SOLOPOS.COM - Pongki Pamungkas, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Rental Kendaraan Indonesia (Asperkindo).(FOTO: http://kontan.co.id)

Pongki Pamungkas, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Rental Kendaraan Indonesia (Asperkindo).(FOTO: http://kontan.co.id)

“Tidak semua orang mampu melakukan hal-hal besar, tetapi semua orang mampu melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar“ (Bunda Theresa).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

 

Kalau saja tidak ada orang lain di sekitar saya malam itu, sekurang-kurangnya saya pasti sudah meneteskan air mata, haru. Sulit menggambarkan gejolak hati dan nalar sehat saya menemui fakta di hadapan saya: seorang gadis belia, kelas 2 SMA, demikian mulia hatinya, demikian nyata kegiatan hidupnya bagi kemanfaatan sesama, menjawab pelbagai pertanyaan dari Andy Noya dalam suatu dialog yang sangat inspiratif dan mengharukan.

Malam itu, saya menghadiri acara Kick Andy di Studio Metro TV yang menghadirkan para peraih pemenang Satu Indonesia Awards yang diselenggarakan oleh PT Astra International Tbk sebagai salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) Astra, yang tahun ini telah menginjak tahun ketiga.

Gadis manis nan belia itu, Amilia Agustin, 14, adalah salah satu pemenang kompetisi Astra. Sehari-hari dipanggil Ami, ia adalah seorang pelajar SMA XI Bandung, dari Bojongkoneng, Kelurahan Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, yang karena segenap kiprahnya, mendapatkan julukan ”Ratu Sampah Sekolah”.

Julukan itu diperolehnya karena sejak di SMP Ami telah bergiat untuk mengelola sampah di sekolahnya. Dia membentuk komunitas pengelola sampah, dengan segenap kawan-kawan sekolahnya. Go to Zero Waste School, motto yang digunakannya untuk melakukan kegiatan-kegiatan pengumpulan sampah dan mendaur-ulang sampah-sampah itu menjadi barang-barang yang bermanfaat.

Dengan motto itu, Ami bergerak dan mengajak segenap kawan-kawan sekolahnya untuk mengarungi misi: menciptakan lingkungan sekolah tanpa kemubaziran.

Kemudian di tingkat SMA ia menerapkan metode From Trash to Trashion; di mana ini merupakan tahap lanjut segenap langkahnya pada masa SMP: menyelenggarakan pengolahan limbah plastik dan limbah kain perca menjadi tas-tas cantik plus pengolahan sampah organik dengan metode kompos.

Sangat mengagumkan. Seorang Ami, yang mengaku, awalnya dia adalah seorang gadis pemalu, tampil menjadi seorang gadis yang percaya diri, berbicara dengan runut di depan kamera, dengan substansi yang dalam, dengan semangat (passion) tinggi tetapi tetap dalam aura yang santun, tidak dibuat-buat (genuine) dan selalu berpikiran positif.

“Kekuatan cita-cita, dengan dorongan ibu saya dan ibu guru, ternyata mampu membuat saya yang pemalu menjadi seperti sekarang,” ujarnya.

“Jadi Ami, karena sibuk mengurus sampah, sudah tidak ada waktu dong untuk bermain-main, jalan-jalan ke mal seperti anak-anak seusia Ami?” Andy bertanya.

“Ah, sama kok. Semua kan tetap main-main? Kawan-kawan ada yang bermain di mal. Saya dan yang lain bermain di sampah. Semua kan sama-sama main,” Ami menjawab positif dengan senyum santun.

Pola Pikir

Menurutnya, soal sampah ini lebih banyak berujung kepada pola pikir yang perlu diperbarui. Bila sampah dipandang sebagai suatu benda yang mempunyai potensi manfaat, selayaknya istilah yang perlu dipakai untuk orang-orang yang berkeinginan melepaskan sampah dari dirinya adalah “menabung sampah,” bukan “membuang sampah.”

“Semangat ‘menabung’ adalah semangat positif dibandingkan dengan semangat ‘membuang’,” paparnya.

Dalam semangat itu, lanjutnya, hal strategis lain yang perlu pembaruan dalam pola pikir adalah satu semboyan, karena kita bukan sembarangan, jangan buang sampah sembarangan.

Sungguh, kalimat dari Mia itu sangat dalam maknanya. Jangan buang sampah sembarangan adalah jargon yang secara tradisional sering ditemui. Jargon ini adalah anjuran untuk berbuat baik, bertindak positif. Suatu anjuran benar tetapi ternyata memang tidak cukup menggugah, tidak cukup efektif untuk membangun kultur meletakkan sampah pada tempatnya.

Jangan buang sampah sembarangan adalah suatu predikat dalam suatu kalimat aktif. Namun begitu dikaitkan dengan subjeknya, atau pelakunya jargon tersebut langsung menghentak. Setiap orang, apapun tingkatannya, tidak akan sudi bila mendapatkan predikat ”manusia sembarangan.”

Satu wejangan lagi dari “Ibu guru Ami” yaitu: “Kita tidak membawa warisan dari nenek moyang melainkan mendapat amanah-titipan bumi beserta isinya ini bagi kemaslahatan anak cucu kita pada kemudian hari”.

Saya terkesiap manakala Ami menyatakan kalimat itu. Saya terkesiap karena mendapatkan pencerahan yang amat bernilai dari seorang gadis belia, Ami, yang pandai, mulia, dan santun, yang sangat peduli kepada penjagaan dan pemeliharaan bumi beserta isinya, bagi kelangsungan kehidupan manusia pada masa mendatang.

Akhirul kalam, mengapa dia begitu peduli dan gigih berjuang untuk itu? Akhir tahun lalu, Ami bersama Astra pergi ke Hutan Sarongge di Kabupaten Cianjur Kaki Gunung Gede Pangrango.

Di sana, selain menanam pohon bersama, Ami mengajar anak-anak petani mengolah sampah menjadi kompos. Ketika ditanya mengapa peduli akan lingkungan, Ami menjawab: “Ami sudah hidup di dunia selama 14 tahun, tetapi apa yang Ami perbuat untuk dunia ini?”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya