SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak bermain roleplay di media sosial. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-Selain memiliki dampak positif, bermain peran atau roleplay di TikTok juga memilik efek negatif terhadap perkembangan psikologi anak. Bagi Anda para orang tua, simak ulasannya di tips parenting kali ini.

Roleplay merupakan jenis permainan yang bisa seseorang lakukan dengan orang lain dengan cara berpura-pura menjadi orang lain sebagai peran yang ia mainkan. Tokoh tersebut bisa berupa selebritas, orang terkenal, ataupun karakter fiksi. Dalam masyarakat saat ini, roleplay muncul dalam berbagai bentuk dan kegiatan.

Promosi Program Pemberdayaan BRI Bikin Peternakan Ayam di Surabaya Ini Berkembang

Salah satu tempat seseorang melakukan roleplay adalah media sosial atau TikTok. Ini adalah media yang sangat nyaman bagi para pemain peran atau roleplayer karena bisa berinteraksi dengan pemain lain tanpa mengetahui satu sama lain. Selain itu, mereka juga tidak perlu menunjukkan diri mereka yang sebenarnya jika mereka tidak ingin. Roleplay diambil dari kosa kata bahasa Inggris yang berarti ‘bermain peran’.

Meski kesannya remeh, ada beberapa dampak roleplay di media sosial yang bisa terjadi pada individu yang melakukannya. Terlebih lagi jika individu tersebut adalah anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Simak berikut ini apa saja dampaknya!

Dikutip dari halodoc.com pada Kamis (22/6/2023), berikut ini sejumlah dampak negatif yang bisa terjadi pada kondisi psikologis anak jika sering anak sering melakukan roleplay di TikTok atau media sosial lainnya :

1. Menumbuhkan ketergantungan

Segala hal yang memberikan kesenangan bisa memunculkan perasaan tersebut karena peningkatan hormon dopamine. Peningkatan ini juga bisa terjadi ketika anak mendapatkan validasi verbal, kenyamanan, dan kesenangan dengan memainkan peran tertentu.

Namun, perlu kamu ketahui bahwa rasa kebahagiaan ini hanya akan berada sesaat. Ketika kesehatan mental sudah menurun dan rasa tersebut hilang, pemain akan terdorong untuk kembali melakukan hal yang sama agar bisa merasakan kebahagiaan lagi. Maka dari itu, roleplay menjadi suatu kegiatan yang anak lakukan terus-menerus.

Jika roleplay di media sosial dalam jangka panjang, bisa tumbuh ketergantungan atau adiksi pada media sosial dan kegiatan bermain peran itu sendiri. Ketergantungan terhadap hal ini bisa berbahaya bagi pertumbuhan emosional anak.

2. Berbohong secara kompulsif

Dampak negatif roleplay TikTok pada psikologi anak bisa memicu bohong. Pada dasarnya, seseorang yang sedang bermain peran akan membuat skenario atau latar belakang karakter berdasarkan imajinasinya. Harusnya hal yang bisa mengasah imajinasi anak adalah hal yang baik bukan? Ini memang benar, namun melakukannya terlalu sering dan terlalu intens bisa menimbulkan dampak negatif.

Berpura-pura menjalani kehidupan yang sebenarnya tidak nyata bisa memudarkan batas antara hal yang nyata dan tidak. Karena hal ini, anak yang masih dalam pertumbuhan bisa dengan mudahnya berbohong tentang kehidupan mereka. Inilah yang dalam psikologi bernama compulsive lying.

Seseorang yang bohong secara kompulsif umumnya sering disebut juga pathological liar. Kedua hal ini sebenarnya memiliki sedikit perbedaan. Pembohong patologis cenderung menyatakan hal yang tidak benar atas dasar manipulasi, namun pembohong kompulsif melakukan hal tersebut karena kebiasaan atau bahkan tanpa alasan.

3. Kepercayaan diri rendah

Kepercayaan diri yang rendah memiliki keterkaitan erat dengan penggunaan media sosial yang tinggi. Penelitian menemukan bahwa seseorang cenderung membandingkan dirinya dengan orang-orang lain yang ia lihat di media sosialnya, mendorong rasa tidak puas pada diri sendiri.

Selain itu, seorang roleplayer juga bisa memiliki penilaian dan kepercayaan diri yang rendah karena mereka secara konstan memainkan peran yang mereka lihat lebih baik atau menarik daripada diri mereka sendiri. Perilaku ini bisa menimbulkan rasa minder pada identitas diri yang sebenarnya karena terasa lebih inferior.

4. Perilaku asosial

Dampak negatif lain dari roleplay di aplikasi TikTok pada psikologi anak adalah perilaku asosial. Menghabiskan mayoritas waktu luang di media sosial juga bisa menghambat anak berinteraksi dengan teman-teman sebayanya di dunia nyata. Tidak hanya itu, mereka akan lebih mudah merasa terisolasi dari dunia luar karena kurangnya koneksi dengan orang lain yang mereka kenal.

Lambat laun, anak bisa menumbuhkan perilaku asosial, yaitu ketidakadaan motivasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial. Agar tidak tertukar dengan gangguan antisosial, kamu bisa Ketahui Perbedaan Antisosial dan Asosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya