SOLOPOS.COM - Ilustrasi ramuan dari daun kratom. (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Dikenal sebagai salah satu produk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, tanaman kratom sebenarnya untuk obat apa? Simak ulasannya di info sehat kali ini.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pembahasan tata niaga ekspor tanaman jenis kratom melibatkan koordinasi dengan otoritas berwenang termasuk Badan Narkotika Nasional (BNN).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Itu masih mau dikoordinasikan lagi, jadi itu kan ada badan narkotika juga ya, jadi bukan hanya kementerian,” kata Budi Gunadi Sadikin di Balai Sudirman Jakarta dikutip dari Antara pada Selasa (5/12/2023).

Budi mengatakan seluruh otoritas terkait perdagangan tanaman asal Kalimantan ini telah dikumpulkan di Kantor Staf Presiden (KSP) pekan lalu dalam rangka pembahasan tata kelola niaganya. Dalam agenda tersebut hadir perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kemenkes, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga BNN.

Sebelum tahu tanaman kratom untuk obat apa, ketahui dulu bahwa laman BNN Indonesia melaporkan tanaman ini mengandung senyawa mitragynine yang memiliki efek ketagihan seperti narkotika, sehingga ada potensi penyalahgunaan.

Untuk menjawab tanaman ini untuk obat apa, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah melakukan studi bahwa daun kratom mengandung sifat opioid atau pereda rasa nyeri. Daun kratom juga mengandung lebih dari 20 alkaloid yang bermanfaat sebagai pereda rasa sakit.

Kandungan mitragynine dalam daun kratom sebagai agonis reseptor kappa-opioid yang juga memiliki efek 13 kali lebih kuat dari morfin. Kandungan inilah yang berperan dan memberi efek seperti opioid, namun penggunaannya dalam dunia medis masih diteliti.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/11/2023), mendukung tata kelola niaga ekspor kratom ke mancanegara.  Menurut Zulkifli, produk tanaman herbal itu mampu membawa keuntungan bagi petani, khususmya di Kalimantan Barat.

“Kratom itu kan menguntungkan petani di Kalimantan Barat, jadi ditata perdagangannya,” katanya.

Kratom adalah tanaman yang berasal dari Asia Tenggara. Sudah selama ratusan tahun, kratom menjadi bagian dari budaya dan kehidupan penduduk asli Asia Tenggara. Tanaman ini tumbuh di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua Nugini.

Dikutip dari laman bnn.go.id, Selasa (5/12/2023), kratom memiliki nama latin Mitragyna Speciosa. Kratom juga memiliki sebutan lain di beberapa negara Asia Tenggara di antaranya ketum, kutuk, atau biak-biak di Malaysia, kratom, kadam, atau ithang di Thailand, purik atau ketum di Kalimantan Barat,  kedamba atau kedemba di Kalimantan Timur, dan sapat atau sepat di Kalimantan Tengah dan Selatan.

Kratom tumbuh di daerah dengan tanah yang sedikit basah. Tanaman kratom berbentuk pohon perdu dengan tinggi mencapai ± 15 m, dengan cabang menyebar lebih dari ± 4,5 m, memiliki batang yang lurus dan bercabang, memiliki bunga kuning dan berkelompok berbentuk bulat. Daun kratom berwarna hijau gelap dang mengkilap, halus, dan berbentuk bulat telur melancip. Daun dapat tumbuh sepanjang lebih dari 18 cm dan lebar 10 cm.

Di Indonesia, kratom menjadi tanaman endemik yang tumbuh di sejumlah wilayah di Kalimantan. Masyarakat telah memanfaatkan kratom selama berabad-abad sebagai obat alami untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Manfaat kesehatan inilah yang menjadikan kratom di Kalimantan banyak diekspor ke negara-negara Amerika Serikat dan Eropa. Tidak mengherankan jika kratom dianggap sebagai komoditas ekspor yang menjanjikan di Kalimantan.

Namun, potensi ekonomi kratom tersebut rupanya bertolak belakang dengan efek samping yang telah banyak ditemukan di negara pengimpornya. Kasus kecanduan dan kematian akibat kratom menjadikan tanaman ini sebagai tanaman yang berbahaya. Ternyata dibalik manfaat yang sering dirasakan pengguna kratom pada umumnya, kratom juga sebaliknya bisa memberikan efek negatif yang sangat berbahaya bagi kesehatan.

Selama berabad-abad tepatnya bermula pada awal abad ke sembilan belas, daun tanaman kratom telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai obat tradisional untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan secara turun temurun. Masyarakat biasanya mengonsumsi daun kratom dengan cara dikunyah seperti menyirih, menyeduhnya seperti teh, dan dibakar atau diisap seperti rokok.

Untuk menjawab pertanyaan kratom untuk obat apa, berikut ini ulasannya. Selain dipercaya dapat meningkatkan gairah dalam bekerja, masyarakat juga percaya bahwa mengonsumsi daun kratom dapat menambah stamina tubuh. Selain itu, seduhan daun kratom juga diyakini dapat meringankan diare, lelah, nyeri otot, batuk, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, meredakan nyeri, mengatasi gangguan tidur, gangguan cemas dan depresi, antidiabetes, dan antimalaria.

Pada tahun 1863, kratom pertama kali digunakan sebagai pengganti opium oleh seorang Melayu (Malaysia). Sejak saat itu, kratom dijadikan sebagai obat pengganti kecanduan opium yang menjadi masalah di Asia. Senyawa aktif mitraginin yang terkandung dalam kratom yang menjadikan kratom mampu menggantikan kecanduan opium. Penggunaan kratom secara sistematis dengan dosis tertentu dapat digunakan untuk meningkatkan toleransi terhadap pengaruh opioid atau pengganti pengobatan untuk kecanduan opioid.

Meski memiliki manfaat, pengguna kratom rupanya juga dapat mengalami kecanduan. Seorang peneliti zat psikoaktif, Swogger bersama koleganya mengemukakan bahwa sejumlah orang yang mengonsumsi kratom mengalami efek seperti menggunakan candu. Efek yang dirasakan berupa perasaan relaks dan nyaman, serta euforia jika kratom digunakan dengan dosis tinggi. Efek yang ditimbulkan ini disebabkan oleh senyawa mitraginin sebagai senyawa utama yang terkandung dalam daun kratom.

Kratom juga dapat menimbulkan efek samping pada sistem saraf dan pikiran seperti yang ditimbulkan beberapa jenis narkotika lainnya seperti pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak nafas, kejang, dan koma. Efek samping lainnya bisa berupa mulut menjadi kering, badan menggigil, mual dan muntah, berat badan turun, gangguan buang air kecil dan buang air besar, kerusakan hati, dan nyeri otot.

Orang yang menggunakan kratom dalam jangka waktu lama juga dapat menunjukkan gejala-gejala ketergantungan jika kratom dihentikan. Gejalanya meliputi iritabilitas, mual, diare, hipertensi, insomnia, kejang otot dan nyeri, mata berair, demam, dan nafsu makan menurun. Adapun gejala psikologis yang dialami yaitu gelisah, tegang, marah, sedih, dan gugup.

Efek Negatif Kratom

Setelah tahu kratom untuk obat apa, ketahui pula bahwa sekali pun beberapa pengguna  merasakan manfaat bagi kesehatan tubuh mereka, tapi tidak sedikit pula yang justru merasakan efek negatif dari tanaman ini. Mengonsumsi kratom justru bisa membuat koordinasi motorik tubuh terganggu seperti orang mabuk.

Akibat yang ditimbulkan dari penyalahgunaan kratom tersebut mulai dari overdosis, kejang, koma, tidak sadarkan diri, sampai kematian. Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa kasus penyalahgunaan kratom di negara-negara pengekspor kratom.

Penyalahgunaan kratom yang seringkali dicampurkan dengan bahan-bahan lain lebih banyak menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh. Efek keracunan dapat terjadi jika kratom dicampurkan dengan obat yang bekerja pada reseptor di otak yang sama dengan stimulan dan yang memiliki efek opiat. Campuran ini juga dapat menimbulkan efek kematian, seperti yang terjadi di Eropa (Swedia) dimana Krypton yang merupakan campuran antara kratom dan tramadol dijualbelikan secara ilegal dilaporkan menimbulkan kematian.

Pada tahun 2013, UNODC, lembaga PBB yang menangani permasalahan narkoba, telah memasukan kratom ke dalam NPS kategori Plant-based Substances. NPS adalah jenis zat psikoaktif baru yang ditemukan namun regulasinya belum jelas atau masih dalam proses. Dengan masuknya kratom ke dalam salah satu jenis NPS, maka penanganan penyalahgunaan kratom perlu menjadi perhatian.



BNN juga telah menetapkan kratom sebagai NPS di Indonesia dan merekomendasikan kratom untuk dimasukkan ke dalam narkotika golongan I dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penggolongan ini didasarkan pada efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan. BNN sendiri mengemukakan bahwa efek kratom 13 kali lebih berbahaya dari morfin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya