SOLOPOS.COM - Ilustrasi gagal ginjal. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO–Kasus gagal ginjal kronis di Kota Solo beberapa waktu terakhir mengalami peningkatan. Selain itu, terdapat fenomena di mana kelompok usia produktif harus rutin terapi cuci darah atau hemodialisa akibat menderita penyakit tersebut.

Pergeseran kelompok usia yang harus rutin menjalani cuci darah ini terjadi di beberapa rumah sakit di Kota Solo. Kepala Instalasi Pelayanan Ginjal dan Hipertensi RSUD dr. Moewardi Solo, Agung Susanto, menyebut ada 70 orang hingga 75 orang yang harus menjalani terapi cuci darah dalam sehari.

Promosi Inaugurasi Desa BRILiaN Batch 1 2024, BRI Beri Apresiasi Bagi 40 Desa Terpilih

Jika ditotal ada 250 pasien hingga 300 pasien yang rutin cuci darah di RSUD dr. Moewardi Solo.

Saat ini pihaknya mempunyai 38 mesin untuk hemodialisa, dan berencana menambah menjadi 100 mesin. Menurut Agung, hal ini menjadi komitmen rumah sakit agar memberikan pelayanan terbaik, karena belum mencukupinya mesin bagi pasien cuci darah.

Rata-rata pasien cuci darah juga menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebab, menurutnya biaya yang harus dikeluarkan untuk cuci darah tidak sedikit dan harus dilakukan seumur hidup jika tidak menjalani prosedur transplantasi ginjal.

Sekali terapi cuci darah menelan biaya hingga Rp1,5 juta. Pasien gagal ginjal harus melakukan cuci darah untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah rusak.

“Jika sepekan cuci darah dua kali, itu sepekan bisa Rp3 juta. Sebulan bisa Rp12 juta. Belum ditambah jika ada biaya transportasi pasien,” ujar Agung yang juga Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (26/6/2024).

Konsep gotong royong dalam Program JKN ini menurut dia membantu sulitnya membayar biaya kesehatan. Jadi masalah ini menurutnya harus dipikirkan secara holistik sehingga tidak mengganggu stabilitas perekonomian keluarga pasien.

Terlebih, lanjutnya, saat ini gagal ginjal kronis mulai menyerang usia produktif, di rentang usia 30 tahun hingga 50 tahun, terutama di pasien yang memasuki stadium akhir. Agung menyebut peningkatan ini mulai tampak setelah pandemi Covid-19.

Cara Mengatisipasi Gagal Ginjal

Dia menerangkan ada beberapa cara untuk mengantipasi gagal ginjal kronis. Misalnya dengan olahraga yang teratur disesuaikan dengan usia.

Juga bisa dilakukan dengan mengurangi konsumsi makanan olahan, dan beralih ke makanan yang berserat tinggi dan minim lemak. Pemicu utama gagal ginjal kronis adalah hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik yang menimbulkan komplikasi.

Gagal ginjal kronis juga disebabkan dari penyakit kronis lainnya yaitu diabetes melitus. Penyakit ini, sambung Agung, dipengaruhi gaya hidup masyarakat yang kurang sehat, kurangnya aktivitas dan konsumsi makanan serta minuman yang kurang terkontrol.

“Anak muda yang hipertensi dan diabetes melitus ini karena memang pola hidup yang kurang baik, misalnya mager [malas gerak], kurang olahraga,” ujarnya.

Tingkat stres yang tidak terkendali juga bisa pendorong gagal ginjal kronis, karena memicu saraf simpatis dan parasimpatis yang ujungnya membuat tekanan darah tidak terkontrol.

Tingkat stres ini relevan dengan lebih banyaknya masyarakat perkotaan yang terkena gagal ginjal kronis. Hal ini mengacu pada Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Dalam Angka dari Kementerian Kesehatan.

Terdapat 638.178 jiwa di Indonesia terdiagnosis penyakit ginjal kronis pada 2023. Tercatat sebanyak 374.080 orang dengan penyakit gagal ginjal kronis yang berasal dari wilayah perkotaan, dan sebanyak 264.098 jiwa berasal dari pedesaan.

Jawa Barat menjadi provinsi terbanyak yang tercatat 114.619 jiwa, disusul Jawa Timur sebanyak 98.738 jiwa, dan Jawa Tengah sebanyak 88.180 jiwa.

Pada 2023, penyakit gagal ginjal kronis didominasi oleh kelompok usia 25 tahun hingga 34 tahun, sebanyak 133.887 jiwa. Kelompok usia 15 tahun 24 tahun menempati posisi kedua, sebanyak 133.587 jiwa. Sementara untuk kelompok usia 65 tahun hingga 74 tahun relatif lebih sedikit sebesar 42.858 jiwa.

Berdasarkan status ekonomi, kelompok masyarakat menengah atas paling banyak terdiagnosis gagal ginjal kronis yakni sebanyak 147.605 jiwa.

Selanjutnya berasal dari kelompok status ekonomi teratas sebanyak 145.956 jiwa, dan menengah yaitu 134.549 jiwa.

Manajer Humas dan Pemasaran RS Kasih Ibu Solo, Divan Fernandes, menyebut saat ini ada 250 pasien yang rutin cuci darah di RS setempat. Menurutnya, kapasitas mesin cuci darah saat ini sudah penuh, padahal pihaknya baru saja menambah kapastitas.

Jika mesin penuh, Divan menyebut ada alternatif lainnya yaitu metode dialisis dengan continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD). Di Solo metode ini, bisa dilakukan di RS Kasih Ibu Solo dan RSUD dr. Moewardi Solo.

Menambah Mesin Cuci Darah

Kabag Mutu Layanan Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan Solo, Asri Wulandari, menguraikan ada beberapa penyakit dengan klaim yang terbanyak.

Pertama penyakit jantung sebesar 68,42%, disusul kanker 12,61%, stroke sebanyak 11,72%. Dari total biaya untuk penyakit katastropik yang membutuhkan pengobatan rutin memang mayoritas berasal dari penyakit jantung.



Lebih lanjut Asri menyebut klaim untuk hemodialisa juga cenderung meningkat. Beberapa rumah sakit mulai menambah mesin untuk cuci darah.

“Karena makin banyaknya masyarakat yang terkena gagal ginjal,” ujarnya, dalam media gathering, di Solo, pada Selasa (25/6/2024).

Oleh sebab itu, pihaknya mengaku untuk lebih proaktif sebagai tindakan preventif di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Kepala BPJS Kesehatan Cabang Solo, Debbie Nianta Musigiasari menambahkan hal ini juga dipicu karena masyarakat cenderung mengonsumsi makanan manis ataupun junk food.

Tindakan hemodialisa atau cuci darah ini berbiaya mahal dan harus terus menerus dilakukan untuk perawatan jangka panjang. “Tindakan-tindakan untuk kanker, jantung, gagal ginjal ini biayanya mahal karena harus dilakukan seumur hidup,” ujarnya.

Dia menyebut banyak pasien penyakit-penyakit tersebut yang awalnya mandiri kemudian beralih menjadi peserta JKN. Pihaknya mencatat tingkat universal health coverage (UHC) di Kota Solo sebesar 98,51%.

Tercatat ada 586.166 warga Kota Bengawan yang telah terkaver JKN. Mayoritas berasal dari kelompok PBI APBN sebanyak 192.588 jiwa, kemudian PPU sebanyak 179.628 jiwa, dan PBI APBD tercatat ada 103.277 jiwa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya