SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Dalam akidah Islam ditegaskan bahwa manusia adalah sama-sama diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang sederajat dari aspek asal-muasalnya.

Kesederajatan manusia juga ditegaskan dalam hal tugas dan fungsi yakni sama-sama berkedudukan (status) sebagai hamba (abdun) dan sama-sama berperanan sebagai wakil (khalifah).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Karena itu, kesadaran dan pengakuan selaku hamba ini perlu diwujudkan konkret dalam bentuk ibaadah (cara dan wujud penghambaan) kepada Allah. Ibadah merupakan konsekuensi logis dari kesadaran dan pengakuan sebagai hamba Allah. Karena itu, apa saja yang dilakukan harus berpangkal pada ibadah ini.

Sedangkan kesamaan derajat manusia yang ditunjukkan peranan sebagai wakil (khalifah) mengandung konsekuensi tanggung jawab yang terumuskan dalam sifat yang selalu menjaga diri, sesama manusia dan alam lingkungannya.

Status kesamaan derajat manusia tidak lantas diwujudkan dalam penciptaan fisik yang sama, warna kulit yang sama, bahasa yang sama, dan keunggulan yang sama.

Allah menciptakan kondisi fisik, kemampuan dan keunggulan yang berbeda-beda dengan tujuan agar saling mengenal dan belajar, saling memberi dan menerima, dan saling berlomba dalam mewujudkan kebaikan.

Namun semangat kesamaan derajat dengan tampilan fisik yang berbeda itu masih sering dilupakan oleh manusia sehingga banyak perilaku yang menyimpang dari tujuan.

Dalam praktik kehidupan sehari-hari baik dalam skala lokal maupun global, masih mudah dijumpai kontradiksi antara status ideal manusia dan tujuan yang dikehendaki Allah dengan kenyataan yang dilakukan manusia.

Di antara kontradiksi antara kehendak Allah dengan keinginan manusia adalah Allah menyebutkan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda bahasanya (Ar-Rum/30: 22), tetapi justru dimaknai membangga-banggakan secara berlebih-lebihan terhadap kebudayaan dan peradaban bangsanya sendiri dan kurang menghormati keragaman kebudayaan dan peradaban bangsa lain, bahkan kalau perlu ingin menyeragamkannya.

Begitu juga firman Allah bahwa manusia diciptakan berbeda-beda warna kulitnya (Ar-Rum/30: 22), tetapi justru dijadikan senjata untuk mengklaim dirinya lebih unggul ras, bangsa, dan keturunannya, bukan untuk memperbesar kesadaran perlunya saling menghargai dan menghormati antarras, antarbangsa, dan antarketurunan. Bahkan perbedaan itu menjadi alasan bertikai, membunuh, dan perang.

Allah menciptakan manusia dalam wujud rupa-rupa fisik (At-Taghabun/64: 3), apakah itu dalam wujud bentuk wajah, bentuk tubuh, atau komposisi struktur tubuh, justru tidak jarang dijadikan alasan untuk menyombongkan kecantikan, ketampanan, kegemulaian, keperkasaan, kejelitaan, kegagahan, dan sebagainya.

Lalu hidupnya dilumuri sendiri dengan kehidupan gemerlap (glamor) dan kemewahan tanpa batas, kepercayaan diri yang berlebih-lebihan, dan sebagainya.

Manusia diciptakan berbeda-beda kondisi keunggulannya (Al-Isra’/17: 70), justru tidak jarang dijadikan pengesah untuk menyombongkan keluasan ilmunya, ketinggian pangkat dan jabatannya serta keluasan pengaruhnya, dan kekayaan harta-bendanya.

Lalu muncullah sifat kikir menyebarkan ilmu dan keahliannya, melupakan amanah dari pangkat dan jabatannya, dan berbuat yang kontraproduktif dengan harta-bendanya.

Kesadaran mengenai tujuan penciptaan manusia yang memiliki status kesamaan derajat dengan keragaman kondisi fisik dan keunggulan yang berbeda ini harus terus disuarakan. Agar kehidupan manusia berangusur-angsur menuju kepada kondisi ideal sebagai pembawa kemakmuran dan kesejahteraan di bumi.

 

Mutohharun Jinan
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya