SOLOPOS.COM - Ade Darmawan (FOTO/ama)

Ade Darmawan (FOTO/ama)

“Selama ini pemenang Trienale Seni Grafis Indonesia selalu muncul dari kota-kota seperti Jogja dan Bandung. Kita tidak ingin hal itu terulang lagi tahun ini,” kata juri Trienale Seni Grafis Indonesia IV 2012, Ade Darmawan, Sabtu (26/5) lalu.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Untuk itulah penyelenggaraan kompetisi seni grafis ini dibuat berbeda dari sebelumnya. Jika pada tiga kali penyelenggaraan sebelumnya Trienale selalu mengusung sebuah tema tertentu, kali ini tak ada tema yang ditentukan. Seniman grafis dibebaskan untuk membuat karya tanpa dibatasi tema tertentu. Karya-karya mereka didorong untuk memiliki korelasi dengan persoalan politik dan ekonomi.

Selain itu menurut Ade, Trienale Seni Grafis IV ini juga mendorong kembalinya penggunaan teknik cetak konvensional. Teknik ini meliputi teknik-teknik manual seperti cetak tinggi (cukilan kayu/hard board), cetak dalam (etsa dan sebagainya) serta cetak sering (sablon). Penggunaan teknik yang dianggap manual ini diutamakan sebagai media untuk membuat karya seni.

“Sebenarnya teknik-teknik itu dipakai oleh masyarakat luas. Enggak usah menunggu mesin cetak yang mahal. Kalau tukang stempel itu karyanya dianggap grafis, berarti ada banyak sekali media yang bisa kita pakai untuk membuat karya seni hari ini,” kata Ade.

Teknik-teknik konvensional ini pula yang sering diterapkan oleh seniman grafis lokal. Misalnya Eka Rahmawan dan rekan-rekannya yang memakai sablon untuk membuat karya dalam bentuk poster.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya