SOLOPOS.COM - (JIBI/Bisnis Indonesia/Istimewa)

Denim dan batik ternyata bisa dipadukan menjadi produk fesyen kreatif. Lewat brand Lazuli Sarae sekelompok anak muda di Bandung mengaplikasikan teknik batik pada kain denim.

Awalnya, dua orang alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) berniat mengikuti sebuah lomba rencana bisnis kreatif pada 2010. Mereka terpacu untuk menciptakan produk bernuansa lokal karena akan ada nilai plus dari penyelenggara. Terinspirasi dari tugas akhir seseorang yang membahas eksplorasi reka batik pada material denim, terciptalah produk fesyen denim dengan sentuhan motif batik. Hasilnya proposal mereka meraih juara kedua.

“Proses pembatikan langsung di atas kain denim. Kami tidak memakai teknik printing atau sablon,” ujar Ivan Kurniawan, co-founder sekaligus director Lazuli Sarae. Ivan juga mengatakan di pasaran bisa jadi tidak ada produk yang menyamai garapan mereka. “Yang ada kain batik dijahit dengan kain denim, itu tentunya berbeda dengan produk kami,” katanya.

Ivan bersama beberapa rekannya hingga kini menekuni bisnis yang minim kompetitor tersebut. Mulai dari kemeja, gaun, jaket, blazer, syal hingga hot pants dengan sentuhan batik berhasil mereka ciptakan. Untuk proses pembatikan, mereka bekerja sama dengan beberapa pengrajin batik.

Melalui produk denim perpaduan batik tersebut, baik Lazuli Sarae maupun Ivan pernah memperoleh berbagai prestasi a.l nominasi INACRAFT Award 2011 kategori textile, Winner of Shell LiveWIRE Business Startup Award 2011 dan 3rd winner Honda Youth Startup Icon Kota Bandung 2011.

Awalnya produk Lazuli Sarae hanya dipasarkan secara online. Perlahan mereka mengikuti berbagai pameran di dalam negeri. “Lewat pameran kami bisa meningkatkan omzet dua kali lipat,” ujarnya. Tak hanya itu, produk mereka juga dititipkan di beberapa tempat karena belum mempunyai outlet sendiri.

Produk mereka banyak disukai di Jakarta. Selain itu produknya juga sudah dijajal oleh orang-orang di berbagai kota besar lain seperti Bandung, Jambi, Medan, Jogja hingga ke wilayah Papua. Bahkan ada juga pembeli yang berasal dari Singapura.

Pemerintah dari kementerian terkait pernah menyarankan agar Lazuli Sarae mengikuti pameran di luar negeri, namun banyak hal yang harus dipersiapkan sehingga itu belum terwujud. “Kalau di luar negeri biasanya harus menyiapkan produk skala besar,” kata Ivan menyatakan alasannya.

Dalam sebulan, Lazuli Sarae dapat menjual 30 hingga 40 pcs produk eksklusif mereka. Jika ada pameran penjualan bisa meningkat, kurang lebih 100 pcs produk dapat terjual. Dengan begitu omzet mereka mencapai dua kali lipat jika terbantu oleh pameran. “Dalam mengikuti pameran kami juga tidak bisa asal-asalan. Kami harus menganalisis dahulu apakah pamerannya sesuai dengan pasar kami, misalnya kami harus tahu siapa yang datang,” kata Ivan.

Maretta Astri Nirmanda, co-founder sekaligus creative director Lazuli Sarae mengungkapkan motif dasar yang sering dipakai dalam produknya adalah Parang dan Kawung. “Itu motif batik yang mudah dikenali. Kami mengambil bentuk intinya saja kemudian diberi sentuhan khas desain kami sendiri,” kata lulusan S1 Kriya Tekstil ITB ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya