SOLOPOS.COM - KORBAN SUKHOI-Petugas membawa kantong jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 milik Rusia untuk dilakukan uji Disaster Victim Identification (DVI) di RS Polri Kramat Djati Jakarta, Sabtu (12/5). DVI mengidentifikasi jenazah yang kondisinya rusak. (JIBI/Bisnis Indonesia/Yasus Yuswanto)

KORBAN SUKHOI--Petugas membawa kantong jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 milik Rusia untuk dilakukan uji Disaster Victim Identification (DVI) di RS Polri Kramat Djati Jakarta, Sabtu (12/5). DVI mengidentifikasi jenazah yang kondisinya rusak. (JIBI/Bisnis Indonesia/Yasus Yuswanto)

Setiap manusia tidak ada yang ingin meninggal karena kecelakaan. Tapi, manusia juga tidak ada yang sanggup mengelak takdir Tuhan ketika harus mengalami musibah maupun kecelakaan parah yang menyebabkan jenazah sulit diidentifikasi.
Kemungkinan yang terjadi pada manusia termasuk kemungkinan  buruk sekalipun harus diantisipasi. Dalam segi medis, salah satu antisipasi yang bisa dipersiapkan menghadapi kemungkinan terburuk adalah dengan memiliki catatan medis yang baik seperti data odontogram, sidik jari dan data lainnya.
Anggota staf forensik RSUD dr Moewardi Solo, drg Andy Yok MKes, mengatakan pekerja di tempat yang memiliki tingkat risiko tinggi kecelakaan sebaiknya memiliki data medis. Pekerja yang berisiko tinggi, menurut Andy, di antaranya pilot dan pramugari.
“Data medis yang dimiliki pekerja berisiko tinggi sangat membantu sekali kalau suatu saat terjadi apa-apa. Jadi, sebaiknya data medis, odontogram, sidik jari dan lainnya sudah dipersiapkan, jangan sampai data medis kita berserakan di mana-mana. Data medis sebaiknya disimpan di rumah dan diberitahukan kepada anggota keluarga yang lain,” terangnya kepada Espos, Senin (21/5).
Selain berguna ketika terjadi kecelakaan atau musibah, data medis juga dapat berguna ketika terjadi kemungkinan buruk lainnya seperti kasus pembunuhan, orang hilang termasuk hilang di gunung. Salah satu kasus yang pernah ditangani RSUD dr Moewardi adalah kasus pembunuhan yang terjadi 10 tahun lalu di Solo dan mayatnya dibuang di daerah Gunung Kidul.
“Kasus tersebut terungkap setelah ada pengakuan dari tersangka. Setelah polisi menyelidiki ke Gunung Kidul serta kami identifikasi, (identitas) korban cepat diketahui dari data gigi gingsul yang dimilikinya. Keluarga korban bisa menerima tanpa harus tes DNA. Kalau sudah bisa diidentifikasi, tes DNA tidak diperlukan lagi, malah menghabis-habiskan uang,” ujarnya.
Kepala Instalasi Forensik dan Medikolegal RSUD dr Moewardi Solo, dr Wahyu Dwi Atmoko, menambahkan tes deoxyribose nucleic acid (DNA) menjadi alternatif terakhir proses identifikasi ketika data gigi geligi dan sidik jari tidak bisa diandalkan. Kelemahannya, tes DNA kurang efisien karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui hasilnya dan biayanya mahal. Sekali tes DNA biayanya bisa Rp7 juta, padahal tes DNA harus dilakukan dua kali yakni mengambil data korban dan keluarganya.
“DNA bisa diambil dari bagian organ tubuh karena adanya di dalam sel manusia bisa diambil dari sampel darah atau lainnya. Semakin dekat hubungan kekerabatan seseorang maka DNA-nya bisa semakin cocok atau memiliki tingkat kesamaan. DNA juga bisa digunakan untuk patenitas atau mengetahui jati diri orangtua kandung. Tingkat akurasinya sangat baik, apalagi jika didukung data lain dari keluarga seperti tanda lahir atau lainnya,” katanya.
Hingga saat ini, tes DNA belum bisa dilakukan di Solo. Selain peralatannya canggih dan mahal, tingkat efisiensi kegunaan peralatan tersebut kurang karena belum tentu digunakan setiap saat.
“Kalau melakukan tes DNA biasanya data dibawa ke Jakarta. Ada juga laboratorium swasta yang membuka layanan tes DNA, itu pun di Jakarta,” katanya.
Terkait proses identifikasi, Andy menambahkan umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebab, yang diperhatikan alam proses identifikasi adalah ketepatannya bukan kecepatannya. Meski begitu, tim forensik atau tim Disaster Victim Identification (DVI) tidak bermaksud untuk menahan mayat.
“Kalau ada keluarga yang menghadapi kasus seperti misalnya kecelakaan Sukhoi, sebaiknya jangan cepat-cepat minta identifikasi selesai. Lebih kasihan kalau mayat tidak teridentifikasi,” katanya.
Andy mengatakan mayat atau jenazah yang teridentifikasi akan diberi surat keterangan kematian dan sertifikat identifikasi. Surat tersebut berguna untuk keluarga dalam mengurus asuransi. Dia menambahkan petugas forensik juga tidak sembarangan memberikan surat keterangan kematian khususnya terhadap mayat tanpa identitas. Hal tersebut untuk mewaspadai terjadinya kejahatan asuransi.
“Untuk keluarga yang tingkat sosialnya tinggi, biasanya mereka menuntut identifikasi. Kalau ada anggota keluarganya yang terkena hal buruk tapi kalau orang biasa cenderung lebih menerima,” imbuhnya.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya