SOLOPOS.COM - Kue kastengel berbentuk segi empat bertapur keju ditata rapi di loyang oleh para siswi SMKN 7 Solo, Rabu (31/7/2013), sebelum dimasukkan ke oven. (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kue kering SMK Solo

Kue kastengel berbentuk segi empat bertapur keju ditata rapi di loyang oleh para siswi SMKN 7 Solo, Rabu (31/7/2013), sebelum dimasukkan ke oven. (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Bisnis kue kering memang menjanjikan setiap menjelang Lebaran. Bisnis ini tumbuh subur seperti jamur di musim penghujan.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Para karyawan swasta, ibu rumah tangga sampai para siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) berlomba-lomba membikin kue kering dengan variasi yang unik dan menarik. Kue kering bagi masyarakat seolah menjadi kebutuhan pokok saat Lebaran, seperti halnya baju atau pakaian baru.

Seorang karyawan pabrik tekstil asal Pandeyan, Boyolali, Ratna, memiliki sampingan membuat roti. Roti bikinannya dititipkan ke beberapa toko kelontong di daerahnya.

Demikian pula, seorang ibu rumah tangga di Teguhan, Sragen, Nina Kusuma Dewi, pun mencoba membikin kue kering, seperti nastar, kastengel dan putri salju. Kue hasil bikinan Nina dipasarkan sendiri dan ternyata laku, meskipun masih dalam skala kecil.

Seorang pegawai di Sekretariat Panitia Pengawas Pemilu Kota Solo, Nunki Susiana Putri, tak mau ketinggalan. Ia membantu ibunya, Susi Fadsuningsih, yang pernah bekerja di sebuah industri roti terkenal di Solo.

Macam kue yang dibikin Kiki, sapaan Nunki, bersama ibunya lebih banyak variasinya dengan pilihan warna yang unik, seperti nastar, kastengel, nastar keju, putri salju, chocochip, kue kacang, emoticon dan lidah kucing rainbow.

Berbeda dengan para siswa di SMKN 7 Solo. Ratusan siswa kelas X dan XI beramai-ramai membuat kue kering di bawah bimbingan guru mata pelajaran tata boga, Dewsmawati. Para siswa itu terbagi menjadi kelompok-kelompok untuk membuat kue kering secara bergiliran sejak akhir Juni hingga H-2 sebelum Lebaran mendatang.

Variasi kue yang mereka bikin cukup lengkap. Setidaknya ada tujuh macam kue yang mereka buat, seperti nastar, putri salju, keju, semprit, eggroll, gula-gula dan lidah kucing.

“Para siswa di sekolah ini digilir untuk membuat kue ini. Sudah ada jadwalnya yang ditempel di dinding kitchen. Biasanya setiap kelompok mendapat jatah giliran membuat roti selama dua hari. Para siswa itu terdiri atas enam orang siswa kelas XI dan enam siswa kelas X. Kami hanya mendapatkan nilai dari guru selama praktik membuat kue kering ini,” ujar Tiara, 17, salah satu siswi kelas XI patiseri 2, saat dijumpai Solopos.com di sekolah setempat, Rabu (31/7).

Selain membuat kue kering, para siswa SMKN 7 Solo ini juga memasarkan sendiri produk teman-temannya. Dari catatan Desmawati, ada 20 siswa kelas X-XI yang berinisiatif berjualan kue kering. Mereka ada yang berjualan mandiri dan berkelompok. Untungnya pun masuk kocek mereka sendiri. “Jadi anak-anak ini kulakan ke sekolah ini dengan harga grosir. Mereka mau ambil untung berapa, ya terserah mereka. Ada yang ambil untung Rp1.000/toples, tapi ada juga yang sampai Rp5.000/toples,” ujar Desmawati.

Kue produksi SMKN 7 Solo itu diberi label merek SMK Bisa Solo. Desmawati sengaja tak mencantumkan nama sekolah agar para konsumen tidak langsung datang ke sekolah, tetapi lewat anak-anak sebagai marketing.

Produksinya mencapai 150 toples per hari. Kue bikinan siswa ini dijual dengan harga antara Rp8.500/toples hingga Rp25.000/toples. Mahal tidaknya harga kue itu disesuaikan dengan ukuran toplesnya.

Para siswa di sekolah lain juga banyak yang memproduksi kue kering untuk Lebaran. Seperti di SMKN 4 Solo juga membuat kue kering untuk diperdagangkan menjelang Lebaran. Kebetulan sebelum dipindahtugaskan ke SMKN 7 Solo, Desmawati pernah merintis pembuatan kue kering untuk Lebaran di SMKN 4 Solo.

Setelah ditinggal Desmawati, produksi kue sekolah itu masih tetap jalan. “Produksi di SMKN 4 Solo lebih besar daripada di SMKN 7 Solo. Para siswa di sana bisa menghasilkan 300 toples kue kering berbagai macam per harinya. Saya merintis kue kering di sekolah itu sejak tahun 2000 dan sampai sekarang masih jalan,” ujar guru yang baru bertugas di SMKN 7 Solo sejak awal 2013 itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya