SOLOPOS.COM - Seorang guru memperagakan gerakan saat mengikuti fashion show,di halaman SD Negeri Kepatihan Solo, Kamis (18/4/2024). Kegiatan yang diikuti 136 siswa mulai dari kelas 1 hingga kelas 6 dan sejumlah guru tersebut dalam rangka memperingati Hari Kartini. (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Solopos.com, SOLO – Publik dibuat penasaran dengan alasan kenapa kebaya identik dengan perayaan Hari Kartini setiap tahunnya yang diperingati pada 21 April.

Tak hanya di Indonesia, pakaian tradisional kebaya juga dikenal di Malaysia yang terbuat dari kain kasa yang dipadupadankan dengan kain sarung, batik, atau kain tradisional lainnya.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Meskipun begitu, kebaya dipercaya berasal dari Arab. Orang Arab membawa baju kebaya, yang dikenal sebagai abaya ke Tanah Air sejak ratusan tahun yang lalu. Kemudian, mulai dikenali hingga ke Melaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya (1996), kebaya berasal dari bahasa Arab ‘Kaba’ yang berarti ‘pakaian’ dan diperkenalkan lewat bahasa Portugis ketika mereka mendarat di Asia Tenggara.

Kata kebaya memiliki arti sebagai jenis pakaian (atasan/blus) pertama yang dipakai perempuan Indonesia pada kurun waktu abad ke-15 atau ke-16 Masehi. Di Indonesia sendiri, saat Hari Kartini 21 April, kebaya kerap digunakan oleh kaum hawa.

Terkait hal tersebut, kenapa sih kebaya identik dengan perayaan Hari Kartini?

Kebaya dipercaya sebagai lambang emansipasi perempuan Indonesia melalui representasi yang menghubungkan kebaya dengan tokoh kebangkitan perempuan Indonesia yaitu Raden Ajeng (R.A.) Kartini. Itu sebabnya, kebaya selau dipakai dalam setiap acara peringatan Hari Kartini yang dilaksanakan setiap 21 April.

Diulas Solopos.com sebelumnya, pemilik nama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat ini lahir pada 21 April 1879. Kartini lahir dari keluarga bangsawan. Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat Bupati Jepara. Ibunya bernama M.A. Ngasirah yang tak lain putri dari seorang kiai atau tokoh agama di Telukawur, Jepara. Konon, R.A. Kartini masih memiliki garis keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI.

Kini, berbagai pihak terus mendorong agar kebaya sebagai salah satu pakaian warisan budaya untuk kaum perempuan bisa menjadi warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO. Ada empat negara yang mengajukan kebaya ke UNESCO, yakni Thailand, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

Itulah alasan kenapa kebaya identik dengan perayaan Hari Kartini pada 21 April di setiap tahunnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya