SOLOPOS.COM - Ilustrasi kanker payudara. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan yang perkembangan kasusnya cukup pesat dan mengkhawatirkan di Indonesia. Berdasarkan data dari Globocan pada 2020, tercatat ada 68.858 kasus di Indonesia dengan jumlah kematian mencapai 22.000 jiwa akibat kanker payudara.

Seperti banyak kanker, kanker payudara tidak berkembang dalam semalam. Menurut Dr See Hui Ti, Konsultan Senior dan Onkologi Medis di Parkway Cancer Centre (PCC) Singapura, sebelum kanker tumbuh, masyarakat bisa mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat dan mengurangi faktor risikonya. Namun, dia menekankan faktor risiko tidak dapat sepenuhnya dihilangkan.

Promosi Gerak Cepat BRI Peduli Salurkan Bantuan bagi Warga Terdampak Banjir di Sumbar

Lantas, bagaimana cara mengenali gejala, penyebab, melakukan skrining , dan pengobatan kanker payudara? Berikut ini ulasannya.

Faktor Risiko Kanker Payudara

Berdasarkan penjelasan dari Dr See Hui Ti, salah satu faktor yang bisa meningkatkan risiko terpapar kanker payudara adalah obesitas. Secara umum, semakin besar BMI (indeks massa tubuh), semakin besar terkena kanker payudara.

Untuk mempertahankan BMI normal, ia merekomendasikan strategi diet optimal yang menggabungkan asupan protein yang lebih tinggi, serat untuk nutrisi dan karbohidrat untuk energi, serta mengurangi asupan gula dan olahraga ringan.

Dr See Hui Ti juga mengingatkan, meski telah mengubah pola makan dan rajin berolahraga, perempuan masih bisa terkena kanker payudara. Oleh karena itu, penting untuk menyadari tanda-tanda dan gejala kanker payudara dan bagaimana menyaring kemungkinan penyakit.

“Bagi pasien yang menjalani pengobatan kanker, obesitas dapat menyebabkan efek samping yang merugikan atau melemahkan efek kemoterapi. Oleh karena itu, penting untuk menjaga pola makan yang sehat dan melakukan olahraga teratur untuk menjaga berat badan yang sehat,” terang dia dalam rilis tertulisnya yang diterima Solopos.com, Sabtu (21/10/2023).

Selain obesitas, faktor lain yang meningkatkan risiko terkena kanker payudara adalah memiliki anak lebih dari lima orang, usia di atas 40 tahun, malas berolahraga, ada anggota keluarga yang pernah mengidap kanker payudara, tidak menyusui, dan stres.

Sementara itu, faktor yang bisa mengurangi risiko terkena kanker payudara tak hanya olahraga teratur dan hidup sehat, tetapi ada juga terapi hormon, mengonsumsi vitamin D, dan memiliki anak satu sampai tiga orang.

Dengan memahami faktor-faktor di atas bisa membantu perempuan untuk membuat perubahan positif pada gaya hidup mereka demi mencegah penyakit, termasuk kanker payudara.

 

Dr See Hui Ti, Konsultan Senior dan Onkologi Medis Parkway Cancer Centre (PCC) Singapura. (Istimewa)

Skrining untuk Kanker Payudara

Sementara itu, Dr Georgette Chan yang merupakan Dokter Bedah Payudara dan Bedah Umum Rumah Sakit Mt Elizabeth, Singapura, membagikan tips cara melakukan skrining kanker payudara. Dr Chan menyebut skrining atau pemeriksaan payudara sendiri (BSE) bisa menggunakan jari.

Perempuan bisa mengerakkan jari-jarinya dengan gerakan spiral dari luar ke bagian dalam lingkaran payudara. BSE juga dapat dilakukan dengan cara berbaring telentang.

Menurut Dr Chan, sebagian besar benjolan yang terdeteksi pada pemeriksaan payudara sendiri (BSE) bersifat jinak. Namun, ia menekankan pentingnya BSE biasa untuk mendeteksi setiap perubahan pada payudara.

Skrining tersebut bisa dilakukan sebulan sekali dan ketika telah memasuki usia 20 tahunan. Jika merasakan benjolan, nyeri, asimetri dan perubahan kulit pada payudara, dan setiap debit, retraksi, ruam pada puting saat melakukan BSE, Dr Chan merekomendasikan pemeriksaan tiga kali lipat untuk menilai pertumbuhan kanker payudara.

Penilaian tersebut meliputi pemeriksaan klinis, pencitraan (mammogram, ultrasound, MRI, tomosynthesis), dan biopsi (biopsi inti atau aspirasi jarum halus, atau biopsi mamografi atau dipandu gambar untuk lesi yang tidak teraba).

Secara umum, mammogram adalah alat skrining terbaik untuk kanker payudara dengan kemampuan yang lebih baik untuk mendeteksi kelainan payudara sebelum mereka cukup besar untuk dirasakan selama pemeriksaan payudara. Statistik menunjukkan mammogram reguler pada perempuan berusia 40-69 menunjukkan penurunan risiko kematian akibat kanker payudara sebesar 41% yang signifikan dalam waktu 10 tahun, dan penurunan risiko kanker payudara stadium lanjut sebesar 25%.

Dr Chan menyoroti skrining rutin harus terjangkau dan informatif. Ia menyarankan perempuan untuk segera menemui dokter ketika mereka bergejala, memiliki kelainan pencitraan, atau berisiko tinggi terkena penyakit ini.

Operasi Bedah untuk Kanker Payudara

Jika kanker payudara telah terdeteksi, satu di antara pengobatan yang dilakukan adalah operasi bedah. Operasi kanker payudara definitif berfokus pada pengelolaan payudara dan aksila, dan rekonstruksi payudara.

Operasi bedah bisa dilakukan secara mastektomi, yakni pengobatan bedah tradisional untuk kanker payudara, di mana seluruh payudara diangkat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, eksisi lebar atau operasi konservasi payudara dapat ditawarkan untuk kasus-kasus tertentu, misalnya tumor kecil yang menempati satu aspek payudara, demi mempertahankan sebanyak mungkin payudara normal.

Biasanya, rekonstruksi payudara paling baik dilakukan pada titik mastektomi sehingga semua operasi dilakukan dalam satu tahap. Dokter akan bekerja dengan ahli bedah plastik untuk merekonstruksi payudara menggunakan implan, jaringan pasien sendiri, atau kombinasi tergantung pada preferensi pasien dan jumlah pekerjaan yang diperlukan.

Perawatan Non-Operasi untuk Kanker Payudara

Selain pembedahan, penyembuhan kanker payudara juga bisa dilakukan dengan cara non-operasi. Radioterapi dapat digunakan untuk mengontrol dan membunuh sel-sel ganas sebagai bentuk pengobatan lokal.

Untuk pengobatan sistemik tumor primer dan penyakit metastasis, kemoterapi dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan reproduksi sel tumor. Namun, keterbatasan kemoterapi adalah tidak dapat membedakan sel-sel kanker dari sel-sel normal, sehingga menjadi toksisitas untuk organ sehat lainnya.

“Kemoterapi biasanya diberikan untuk tujuan pencegahan atau pengobatan. Kemoterapi preventif melibatkan pemberian kemoterapi untuk mencegah tumor mengendap dalam darah, sedangkan kemoterapi pengobatan melibatkan pengecilan tumor yang sudah ada,” jelas Dr See Hui Ti.



Di sinilah perawatan baru seperti terapi bertarget dapat menawarkan penyembuhan yang lebih tepat. Dalam terapi hormonal, reseptor estrogen dan progesteron dapat ditargetkan untuk memotong pasokan hormon yang merangsang pertumbuhan kanker.

Sementara itu, Dr Wong Chiung Ing yang juga Konsultan Senior dan Onkologi Medis di Parkway Cancer Centre (PCC) Singapura menyebutkan, masa depan pengobatan kanker dipersonalisasi atau perawatan yang dibuat khusus akan meningkatkan kemungkinan respons pengobatan dan mengurangi risiko dan toksisitas.

“Semakin awal stadium kanker, semakin tinggi kemungkinan pemulihan pasien. Oleh karena itu penting untuk mammogram biasa dan melakukan pemeriksaan payudara sendiri setiap bulan untuk deteksi dini kanker payudara,” jelas Dr Wong yang mendapatkan gelar MBChB, Medicine di The University of Manchester.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya