SOLOPOS.COM - Koordinator perpustkaan Permata,Lazuardi sedang memilih buku diruang perpustakaan, Sabtu (7/7/2012) lalu. Merekalah yang mengurus perpustakan ini beberapa tahun terakhir. (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Koordinator Perpustkaan Permata, Lazuardi sedang memilih buku diruang perpustakaan, Sabtu (7/7/2012) lalu. Merekalah yang mengurus perpustakan ini beberapa tahun terakhir. (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Ada kesibukan di Wisma Mahasiswa Surakarta, Ketelan, Banjarsari, Sabtu (7/7) pagi. Di ruang perpustakaan yang terletak di sebuah gedung berlantai dua, sejumlah mahasiswa sedang menata ulang rak-rak buku. Ini adalah persiapan kecil sebelum perpustakaan bernama Permata itu dibuka kembali untuk umum bulan depan.

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

“Buku-buku di sini banyak yang enggak ada atau jarang ditemukan di perpustakaan lain. Sayangnya di sini belum ada pengelola khusus,” kata Lazuardi alias Dio, mahasiswa Akademi Teknik Mesin Indonesia (ATMI) yang juga menjadi Koordinator Perpustakaan Permata, Sabtu pekan lalu.

Sudah setahun Dio mengelola perpustakaan ini bersama rekan-rekannya di Wisma Mahasiswa Surakarta. Sayangnya, koleksi buku yang mencapai 20.000 eksemplar ini belum sempat dipinjamkan untuk umum. Belum adanya pustakawan yang khusus mengelola buku-buku itulah penyebabnya. Tugas mengelola buku inilah yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh para mahasiswa mengingat mereka bukan dari jurusan terkait. “Padahal di sini ada banyak koleksi buku-buku tua, seperti ensiklopedi yang terbit sebelum kemerdekaan,” ujar Dio.

Itulah yang menyebabkan Perpustakaan Permata jadi kurang dikenal oleh para mahasiswa saat ini. Padahal dulu pada era 1980-1990-an, perpustakaan ini adalah yang paling populer di kalangan mahasiswa. Hal ini tak lepas dari koleksi buku-buku bertema humaniora yang dikenal paling lengkap di Kota Solo. Siapa pun yang ingin mencari bacaan berat, Permata adalah salah satu gudangnya.

Seiring dengan bergesernya tren bacaan anak muda yang cenderung ngepop dan minimnya sumber daya manusia pengelola perpustakaan, surutlah perpustakaan ini pelan-pelan. Dulu ada tiga orang pustakawan yang mengelola ribuan buku itu, namun karena tidak adanya dana, maka terputuslah pengelolaan perpustakaan itu. Pengelolaan itu kemudian dilakukan oleh mahasiswa secara apa adanya. “Mahasiswa di sini mau mengelola, tapi tidak punya kemampuan sebagai pustakawan,” ujar Agus Martono, pendamping mahasiswa di Wisma Mahasiswa Surakarta, Sabtu lalu.

Inilah yang membuat Agus berkeinginan kuat untuk memulai membangun perpustakaan ini kembali dari nol. Banyak yang harus dibenahi mulai dari pengelola, sarana, penambahan koleksi buku, hingga kegiatan yang akan menghidupkan perpustakaan. Namun karena persoalan utamanya adalah keterbatasan dana, langkah yang kini akan dilakukan adalah penggalangan dana.

Agus dan para pengurus wisma pun mulai menggulirkan usaha ini. Mereka kini sedang membentuk panitia khusus untuk mencari tokoh-tokoh di Solo yang berkomitmen menghidupkan perpustakaan dan mau jadi penyandang dana. Targetnya, para mahasiswa angkatan baru yang akan masuk tahun ini sudah bisa menikmati fasilitas perpustakaan tersebut.

Baru setelah ada dana mereka punya kesempatan untuk melakukan hal lainnya. Misalnya penambahan koleksi perpustakaan agar benar-benar bisa menjadi perpustakaan umum. Sementara ini koleksi Permata lebih dianggap cocok bagi kalangan mahasiswa ke atas karena tidak ada koleksi bacaan untuk remaja dan anak-anak. Seiring dengan tekad Agus untuk mendekatkan Permata dengan masyarakat dari semua kalangan, Permata pun ingin membuka diri dengan bacaan populer.

“Untuk itulah nanti biar pustakawan yang mengurusnya. Mahasiswa tetap ikut mengelola, tapi lebih membuat aktivitas yang menghidupkan perpustakaan seperti diskusi dan bedah buku,” kata Agus.

Keinginan Agus memang bukan berhenti pada hidupnya kembali Permata sebagai perpustakaan umum. Lebih dari itu, ada misi kebudayaan yang ada di benaknya. Dia sadar bahwa era digital telah membuat bacaan orang bergeser dari buku menuju teks-teks singkat di internet. Inilah yang ingin diubahnya. “Kita ingin ajak kembali masyarakat ke reading habit, bukan click reading seperti saat ini. Orang akan tahu tentang ide, gagasan dan orang-orang besar lebih dalam dari buku.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya