook. Baru kemudian perlahan dia meluncurkan produk sendiri berupa kerudung lukis. Dia membeli bahan, merancang motifnya, kemudian melemparkannya ke tukang lukis dan menjualnya sendiri.

Dari berbisnis kerudung lukis, Yudith memperluas usahanya dengan memproduksi busana muslimah. Dengan kemampuannya merancang baju muslimah plus pengalaman dalam marketing, perempuan berkerudung ini menegaskan diri sebagai pengusaha busana muslimah dengan brand sendiri. Meskipun tidak mendirikan butik atau outlet, Yudith berhasil menjaring pelanggan dari berbagai kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Balikpapan hingga Samarinda melalui toko online-nya.

“Tantangan utama dalam bisnis seperti ini adalah tuntutan untuk terus berinovasi agar tidak membosankan,” kata salah satu komite Solo Hijabers ini.

Kemampuannya dalam merancang produk sendiri diilhami dari pengamatannya terhadap perkembangan mode. Mengikuti perkembangan mode saat ini tidak sulit karena bisa dilakukannya dengan membaca majalah-majalah mode atau video-video fashion yang diunduh dari YouTube.

Yudith tampaknya tidak memilih kalangan konsumen yang eksklusif sebagai pasar. Dengan produk yang dibanderol Rp100.000-Rp250.000, produknya memang sering diserap oleh konsumen kelas menengah.

 

Dari modal kecil

Dengan modal kecil, beberapa pelaku usaha baru juga bermunculan sejak menjelang Ramadan. Salah satu orang yang memanfaatkan peluang ini adalah Isti Amaliah, ibu rumah tangga yang kini tinggal di Pantirejo, Grogol, Sukoharjo. Baru sebulan terakhir dia menjalani bisnis ini dari rumahnya.

“Saya dulu kerja di Semarang, tapi Juli kemarin saya resign [keluar]. Karena anak sudah harus sekolah, kami pindah ke sini. Inilah bisnis saya setelah keluar dari kerja,” katanya, Sabtu (28/7).

Karena sangat baru dalam bisnis ini, Isti tidak langsung memproduksi dan hanya menjadi seorang reseller online. Isti bahkan tidak datang langsung ke pabrik atau pusat konveksi yang memproduksi busana muslim atau mukena, melainkan dari seorang supplier di Kauman, Pasar Kliwon, Solo. Hal ini cukup beralasan mengingat produsen biasanya hanya melayani distributor dengan partai besar. Sedangkan Isti memulai dengan modal kecil dan baru bisa menjadi pengecer.

Meskipun masih bermain secara eceran, Isti tidak kesulitan mendapatkan pasar. Dengan bermodal akun Facebook dan Blackberry Messenger (BBM), pesanan terus berdatangan dari berbagai kota. “Banyak pesanan dari Surabaya, Brebes dan berbagai kota,” ujarnya.

Menjadi reseller kecil saat ini sudah cukup menguntungkan bagi Isti. Salah satu keuntungannya adalah dia melakukan bisnis ini di Solo. Bagi konsumen di luar kota, Solo sudah dikenal sebagai salah satu pusat penghasil busana muslim dan mukena. “Daripada ke reseller di tempat lain, ya mending langsung cari orang yang di Solo.”

Dengan menjual busana muslim di kelas Rp300.000-an, Isti mengaku keuntungannya sudah lumayan. Biasanya dalam dua pekan dia sudah bisa mengantongi keuntungan bersih hingga Rp500.000. Ini pun belum membuatnya puas karena dia sedang mengumpulkan modal untuk merintis produksi sendiri. “Masalahnya kalau tidak produksi sendiri, sering ada pesanan yang tidak bisa kami penuhi karena stoknya tidak ada. Tapi itu butuh modal besar.”

Isti (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Bisnis busana muslim marak menjelang Lebaran, ada yang melalui butik, toko, maupun online. Foto diambil Minggu (29/7/2012) di PGS. (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya