Lifestyle
Selasa, 14 Agustus 2012 - 09:10 WIB

Kafe-Kafe Itu Milik Mahasiswa

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana Gerobak Cokelat, Minggu (12/8/2012) malam. Tempat ini jadi tongkrongan baru di Solo. (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Suasana Gerobak Cokelat, Minggu (12/8/2012) malam. Tempat ini jadi tongkrongan baru di Solo. (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Bisnis kafe telah menjamur di Soloraya dalam beberapa tahun terakhir. Banyak di antara mereka berupa cabang atau waralaba dari brand ternama. Tak sedikit para pemain muda yang menawarkan konsep kafe sederhana dengan brand dan pasar sendiri.

Advertisement

Sebuah kios di Jl Menco Raya, kawasan kampus UMS, Gonilan, Kartasura menjadi bukti eksistensi para pemain muda ini. Adalah Ayudya Putri Fahriana, mahasiswi semester akhir Ilmu Komunikasi FISIP UNS yang menjadikan lokasi ini sebagai pijakan membangun bisnis kafe pertamanya. Pada November 2011, Putri menyulap kios tersebut menjadi sebuah kedai susu dengan nama Mom Milk Solo. “Dulu saya memang penyuka susu. Sadar saya suka susu, saya berpikir bagaimana bikin versi lain agar orang enggak bosan dengan susu,” katanya saat ditemui Espos, Sabtu (11/8) sore.

Di kawasan kampus UMS Pabelan, kedai susu segar bukanlah bisnis baru. Namun Putri menjadikan kedainya tidak seperti warung susu segar biasa. Dia mengadopsi konsep kafe mungil. Di kiosnya, Putri menyediakan belasan set meja kursi yang diharapkan bisa jadi tempat untuk nongkrong anak muda. Hal ini dianggap penting karena pasar yang dibidiknya adalah para mahasiswa. Kebetulan di kawasan tersebut belum ada tempat nongkrong yang menyediakan susu segar.

Berada di lingkungan yang pas membuat usaha ini mendapatkan respons positif dari para mahasiswa. Namun Putri tak hanya mengandalkan penampilan fisik kafe mungilnya ini. Di sana dia menawarkan sesuatu yang baru berbahan dasar susu. Tak seperti warung susu segar yang hanya menawarkan susu cokelat, jahe atau soda gembira, dia menawarkan susu yang lebih populer di mata anak muda.

Advertisement

“Dulu awalnya saya bikin sembilan rasa, sekarang berkembang jadi 17 rasa. Dulu ada cokelat, vanila dan sebagainya. Sekarang saya tambah rasa baru seperti durian, hazzlenut, teh tarik dan sebagainya.”

Resep itu didapatkannya gratis tanpa perlu membayar lisensi. Ibunya yang punya resep racikan susu dengan berbagai rasa itu sejak lama. Sebenarnya sang ibu bukan pengusaha susu, hanya orang yang suka mencoba-coba berbagai resep makanan dan minuman, termasuk susu.

Putri tidak butuh waktu lama untuk mengambil hati pasar mahasiswa di sekitar kampus UMS. Di luar dugaannya, yang datang memenuhi kafe susunya bukan hanya mahasiswa, juga warga beragam umur. Hingga saat ini kafe pertamanya ini berhasil mencatat penjualan yang membuatnya puas, 700-800 gelas/hari. “Tapi selama puasa ini turun jadi setengahnya,” tuturnya.

Advertisement

Kafe ini memang dibangun dengan modal yang lumayan besar, sekitar Rp80 juta. Dengan penjualan yang tinggi setiap harinya, Putri sudah mampu berekspansi hanya dalam waktu enam bulan. “Empat bulan saya di sini sudah mampu balik modal. Dua bulan kemudian saya buka satu tempat lagi di Kottabarat.”

Menjelang diwisuda, Putri malah disibukkan dengan cabang barunya. Sejumlah pemodal dari Solo dan beberapa dari luar kota pun berdatangan menawarkan diri untuk membeli brand dalam bentuk franchise. “Tapi belum ada yang saya respons.”

 

Dari Cokelat

Masih dari UNS, mahasiswa Jurusan Manajemen Pemasaran FE UNS juga terjun di bisnis serupa belum lama ini. Produk utama usaha ini memang bukan bertema susu, melainkan aneka minuman dan makanan cokelat.

Namanya Fatra Satria Devara. Di sebuah kedai sederhana bernama Gerobak Cokelat di Jl Slamet Riyadi No 510, tak jauh dari Stasiun Purwosari Solo, dia dan rekan-rekannya sibuk melayani ratusan anak muda yang jadi pelanggannya setiap malam. Berbentuk seperti gazebo besar, para pelanggan duduk lesehan dengan meja-meja kecil dan lampu temaram.

“Orang kenalnya cokelat itu ada di distro, kafe dan sebagainya. Minuman  ini merakyat tapi biasanya enggak murah,” katanya saat ditemui di tempat usahanya, Minggu (12/8) malam.

Deva, panggilannya, sengaja membangun kafe cokelat yang sederhana. Tak seperti produk minuman cokelat lain yang banyak ditawarkan di resto, mal atau kafe-kafe mahal, Deva justru ingin menampilkan sebaliknya. Jadilah minuman bertema cokelat itu disajikan di kedai bambu lesehan di malam hari.

Di kafe sederhana itu pula dia menyajikan makanan bertema cokelat untuk melengkapi minuman utamanya. Sekilas makanan serupa pernah ditemukan di tempat-tempat lain baik kafe maupun wedangan besar. Namun, Deva berupaya membuat semua produknya berbeda. Proses ini sudah lama dilakukannya saat masih menjadi pehobi wisata kuliner.

“Dulu saya suka kuliner, suka menjajal kafe, resto dan sebagainya. Saya pelajari rasanya kemudian saya combine sendiri,” ungkapnya.

Dengan mengandalkan insting kulinernya dan dua koki andalannya, Deva menawarkan minuman cokelatnya sejak Januari lalu. Sebuah lahan kosong dekat kompleks rumah-rumah PT KAI di Purwosari diubahnya menjadi kafe sederhana. Kebetulan Solo belum banyak memiliki tempat kuliner yang menawarkan konsep serupa, apalagi di tengah-tengah kota.

Karena mengincar anak-anak muda, termasuk mahasiswa, minumannya dijual dengan harga terjangkau. Segelas minuman dibanderol Rp3.000-Rp10.000. Konsep sederhana itu pula yang menarik ratusan kaum muda Solo untuk nongkrong setiap malam. Mereka asyik melakukan pertemuan, acara ulang tahun, rapat kecil hingga sekadar reuni. Ada yang sibuk dengan laptop mereka, sementara lainnya bermain kartu yang disediakan di sana.

“Berapa ya, biasanya sampai ratusan dilihat dari pesanannya. Makanya kuliah masih saya tinggal gara-gara keasyikan ini.”

Ayunda Putri Fahriana (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Coffee Americano (FOTO: Istimewa)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif