Lifestyle
Senin, 4 September 2023 - 22:08 WIB

Ketahui Hukum VCS di Indonesia agar Tidak Salah Langkah

Astrid Prihatini WD  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi video call. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-Orang yang menawarkan jasa video call sex atau VCS bisa dengan mudah kita jumpai di media sosial, lalu bagaimana hukum melakukan hal itu di Indonesia? Simak ulasannya di tips seksual kali ini.

Video call sex yaitu bentuk penjualan jasa penghibur di dunia maya, melalui fitur video chat telegram, WhatsApp, Facebook, hingga Instagram. Misalnya dengan mengirim foto atau video yang mengandung hal-hal seksual.

Advertisement

Istilah ini sedikit mirip dengan open BO, hanya saja open VCS biasanya dilakukan tanpa tatap muka langsung. Sedangkan, open BO merujuk pada prostitusi online, di mana hanya transaksi yang dilakukan secara daring, namun keduanya tetap bertemu langsung.

Lalu bagaimana hukum VCS ini di Indonesia? Dikutip dari justika.com, Senin (4/9/2023), pada dasarnya, hukum di Indonesia telah melarang setiap orang untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi. Hal ini tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Terlebih, jika konten pornografi tersebut secara gamblang/eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.

Advertisement

Lalu bagaimana hukum VCS ini di Indonesia? Dikutip dari justika.com, Senin (4/9/2023), pada dasarnya, hukum di Indonesia telah melarang setiap orang untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi. Hal ini tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Terlebih, jika konten pornografi tersebut secara gamblang/eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.

Selain dalam pasal tersebut, open VCS juga bisa dikenai Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang di dalamnya ada frasa melanggar kesusilaan dimana video call sex juga bisa termasuk di dalam hal tersebut.

Adapun konten yang dimaksud sebagai VCS adalah di sini bukan hanya gambar dan foto, melainkan termasuk bentuk konten lainnya mulai dari gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, hingga bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Advertisement

Untuk melihat bagaimana hukum VCS ini di Indonesia, Anda juga perlu memahami bahwa setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; menyajikan secara eksplisit alat kelamin; mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Apabila dilakukan, pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp 3 miliar.

Namun, dilihat dari kacamata konsumen jasa VCS adalah tindakan ilegal, maka berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, konsumen tidak dapat dijerat pidana. Sebab, baik pria dan wanita saling memberikan consent atau persetujuan untuk merekam foto dan video seksual mereka. Dan kemudian konten tersebut hanya diperuntukkan untuk kepentingan pribadi, sehingga tidak masuk dalam ruang lingkup “membuat”.

Advertisement

Perlu diingat bahwa transaksi VCS adalah kegiatan yang dilakukan menggunakan platform digital dan media elektronik. Oleh karena itu, selain UU Pornografi hal ini harus dilihat dengan turut mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU Nomor 19 Tahun 2016).

Merujuk pada Pasal 45 ayat (1) UU No. 19/2016, disebutkan “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Dari sini, perlu Anda garisbawahi kata mentransmisikan. Kata mentransmisikan diartikan sebagai kegiatan mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen eletronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui sistem elektronik.

Advertisement

Mengingat tidak adanya peraturan yang bisa dijadikan dasar hukum, pengguna layanan seksual dengan modus prostitusi online pun tidak dapat diancam pidana. Dengan pengecualian apabila Anda mengirim dan menyebarluaskan kembali informasi atau dokumen elektronik bermuatan kesusilaaan yang dikirimkan oleh penyedia jasa VCS tersebut kepada pihak lain, barulah Anda bisa dikenakan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016.

Meski begitu, layanan video call sejatinya bukan komunikasi satu arah saja, melainkan komunikasi dua arah, di mana kedua belah pihak baik Anda maupun penyedia jasa VCS saling berinteraksi.

Dengan kata lain, yang mentransmisikan konten asusila bukan hanya penyedia jasa VCS, melainkan Anda juga, dengan penyedia jasa VCS adalah sebagai penerimanya. Sehingga, Anda juga berpotensi dipidana berdasarkan UU ITE dan perubahannya jika telah menggunakan jasa VCS.

Perlu diketahui juga di Indonesia bahwa Anda tetap bisa dijerat hukum pidana walaupun belum menggunakan jasa VCS. Nantinya Anda bisa dikenai pidana percobaan yang ada pada pasal 53 ayat 1 KUHP mengenai percobaan melakukan tindak kejahatan, jika tindak pidana itu sudah nyata dan ada permulaan untuk melaksanakannya kemudian tidak selesainya pelaksanaan tersebut bukan karena keinginan sendiri.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif