Lifestyle
Jumat, 16 September 2011 - 13:16 WIB

Penyebab orang mudah marah

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - (thinkstock)

(thinkstock)

Jakarta (Solopos.com)–Setiap orang memiliki respons terhadap amarah yang berbeda-beda, ada yang meluap-luap tapi ada pula yang biasa saja. Penyebab orang mudah marah ini ternyata dipengaruhi oleh kadar serotonin di dalam otak.

Advertisement

Peneliti dari University of Cambridge mengungkapkan fluktuasi kadar hormon serotonin dalam otak akan mempengaruhi bagaimana respons seseorang dalam mengatur kemarahannya, sehingga bisa melihat mengapa seseorang lebih mungkin bersifat agresif.

Studi ini memerupakan yang pertama dalam menunjukkan bagaimana bahan kimia ini membantu mengatur perilaku dalam otak. Hasil studi ini diterbitkan dalam jurnal Biological Psychiatry.

Didapatkan kadar serotonin yang rendah dalam otak membuat komunikasi antara daerah otak dari sistem limbik yang mengatur emosional (amigdala) dan lobus frontal menjadi lebih lemah dibanding dengan orang yang kadar serotoninnya normal.

Advertisement

Kondisi ini menunjukkan ketika kadar serotonin di otak rendah maka akan sulit bagi daerah otak korteks prefrontal untuk mengontrol respons emosional terhadap kemarahan yang dihasilkan dalam amigdala.

Jika komunikasi lemah maka lebih sulit bagi korteks prefrontal untuk mengontrol perasaan marah yang dihasilkan dalam amigdala. Akibatnya orang-orang ini akan cenderung lebih agresif dan paling sensitif.

“Teknologi ini telah membuat kita bisa melihat ke dalam otak dan memeriksa bagaimana serotonin membantu mengatur impuls emosional kita,” ujar Dr Molly Crockett, peneliti dari Cambridge’s Behavioural and Clinical Neuroscience Institute, seperti dikutuip dari ScienceDaily, Jumat (16/9/2011).

Advertisement

Dalam studi ini partisipan yang sehat diubah pola makannya. Pada hari-hari tertentu diberikan makanan yang mengandung sedikit triptofan sehingga menghambat pembentukan serotonin, lalu pada hari berikutnya diberikan makanan dengan akdar triptofan yang normal.

Peneliti kemudian men-scan otak relawan dengan functional magnetic resonance imaging (fMRI) untuk mengukur bagaimana daeah di otak bereaksi dan berkomuniaksi satu sama lain ketika ada emosi tertentu.

(detik.com/tiw)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif