SOLOPOS.COM - Ilustrasi ramadan. (Dok. Solopos.com)

Solopos.com, SOLO — Dalam menyambut bulan penuh berkah, biasanya khatib akan menyampaikan khutbah Jumat edisi Ramadan yang contohnya ada di bawah ini dengan tema Hikmah Berpuasa sebagai Perisai Diri.

Ramadan merupakan bulan penuh ampunan dan memiliki banyak kemuliaan sehingga sudah sepantasnya umat Islam mengisi bulan penuh berkah tersebut dengan berdoa, memperbanyak ibadah, membaca Al-Qur’an, dan bersedekah.

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

Ditambah lagi jika melakukannya di Jumat, hari yang dimuliakan dalam Islam. Berbagai peristiwa penting terjadi pada hari tersebut, mulai dari diciptakannya Nabi Adam hingga terjadinya kiamat.

Di hari tersebut juga dilaksanakan salat Jumat yang diisi dengan khutbah pendek oleh khatib. Karena bertepatan dengan puasa, biasanya khatib akan membawakan khutbah Jumat bertemakan Ramadan. Nah, berikut ini contoh teks khutbanya yang mengutip laman resmi Nahdlatul Ulama (NU online) tentang Hikmah Puasa Ramadan sebagai Perisai Diri.

Khutbah Jumat Edisi Ramadan

Ma`aasyiral muslimiin, Jemaah Jumat hafidhakumullaah!

Kini, kita memasuki bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Tidak ada dosa yang diperbuat seorang yang berpuasa, yang puasanya dilakukan dengan khusyu’, ikhlas, imanan, dan ihtisaban, kecuali akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no.760).

Menurut catatan Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari bi Syarh Sahih al-Bukhari, yang dimaksud Imanan adalah berpuasa karena meyakini akan kewajiban puasa, sedangkan yang dimaksud ihtisaban adalah mengharap pahala dari Allah Ta’ala. Itulah alasan mengapa Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183 menyebutkan bahwa seruan kewajiban berpuasa itu diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Yaa ayyuhal ladzîna aamanuu, kutiba ‘alaikumush shiyaam. Atas dasar imanan dan ihtisaban, itulah tata cara puasa yang benar, yang membuat pelakunya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Kalau seseorang mendasari puasanya karena dasar iman, mengharap pahala dan ridha Allah, maka tentu hatinya semakin tenang, lapang dan bahagia. Ia pun akan bersyukur atas nikmat puasa Ramadhan yang ia dapati tahun ini. Hatinya tentu tidak merasa berat dan susah ketika menjalani puasa. Sehingga ia pun terlihat berhati ceria dan berakhlak yang baik.

Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah!

Di antara hikmah Ramadhan adalah ada bahwa berpuasa itu adalah benteng atau perisai bagi pelakunya. Rasulullah bersabda:

“Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah berkata keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut menjelaskan bahwa puasa merupakan perisai, selama tidak dinodai dengan perkataan dan perbuatan kotor yang dapat merusak hakikat puasa itu sendiri.

Di dunia, puasa akan menjadi pelindung bagi pelakunya untuk tidak mengikuti godaan syahwat yang terlarang di saat puasa. Oleh karena itu tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk membalas orang yang menganiaya dirinya dengan balasan serupa. Sehingga jika ada yang mencela ataupun menghina dirinya, maka hendaklah dia mengatakan “Aku sedang berpuasa”. Kemudian di akhirat, puasa akan menjadi perisai bagi pelakunya untuk tidak dimasukkan ke dalam api neraka pada hari kiamat.

Dalam konteks puasa sebaga junnah, setidaknya ada tiga manfaat puasa, yaitu faa’idah ruuhiyyah, faa’idah ijtimaa’iyyah, dan faa’idah shihhiyyah. Di antara faedah rûhiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa menjadikan kita membiasakan diri agar berlaku sabar, mengekang hawa nafsu, dan membuat kita untuk selalu mengekspresikan sikap dan karakter takwa dalam segala keadaan, karena memang takwa itulah yang menjadi tujuan khusus dalam berpuasa. La’allakum tattaquun.

Kemudian, di antara faedah ijtimaa’iyyah dalam puasa Ramadhan adalah bahwa kita dibiasakan untuk hidup tertib, disiplin, rukun, damai, dan bersatu padu. Puasa juga mengajarkan kita untuk cinta keadilan dan kesetaraan di antara umat: antara yang kaya dan yang miskin, antara yang pejabat dan rakyat, antara pengusaha dan karyawan, dan seterusnya. Tidak ada perbedaan di antara mereka, semuanya wajib berpuasa ketika telah memenuhi persyaratannya. Bahkan, puasa juga menjadi ajang pembentukan rasa kasih dan sayang, untuk selalu berbuat baik terhadap sesama, karena memang dengan berpuasa, segala pintu dosa dan kemaksiatan menjadi tertutup karenanya. Sedangkan faedah shihhiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa itu membersihkan usus-usus dan pencernaan, memperbaiki perut yang terus-menerus beraktivitas, membersihkan badan dari lemak dan kolesterol yang menjadi sumber penyakit, sehingga orang yang berpuasa menjadi sehat adanya. Shuumuu tashihhuu, kata Nabi. Berpuasalah, niscaya kalian sehat.

Jemaah salat Jumat yang dimuliakan Allah

Oleh karena itu, marilah bulan Ramadhan tahun ini kita jadikan sebagai perisai spiritual, perisai sosial dan perisai kesehatan. Pemilu 2019 sudah berlalu. Biarkah KPU dan Bawaslu yang menentukan proses selanjutnya. Dengan berpuasa, kita bina Indonesia damai. Damai jiwa kita, rukun sosial kita, dan sehat raga kita. Selaku intelektual Muslim moderat, kita jaga perdamaian pasca Pemilu 2019 ini dengan Junnahnya puasa. Jangan sampai puasa kita kali ini, dirusak lagi dengan perkataan keji (qaul az-zûr), ghibah, menebar hoaks, fitnah, ujaran kebencian, dan adu domba, baik secara langsung maupun melalui media digital, media elektronik, televisi, radio, internet, dan media sosial. Biarlah semua itu terjadi di masa kampanye. Tetapi setelah Pemilu, perkataaan dan perbuatan itu kita bersihkan dengan puasa kita yang imanan wa ihtisaban. Kalau semua itu masih kita lakukan di bulan Ramadhan ini, maka kita termasuk orang yang disabdakan Rasulullah:

“Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya, selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad).

Intinya, marilah kita jadikan momen Ramadhan tahun ini sebagai bulan penyucian badan dan rohani dari segala keburukan Pemilu. Kita suarakan pesan damai Ramadhan melalui rekonsiliasi nasional. Karena inilah sikap intelektual Muslim moderat. Hal ini perlu kita gaungkan, agar kita mendapatkan hikmah damai Ramadhan, sehingga bangsa dan negara Indonesia yang tercinta ini, dapat kita jaga dari kehancuran moral.

Saudara-saudara jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah!

Sebagai penutup khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah Ta’ala dalam QS. al-A’raf ayat 96:

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”.

Semoga puasa kita yang imanan dan ihtisaban itu menjadi Junnah bagi kita untuk dapat terus menjaga dan merawat Indonesia yang damai, dengan mendapatkan keberkahan Ramadhan dari langit dan bumi. Amiin yaa rabbal ‘aalamiin.



Demikian contoh khutbah Jumat tentang Ramadan bertemakan Hikmah Puasa sebagai Perisai Diri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya