SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Solopos.com, SOLO — Bagi muslim, zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib dipenuhi perintahnya.

Secara bahasa, zakat mengandung beberapa makna, di antaranya At-Thohuru (membersihkan atau menyucikan), Al-Barakatu (dilimpahkan keberkahan), An-Numuw (hartanya tumbuh dan berkembang), As-Sholahu (hartanya beres dan jauh dari masalah.).

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Sedangkan secara istilah, zakat berarti sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh muslim untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya, sesuai syariat Islam.

Islam telah mengatur penerima dari zakat atau mustahik menjadi 8 golongan yakni fakir yaitu seseorang yang tidak mempunyai sumber penghasilan apapun dikarenakan masalah berat yang menimpanya, seperti sakit.

Baca Juga: Ini Beda Zakat Mal dan Zakat Fitrah

Golongan berikutnya yaitu miskin atau orang yang mempunyai sumber penghasilan, tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari; riqab atau hamba sahaya; gharim yakni orang yang mempunyai utang dan kesusahan melunasinya.

Kemudian mualaf yakni seseorang yang baru memeluk agama Islam; fii Sabilillah atau pejuang agama Islam seperti guru mengaji, dll; ibnu sabil yaitu orang yang kehabisan persediaan dalam perjalanan yang jauh; serta amil yakni orang yang menyalurkan zakat.

Zakat sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu zakat mal yakni zakat harta yang dikeluarkan setiap satu tahun sekali yang mengacu pada nisab dan haulnya, dan zakat fitrah yang dikeluarkan pada saat Ramadan yang wajib dikeluarkan sebelum salat Idulfitri.

Penentuan pengeluaran zakat yang detail persyaratannya membuat sebagian orang mengandalkan badan atau lembaga pengelolaan zakat seperti Baznas, Laz, dan Lazis.

Menurut pengurus Baznas Solo, Ahmad Miftahul Falah, penetapan zakat fitrah di Solo tahun ini ditetapkan beras dengan berat 2,5 kg yang disempurnakan menjadi 2,7 kg. Penetapan zakat fitrah diambil berdasarkan dikusi Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkot Solo dan Kementerian Agama yang merupakan stakeholder Baznas.

“Kita ambil yang paling maksimal [beras 2,7 kg] supaya dalam hal ini ada berjaga-jaganya, ada kehati-hatiannya. Sedangkan untuk 2,7 kg itu dirupiahkan sekitar Rp 33.000,” ujarnya saat diwawancarai Espos, Jumat (22/4/2022).

Baca Juga: Begini Cara Membayar Zakat Fitrah Secara Online

Dikatakannya, terdapat beberapa pendekatan dalam penyaluran zakat oleh Baznas Solo. Pertama, pengajuan proposal atau permohonan dari warga solo ke Baznas. Selain itu, pendekatan dengan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di masjid-masjid Solo.

“Sekitar 50% lebih masjid yang ada di Soloa menjadi OPZ Baznas,” tambahnya.

Dari masjid-masjid tersebut akan didata mana warga yang termasuk kategori fakir dan miskin.

“Kita mau mengoptimalkan zakat, infak, dan sedekah [melalui OPZ] yang dikelola masyarakat itu selama ini ada berapa. Kalau enggak seperti itu, kita enggak punya data riil,” ujar Ahmad Miftahul Falah.

OPZ yang bermitra dengan Baznas, lanjut dia, wajib melaporkan data pengelolaan zakat, infak, dan sedekah sebulan sekali dengan harapan bisa terlihat data riil dari masyarakat terkait pengelolaan tersebut di kota Solo.

Akan tetapi, sebagian masyarakat ada yang lebih memilih untuk menyalurkan zakat kepada mustahik tanpa perantara. Salah satu permasalahan yang muncul adalah pemahaman mengenai zakat pada masyarakat awam karena memengaruhi sah atau tidaknya pengeluaran zakat tersebut.

Baca Juga: Hukum Zakat Fitrah untuk Orang Miskin, Apakah Tetap Wajib?

Menurut penelitian yang telah dilakukan di Banjarmasin Utara dengan judul artikel, Budaya Praktek Penyaluran Zakat Fitrah di Masyarakat Banjarmasin Utara Kelurahan Alalak Selatan RT 006/RW 001, kebanyakan masyarakat di sana menyalurkan zakat kepada tokoh agama dan tetangga sekitar yang dianggap tidak mampu secara langsung. Praktik tersebut dilakukan mengikuti tradisi yang tertanam di sana.

Dalam artikel tersebut, salah satu responden menyebutkan alasan mengapa masyarakat yang mampu tidak menyalurkan langsung kepada lembaga zakat pemerintah. Disebutkan bahwa pemerintah kurang melakukan sosialisasi terkait pengelolaan zakat yang dilakukan di lembaga pemerintah. Selain itu, sulitnya akses dan beredarnya banyak berita korupsi yang membuat masyarakat makin sulit percaya dengan lembaga pemerintah.

Di sisi lain, kebanyakan orang lebih memilih menyalurkan zakat dalam wujud uang karena dianggap lebih simpel.

Hanya, di zaman modern seperti sekarang menuntut semua agar lebih praktis, termasuk dalam membayar zakat yang akan lebih simpel jika menggunakan uang.

Baca Juga: Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga, Lengkap dengan Latinnya



Dilansir nu.or.id, Imam asy-Syafi’i yang juga sependapat dengan mayoritas ulama memang tidak membolehkan pembayaran zakat dalam bentuk uang (qimah). Akan tetapi, mempertimbangkan kepraktisan maka Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) pernah memutuskan tentang kebolehan konversi zakat dengan uang dengan mengacu pada ulama yang membolehkan.

Beberapa rekomendasi dari LBM PBNU dalam keputusan antara lain yang terbaik dalam menunaikan zakat fitrah adalah pembayaran dengan beras. Adapun satu sha’ versi Imam an-Nawawi adalah bobot seberat 2,7 kg atau 3,5 liter. Sedangkan ulama lain mengatakan, satu sha’ seberat 2,5 kg. 2. Masyarakat diperbolehkan pula membayar zakat fitrah dengan menggunakan uang sesuai harga beras 2,7 kg atau 3,5 liter atau 2,5 kg sesuai kualitas beras layak konsumsi oleh masyarakat setempat.

Sementara itu, Guru Besar sekaligus Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof. Sagaf S Pettalongi mengemukakan zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim, salah satu tujuannya untuk membantu pemulihan ekonomi masyarakat.

“Untuk memulihkan bencana yang berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakatnya, zakat bisa menjadi satu pendekatan solusi mengentaskan kemiskinan lewat program-program pemberdayaan yang sumber dananya dari zakat,” ucap Prof Sagaf, dihubungi Kantor Berita Antara dari Palu, Senin (25/4/2022).

Baca Juga: Zakat Fitrah: Aturan, Hukum, dan Niatnya

Prof. Sagaf yang juga Wakil Ketua Umum MUI Sulteng itu menerangkan bahwa zakat dalam Islam sebenarnya bertujuan agar tidak adanya akumulasi harta di tangan seseorang. Pernyataan itu merujuk pada Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Alhasyr ayat tujuh.

Menurut dia, zakat dalam Islam merupakan cara Islam untuk mendistribusikan kekayaan agar tidak terjadi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
“Maka zakat menjadi perekat masyarakat yaitu mendekatkan yang kaya dengan yang miskin kepada kemaslahatan, yang dibangun bersama guna terwujudnya persatuan dan kesatuan umat manusia. Yang kuat membantu yang lemah dan yang membutuhkan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya