SOLOPOS.COM - Ilustrasi Favehotel Adisucipto Solo (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO Pertumbuhan hotel berbintang di Kota Solo yang menembus angka 100% pada 2014 tidak sejalan dengan pertumbuhan okupansinya. Sebagai imbasnya, sejumlah hotel berbintang 3 ke atas tak segan menurunkan harga demi berebut kue hunian dengan hotel yang berada di level bawahnya.

Kondisi tidak sehat yang sudah berjalan hampir satu semester terakhir itu dikeluhkan sejumlah pengelola hotel budget di Kota Bengawan. Salah satunya General Manager Fave Hotel Adisucipto dan Solo Baru, Sistho A. Sreshthto.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

“Mulai tahun ini, perang harganya sudah enggak sehat. Ada hotel bintang empat yang menjual harga kamar di level bintang dua. Padahal tahun depan ada 26 hotel bintang baru yang akan berdiri,” beber Sistho, saat berbincang di sela Media Gathering di Fave Hotel Adisucipto Solo, Selasa (9/12/2014) siang.

Sistho mengungkapkan imbas dari perang tarif tersebut, hotel yang ia kelola sempat limbung selama beberapa bulan. Namun tiga bulan terakhir, kondisi hotel yang memiliki 190 kamar tersebut sudah mulai stabil dengan rata-rata okupansi mencapai  75%.

“Kami geber pemasaran di online travel agent [pemesanan kamar online mencapai 60%]. Selain itu kami juga memberikan pelayanan esktra ala hotel bintang empat. Menu makanan anak-anak dan dewasa kami rancang berbeda. Selain itu ada 25 merchant yang kami ajak kerja sama untuk memberikan diskon bagi pelanggan yang menginap,” bebernya.

Menurut Sistho, pemangku kepentingan semestinya mulai mengatur regulasi agar persaingan tidak sehat tersebut segera berakhir. “Tahun ini ada kebijakan pelarangan rapat di hotel. Meskipun target kami bukan di situ, tapi tetap ada pengaruhnya meskipun angkanya di bawah 5%. Mengingat pertumbuhan hotel 2015 mendatang, harusnya mulai ada regulasi yang mengatur ini,” pesannya.

Tarif Dinamis
Senada dengan Sistho, Sales Executive Tune Hotel Solo, Pramitha Ayu, juga mengeluhkan perang harga yang kini marak dilakukan hotel berbintang di Kota Bengawan. “Ini sudah beberapa kali dibahas di forum pertemuan perhotelan. Tapi kondisinya tidak berubah. Hotel tetap bermain tarif sendiri-sendiri. Sebagai hotel budget, kami bertahan jangan sampai dimakan,” kata Mitha, saat berbincang dengan Sololpos.com, Selasa sore.

Mitha mengungkapkan untuk bertahan menghadapi persaingan yang kian sengit, hotel yang menerapkan tarif dinamis tersebut memasang strategi penetapan harga yang kompetitif. “Kami makin jeli lagi memasang harga. Ini tantangan kontradiktif di samping tuntutan managemen pusat yang menetapkan target tinggi,” ujarnya.

Pejabat Humas Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Solo, M.S.U. Adjie, menilai kondisi perang tarif hotel berbintang di Kota Bengawan sudah memasuki level sangat tidak sehat. Menurutnya, pengelola hotel semestinya mulai berpikir untuk berkompetisi berebut kue destinasi dari daerah lain.

“Kompetisi tarif itu sudah basi. Sekarang saatnya berkompetisi destinasi. Dengan kerja sama bareng antarpelaku perhotelan dan pemerintah, perkara ini bisa selesai. Yang paling penting bagaimana menguatkan branding kota ini agar sekitar 10.000 kamar hotel kita ke depan bisa terisi. Sekarang 5.000-an kamar saja baru terisi separuhnya. Ini pekerjaan rumah bersama,” tutupnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya