SOLOPOS.COM - Pemuda asli Nias memperagakan atraksi lompat batu saat pagelaran budaya Nias di Plaza Sriwedari, Solo, Minggu (8/9/2013). (Agoes Rudianto/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Tradisi lompat batu biasanya dipertunjukkan di Pulau Nias. Namun, Minggu (8/9/2013), tradisi itu dipentaskan di pelataran Plaza Sriwedari, Solo, Jawa Tengah.

Tak sebagaimana didaerah asalnya, batu yang dilompati peserta diganti papan dengan ketinggian 2,1 meter. Honesman Mangaraja, 19, pun sukses melompati papan itu. Tubuhnya seolah melayang saat melewati atas papan. Tepukan tangan panjang pun menggema di sekelilingnya tatkala Honesman sukses melompati papan tanpa sedikit pun menyentuhnya.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Honesman, mahasiswa Universitas Atma Jaya Jogja, mengaku lega bisa melewati tantangan tersebut. “Saya belum sempat latihan. Mungkin sudah bakat dari Tuhan,” ujarnya sambil tersenyum.

Untuk melakukan ritual yang terkenal di Indonesia itu, dirinya mengaku hanya memiliki satu resep. Hones, panggilan akrabnya, sesekali berlari mendekati batu tumpuannya untuk melompat. Batu yang berjarak sekitar enam meter dari papan ini wajib dipahaminya agar sukses melaksanakan ritual. “Batu itu harus menjadi teman,” ucapnya.

Di Pulau Nias, lompat batu menjadi sarana untuk menguji kedewasaan seorang pemuda. Lompat batu, menurut Hones, dapat mengukur kesiapan untuk mengarungi tantangan hidup. Tradisi itu juga menjadi ajang latihan perang. Hones berujar, suku-suku di Nias banyak melindungi wilayahnya dengan pagar. Satu-satunya cara untuk menyerang adalah dengan melompati pagar. “Namun, ritual ini sekarang sebatas atraksi wisata dan pelestarian budaya,” kata dia.

Menurut ketua rombongan, Nefos Daeli, kegiatan itu menjadi bagian dari promosi budaya Nias di Solo. Dia menyebut ada 80 mahasiswa Nias yang berkuliah di Solo, Salatiga, Jogja dan Semarang. Selain lompat batu, mahasiswa menyajikan tarian Ya’ahowu atau tari selamat datang, tari Famadogo Omo atau tari menguji kekuatan rumah Nias, tari perang dan tari Maena atau tari persahabatan. “Kami ingin menyampaikan bahwa tempat wisata tidak hanya di Jawa dan Bali. Nias pun memiliki kekayaan wisata yang unik.”

Seorang warga, Dimitri, 28, mengaku terkesan dengan aksi lompat batu ala Nias. Selama ini, dia hanya melihat hal tersebut dari televisi atau majalah. “Kelihatannya susah. Namun luar biasa, orang-orang Nias bisa melakukannya,” tutur warga Serengan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya