Lifestyle
Minggu, 11 Agustus 2013 - 08:53 WIB

Jenang, Wajik hingga Krasikan Diburu Pemudik...

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pekerja tengah mengaduk jenang. ( Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Pekerja tengah mengaduk jenang. (
Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Tidak lengkap rasanya bila pulang mudik tidak berburu makanan khas kampung halaman. Makanan khas suatu daerah bisa dijadikan tamba kangen ketika seseorang berada di perantauan. Salah satu makanan tradisional khas kampung halaman yang banyak dibuat orang kampung saat Lebaran yakni jenang. Makanan yang dibuat dari campuran tepung beras, gula jawa dan minyak kelapa, itu banyak diburu pemudik untuk dibawa ke daerah perantauan.

Advertisement

Rumah produksi jenang Harso Mulyono, misalnya. Setiap kali Lebaran, jenang yang diproduksi di kampung Randusari RT 001/RW 001, Kelurahan Joho, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo itu selalu diburu pemudik. Tak ayal bila produksinya saat Lebaran lebih banyak daripada hari-hari biasa dan   Ramadan.

Menurut Joko Waluyo [putra Harso Mulyono] ayahnya sudah menekuni usaha tersebut sejak 1964. Bila dulu ayahnya hanya membuat jenang, dia kini mengembangkan empat panganan lain, seperti wingko babat, krasikan, roti prol dan wajik. Di luar Ramadan, kata Joko, biasanya produksi jenang lima kali masak dalam sehari. Sedangkan saat Ramadan, pihaknya bisa membuat jenang hingga 10 kali proses produksi dengan dibantu oleh lima pekerja.

“Sekali masak membutuhkan gula pasir 10 kilogram (kg), gula jawa 10 kg dan kelapa muda 6 kg. Jadinya sekali masak bisa untuk 16 potong jenang,” ujar Joko saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Sabtu (10/8/2013).

Advertisement

Pekerja tengah membakar Wingko Babat. (
Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Ia mengatakan, sepotong wajik, jenang dan krasikan dihargai Rp45.000. Sedangkan sepotong roti prol dan wajik dihargai Rp50.000. Panganan-panganan itu dipotong dengan ukuran 25 cm x 15 cm. Harga tersebut bisa berubah-ubah menyesuaikan dengan harga bahan baku.

Joko menerangkan, hampir setiap kali Lebaran rumahnya selalu didatangi ratusan orang yang ingin membeli jenang, wajik, krasikan dan sebagainya. Jenang yang diproduksinya itu memang sengaja tidak dijual di toko. Hal itu dilakukan sebagai langkah untuk mempertahankan kekhasan jenang sebagai panganan tradisional kampung.

Advertisement

Joko yang juga generasi pertama yang mengelola jenang Harso Mulyono, mengatakan panganan jenang, krasikan dan wajik bisa tahan hingga dua pekan. Sedangkan roti prol dan wingko bisa tahan hingga empat hari.

Sementara salah satu warga Begajah, Kecamatan Sukoharjo, Ahmadi, mengaku membeli jenang untuk dibawa pulang ke Jakarta, Senin (12/8/2013). Jenang tersebut ia bawa ke Jakarta sebagai oleh-oleh untuk para tetangga di Jakarta dan untuk dinikmati bersama rekan kerjanya.  “Hampir setiap kali mudik, saya membawa jenang untuk oleh-oleh ke Jakarta,” ungkap Ahmadi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif