SOLOPOS.COM - Para pengunjung menikmati keindahan tanaman kerdil dalam kegiatan bursa bonsai yang digelar Perhimpunan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Sragen di Sasana Manggala Sukowati Sragen, Sabtu (17/10/2015). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Hobi tanaman hias, khususnya bonsai, masih terus bertahan.

Solopos.com, SRAGEN — Ratusan tanaman kerdil memadati halaman samping selatan Gedung Sasana Manggala Sukowati Sragen, Sabtu (17/10/2015) petang. Para pecinta bonsai menyirami, memangkas daun dan merawat bonsai-bonsai, dan berdiskusi dalam bursa bonsai nasional yang digelar Perhimpunan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Sragen itu.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Rif’an, 24, pecinta bonsai asal Wonosegoro, Boyolali, menyirami bonsai asem Jawa kesukaannya. Bonsai setinggi 50 cm itu dipelihara dengan sabar dan tekun selama 15 tahun. Lekuk-lekuk kulit bonsai asem itu seperti membentuk air terjun kecil yang meliuk-liuk. Rif’an menyebut bonsainya bergaya meliuk seni cascade.

Sayang, bonsai itu terbilang belum proporsional untuk diikutkan lomba. Rif’an membutuhkan sentuhan sedikit lagi agar bonsai itu siap kompetisi tingkat nasional.

“Kendati belum proporsional, belum ada bonsai asem di Indonesia yang nilai seni dan filosofinya bisa menyamai bonsai ini. Bonsai ini diakui Taiwan dan Jepang sebagai bonsai unik dengan nilai filosofi tinggi hasil tangan orang Indonesia. Saya ingin menunjukkan karya tangan orang Indonesia tidak kalah dengan tangan orang negeri bonsai,” ujar Rif’an kepada Solopos.com, Sabtu petang.

Para penggemar bonsai dari PPBI pusat pun tertarik dengan bonsai hasil karya Rif’an. Petani bonsai itu membawa empat bonsai dari 50-an koleksi bonsai di kediamannya.

Bonsai asem yang satunya diikutkan dalam kompetisi bonsai nasional yang diadakan PPBI Sragen. Dua bonsai lainnya meliputi bonsai geometri carrolla yang masih langka di Indonesia karena tanaman impor dari Taiwan dan bonsai jeruk brazil yang juga diimpor dari Brasil.

Rif’an mau melepas bonsai asem berseni cascade itu senilai Rp250 juta. “Jujur tadi ada pengunjung yang menawarkan barter bonsai itu dengan mobil Toyota LGX buatan 2000-an. Tawaran itu saya tolak karena saya lebih mencintai seninya. Bonsai itu seperti menjadi master peace bagi saya,” ujarnya.

Bonsai Rif’an bisa jadi primadona dalam dunia bonsai. Seorang kolektor dan pengamat bonsai asal Depok, Jawa Barat, Rully Pangalila, 50, mengatakan nilai jual bonsai itu bisa sampai miliaran rupiah bila menjadi primadona. Kalau ingin melihat bonsai primadona, kata dia, ya di pameran bonsai atau kompetisi bonsai bukan di bursa bonsai. Harga bonsai yang sudah jadi di pameran itu bisa 2-3 kali lipat dibandingkan harga bonsai di bursa bonsai.

Selama menjelajahi di berbagai daerah di Tanah Air, Rully baru menjumpai sebuah tanaman bonsai dengan harga wow. Bonsai itu setinggi 120 cm dan lebar 100 cm dari jenis tanaman lohansung Taiwan. “Bonsai itu sekarang ada di Medan. Harga bonsai itu senilai Rp4 miliar. Kalau bonsai dengan harga Rp800 juta banyak dijumpai. Saya belum lihat ada bonsai di Sragen yang harganya mencapai miliaran rupiah,” ujar dia.

Harga bonsai itu sama dengan harga mobil mewah Ferrari California. Nilai jual bonsai itu, kata Rully, dipengaruhi oleh seni, nilai filosofi, proporsional, dan seterusnya. Soal suka gaya seperti itu dan seperti ini, bagi dia, merupakan selera dan bersifat subjektif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya