SOLOPOS.COM - Aneka olahan dari kulit pisang. (Rima Sekarani/JIBI/Harian Jogja)

Anda pernah mencoba kerupuk kulit pisang, abon batang pisang, kopi buah pisang, sambal goreng pisang, atau manisan dan sirup bonggol pisang? Bagaimana dengan abon batang pisang, sambal kulit pisang, selai kulit pisang, manisan daun pisang, dan es daun pisang? Di tangan Ratna Prawira, hampir semua bagian tanaman pisang bisa dimanfaatkan. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Rima Sekarani I.N.

Kelompok Wanita Tani (KWT) Seruni terbentuk pada 2009 di Dusun Gamelan, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Awalnya, berbagai produk olahan pangan coba diproduksi. Hingga pada 2011 lalu, hati Ratna, Ketua KWT Seruni, berlabuh pada pisang uter yang banyak tumbuh liar di sekitar lingkungannya.

Promosi BRI Perkuat Kolaborasi Strategis dengan Microsoft Dorong Inklusi Keuangan

“Pisang uter biasanya dipakai untuk pakan burung. Waktu itu satu tandan cuma Rp2.500. Saya hanya berpikir bagaimana biar bisa meningkatkan harga jual dan ternyata rejeki saya memang di sini,” ucap Ratna saat ditemui Selasa (30/9/2014).

Awalnya, KWT Seruni hanya mengolah buah pisang. Namun, ternyata muncul limbah kulit pisang. Ratna lalu berpikir kembali agar kulit-kulit itu tidak hanya jadi limbah.

Tujuh kali uji coba dilakukan Ratna demi menemukan formula yang tepat untuk mengolah kulit pisang. Jika potongan terlalu tebal, kulit pisang akan menghasilkan banyak air saat dicampur bumbu. Jika terlalu tipis, hasil gorengannya kurang renyah. “Tapi sekarang kerupuk kulit pisang ini yang paling laris,” ungkapnya.

Tiada hari tanpa inovasi. Begitulah prinsip Ratna. “Saya suka coba-coba. Walau inspirasi datang tengah malam, saya tetap bangun dan langsung menulis resepnya. Kalau tidak dicatat, saya pasti lupa,” ungkap ibu tiga anak berusia 53 tahun itu.

Maka tidak heran jika hampir setiap bagian tanaman pisang diolah jadi aneka makanan. “Semua organ pisang mengandung serat tinggi. Bahkan saya juga kaget saat uji laboratorium tahun lalu, ternyata batang pisang itu mengandung banyak vitamin A dan C,” kata Ratna.

Hasil olahan pisang uter KWT Seruni sudah beredar di hampir seluruh Indonesia. Bahkan, atas kegigihan Ratna dan para anggota lainnya, KWT Seruni mendapat piagam Adhikarya Pangan Nusantara dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Desember 2012 lalu.

Kini, Ratna lebih aktif sebagai fasilitator dan pendamping dari beberapa KWT di Sleman maupun luar daerah. “Sejak 2013, produksi saya percayakan pada teman-teman KWT. Saya lebih fokus berbagi ilmu,” katanya.

Ratna bahagia bisa menularkan ilmu dan keterampilannya pada banyak orang. Setidaknya ada dua kelompok yang dia dampingi di Sleman.

“Saya juga sempat ke Maluku untuk berbagi tentang ilmu pengolahan pisang. Mereka pun sudah bisa mengikuti pameran sendiri,” ungkapnya dengan bangga.

Yang jelas, kini pisang uter tidak dipandang sebelah mata. Harga per tandannya sudah mencapai Rp25.000. Omzet masing-masing kelompok yang didampingi Ratna pun berkisar antara Rp 4juta hingga Rp 5juta per bulan.

Sementara Ratna mengaku sedang menyiapkan inovasi terbarunya. Uniknya, setiap produk olahan pisang dijual seharga Rp 7.500 per kemasan. “Semakin unik, konsumen semakin suka,” ucap Ratna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya