SOLOPOS.COM - Mahasiswi POK FKIP UNS, memanfaatkan kosnya di Manahan, untuk menjual menu berbuka puasa, Minggu (22/7/2012) lalu.(FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Mahasiswi POK FKIP UNS, memanfaatkan kosnya di Manahan, untuk menjual menu berbuka puasa, Minggu (22/7/2012) lalu.(FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Berjualan menu buka puasa di sore hari kini bukan lagi sekadar usaha kaki lima yang sederhana. Memang banyak yang cuma bermodalkan gelas plastik dan meja ala kadarnya. Kini mulai banyak pedagang takjil yang tampil dengan gaya baru. Dagangan boleh sama tapi lapaknya adalah kendaraan roda empat.

Promosi BRI dan Microsoft Eksplorasi AI demi Akselerasi Inklusi Keuangan di Indonesia

Sabtu (21/7) sore adalah pengalaman pertama Adika Candra Dewa berjualan. Mengenakan celana jeans dan kaus putih, dia dan beberapa rekannya menunggu pembeli sebelah barat pintu belakang kompleks Gelora Manahan. Mereka duduk-duduk di depan sebuah jip merah yang dibawa Adika sebagai tempat berjualan.

“Sebenarnya cuma saya sendiri yang jualan, teman-teman di sini untuk menemani saja,” katanya.

Tak banyak perbedaan menu yang ditawarkannya seperti es koktail, kolak dan makaroni. Namun mobil itu sudah cukup membuatnya tampil beda. Adika memang tidak terlalu banyak membawa barang dagangan karena memang tidak terlalu bernafsu mengejar keuntungan. Yang terpenting bagi pemuda yang baru saja lulus dari SMKN 2 Solo ini adalah memanfaatkan momen Ramadan untuk latihan berwirausaha. “Mumpung lagi liburan, ini kan saya baru saja lulus dari SMK. Sambil menunggu waktu kuliah, ini buat latihan usaha saja,” ujar Adika.

Tidak seperti kebanyakan rekannya sesama lulusan jurusan Otomotif SMKN 2 Solo yang langsung menerima tawaran kerja, Adika memilih berkuliah. Sambil kuliah, dia ingin memiliki usaha sampingan. Ramadan inilah menjadi awalnya.

Bermodal uang Rp180.000, dia menggunakannya untuk memproduksi menu buka puasa sendiri. Menu khususnya berupa makaroni dibuatnya di rumah bersama ibunya. Begitu pula dengan minuman khas berbuka seperti es buah dan es kolak, semuanya digarap sendiri. “Kalau yang macaronie schootle bikinnya bersama ibu, saya membantunya. Risoles dan kolaknya juga.”

Di keluarganya, Adika bukan yang pertama melakukan usaha seperti ini. Dia terinspirasi kakaknya yang selama ini kuliah di UGM sambil berjualan makaroni. Di sana, kakaknya juga menjalankan usaha sendiri mulai dari produksi hingga berjualan. Di Solo, Adika berusaha mulai membuat usaha serupa. Maklum, ibunya memang punya kemampuan memproduksi makaroni dan makanan kecil lainnya.

“Sebenarnya ini belum pernah dijual, jadi ini sekalian jadi percobaan. Kalau bagus, nanti akan lanjut,” katanya.

Pada hari pertama Ramadan tahun ini, usaha tersebut sudah cukup membuatnya puas. Sejak mulai menggelar lapak pada pukul 15.30 WIB, dia menghitung 40% dagangannya terjual sebelum pukul 17.00 WIB. Baginya pencapaian ini sudah lumayan mengingat ada puluhan pedagang lain yang sama-sama menjual menu berbuka puasa.

Menghadapi ketatnya persaingan, dia memang tidak hanya mengandalkan dagangan yang sudah umum. Selain menggunakan mobil untuk memberi kesan berbeda, dia juga menawarkan pulsa ponsel untuk menarik minat orang datang ke lapaknya. “Kami coba dulu di sini [Manahan], kalau bagus ya lanjut, kalau tidak, kami akan pindah ke kawasan kampus.”

Ilustrasi (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya