SOLOPOS.COM - Mulyanto (FOTO/Dok)

Mulyanto (FOTO/Dok)

Kendala dalam penyusunan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) serta nota jawaban adalah ketidakdispilinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam bekerja. Menjadi rahasia umum bahwa kebanyakan SKPD tidak disiplin dalam pencapaian target kinerja.
Menurut pengamat kebijakan publik dan anggaran dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Mulyanto, seharusnya semua SKPD membuat laporan pelaksanaan kinerja setiap bulan. Apabila laporan triwulan tersusun, tinggal disampaikan kepada Bappeda selaku perancang kebijakan pemerintah daerah yang sifatnya global supaya bisa diukur sejauh mana keberhasilan pembangunan yang sedang dijalankan.
“Masalahnya jangankan laporan triwulan, yang laporan bulanan saja misalnya mengenai realisasi anggaran, target, pemetaan permasalahan, solusi juga tidak dibuat sehingga apabila Bappeda meminta laporan, SKPD-SKPD itu tidak bisa langsung menyediakan. Juga ketika sudah masuk tenggat waktu, laporan asal-asalan yang diberikan. Ini saya amati saat melakukan berbagai macam penelitian,” ujar Mulyanto, pekan lalu.
Sebagai solusi, sambung Mulyanto, biasanya di Bappeda ada beberapa orang yang punya spesialisasi menyusun laporan. Mereka inilah yang diandalkan ketika muncul permasalahan macetnya setoran informasi. Jadi jangan heran, imbuhnya, apabila dalam LKPj maupun dokumen lain banyak informasi yang jangankan kalimat sampai kata-katanya saja sama dengan laporan tahun sebelumnya.
Menurut dia, sulit untuk mengubah perilaku SKPD yang demikian. Satu-satunya jalan, Walikotalah yang harus turun tangan dan memberikan sanksi kepada instansi yang malas. Apabila hanya Bappeda atau instansi lain yang diandalkan jelas tidak akan banyak gunanya karena yang memerintah maupun yang diperintah tingkat eselon maupun jabatannya relatif sama. Padahal Walikota terikat pada PP No 3/2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat  Daerah dan Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat. Kondisi inilah yang ditengarai Mulyanto menyebabkan munculnya LKPj yang dinilai warga asal-asalan dan terkesan copy paste.
“Wajar apabila masyarakat menilai demikian karena begitu dinamisnya kondisi sosial dengan orang yang selalu berbeda-beda, jelas persoalan pembangunan dari waktu ke waktu tidak bisa disamakan. Nah kesamaan pada LKPJ untuk pemetaan persoalan penggunaan anggaran jelas tidak logis.”
Mengenai honorarium untuk tenaga penyusun menurut Mulyanto sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun begitu tidak seharusnya apabila penghitungannya dilakukan di awal tahun. Pasalnya masih mengacu kepada PP yang sama, LKPj dibuat tiga bulan sesudah tahun anggaran berakhir. Secara otomatis jadwal kerja tim penyusun dimulai sejak Januari hingga Maret tahun depannya. “Intinya tak mungkin satu tahun bersamaan dengan tahun anggaran yang dipertanggungjawabkan. Kalau alasannya untuk memudahkan ya tetap tak bisa dibenarkan,” sambung Mulyanto.

Promosi BRI Perkuat Kolaborasi Strategis dengan Microsoft Dorong Inklusi Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya