SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Panasnya udara siang menyapu lapangan basket SMPN 4 Solo, Rabu (25/7). Meski hawa di luar panas, nyaris tak ada satu ruang kelas pun yang terbuka. Semua kelas dalam kondisi tertutup rapat dengan gorden hijau yang menghias kaca jendela.

Hanya sejumlah kelas yang jendelanya nampak terbuka lebar. Maklumlah kata pejabat Humas SMPN 4, Redy Sarwanto, AC di beberapa kelas itu masih dalam perbaikan. “Rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) semua memang menggunakan AC. Tak hanya itu, masing-masing kelas juga dilengkapi LCD, white board serta laptop,” jelas Redy.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Berbeda dengan sekolah umum lainnya, guru-guru SMPN 4 juga menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Fasilitas serba eksklusif, diakui Redy, merupakan bagian pelayanan sekolah kepada para siswa.

Dengan layanan yang serba wah, menurut Kepala SMPN 4, Hariadi Giarso, jelas tak mungkin apabila sekolah hanya mengandalkan dana BOS ataupun BPMKS. “Walau dalam Permendiknas No 60/2011, sekolah dilarang melakukan pungutan namun pada Permendikbud No 44/2012 sebagai revisi, RSBI boleh menarik iuran untuk menutup kekurangan dana. Aturan itulah yang akhirnya kami jadikan pijakan,” jelas Hariadi.

Iuran komite atau SPP, ujar Hariadi, sampai sekarang belum diputuskan. “Kemungkinan nanti iuran komite Rp200.000 sampai Rp250.000. Sementara untuk sumbangan ya berdasarkan kemampuan orangtua. Tahun lalu kalau tidak salah Rp3 juta/siswa,” jelasnya.

Dengan tingginya sumbangan dari para orangtua atau walimurid, Hariadi mengakui data Disdikpora yang menyebutkan bahwa pada tahun ajaran 2010-2011 uang yang terkumpul hampir senilai Rp1 miliar. “Uang itu untuk macam-macam kebutuhan. Selain biaya operasional juga membiayai studi banding siswa ke luar negeri, di antaranya ke Singapura. Kalau saya tidak salah, saat itu ada 30 siswa yang berangkat dengan biaya masing-masing siswa Rp7,2 juta,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SMPN 18 Solo yang merupakan sekolah plus, Mardiyanto, Selasa (23/7) sore, masih berada di kantor. “Ini masih membahas pembuatan RKAS. Agak pusing kalau BPMKS belum juga turun. Siswa baru belum bisa dapat seragam, masih pakai seragam merah putih,” ujarnya.

Mengandalkan BOS serta BPMKS, Mardiyanto mengaku bisa menutup kebutuhan operasional sekolah. “Kalau hanya standar pelayanan minimal (SPM) kami bisa memenuhi. Tapi kalau maunya lebih dari itu ya sulit sebab dana yang ada mepet sekali. Lain kalau bicaranya tentang sekolah favorit yang sumber dana maupun kebutuhannya macam-macam,” ujarnya.

Sesuai biaya operasional satuan pendidikan (BOSP) yang ditetapkan Disdikpora, kebutuhan masing-masing siswa di sekolah plus senilai Rp110.000/siswa bisa dipenuhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya