SOLOPOS.COM - Mulyanto (FOTO/Dok)

Penelitian yang dia lakukan empat-lima tahun lalu masih saja membuat Wakil Direktur Pusat Pengembangan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo,

, tercengang. “Sampai saat ini pun saya masih berpikir bagaimana tak terarahnya pembangunan kota/kabupaten di Soloraya berjalan,” ujarnya, pekan lalu.
Dalam penelitiannya tentang konsep perencanaan pembangunan yang dilakukan di kota/kabupaten Soloraya, para PNS memberikan pengakuan di luar dugaan. Bagi PNS, menurut Mulyanto, perencanaan bukanlah faktor penting. Faktor mutasi PNS sesuai kehendak kepala daerahlah yang menjadi penyebab munculnya pemikiran demikian.
Jabatan pemimpin daerah adalah jabatan politis. Inilah yang menyebabkan faktor mutasi banyak dilatarbelakangi sisi-sisi menguntungkan ataukah merugikan penguasa. “Dengan situasi ini, tidak ada jaminan seorang PNS yang ahli ekonomi pembangunan, misalnya, ditempatkan di Bappeda. Jadi mereka berpikir ngapain bikin perencanaan sampai lima tahun mendatang kalau setahun ke depan sudah dipindah ke DKP misalnya. Perencanaan jadi tak penting kan,” ujarnya.
Imbasnya adalah pada saat penyusunan anggaran. Mulyanto mengajak masyarakat melihat bagaimana anatomi anggaran daerah dari tahun ke tahunnya. Jawabannya, menurut dia, sama. “Yang namanya kegiatan, biasanya uang habis untuk honorarium, makan minum, uang transportasi dan perjalanan dinas (perdin). Semua instansi begitu, setiap tahun selalu seperti itu. Itu cara menghabiskan anggaran paling aman,” ujarnya.
Lebih spesifik lagi untuk perdin, imbuh Mulyanto, ditengarai merupakan salah satu mata anggaran yang paling lentur yang penggunaannya. Dana perdin besar, menurut dia, karena PNS harus banyak melakukan penyesuaian baik itu secara vertikal maupun horizontal.
Penyesuaian vertikal adalah penyesuaian dengan pemerintah pusat yang sering kali memberikan undangan acara secara mendadak kepada pemerintah daerah. Penyesuaian horizontal adalah penyesuaian dengan kepala daerah yang kerap kali membuat agenda tanpa perencanaan alias tanpa anggaran. “Kalau bupati/walikota sudah dawuh ingin menggelar sebuah acara, diambilkan dari mana lagi dananya kalau tidak dari perdin,” ujarnya.
Praktik amplop untuk wakil rakyat, imbuh Mulyanto, juga salah satu penyesuaian horizontal yang harus dilakukan PNS.
Mengacu kepada paparan Mulyanto, Espos mencoba mencari detail penggunaan dana perdin di salah satu instansi pemerintah. Anggota Banggar DPRD, Umar Hasyim, mengatakan detail kegiatan belanja PNS biasanya tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Namun, dokumen yang dimaksud jangankan masyarakat umum dapatkan, wakil rakyat saja kadang kesulitan mengaksesnya karena eksekutif tak memberikannya.
Beberapa hari mencari, akhirnya Espos berhasil mendapatkan DPA tahun 2012 milik Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Paparan Mulyanto tentang mata anggaran yang lentur tergambar di sana. Sebab, dibandingkan dengan kegiatan lain yang volume kegiatannya (jumlah kegiatan) dirinci hingga akhir tahun, perdin justru sebaliknya. Program pelayanan administrasi perkantoran dengan output peningkatan kinerja pelayanan senilai Rp125 juta digunakan untuk perdin koordinasi ke Jakarta, Pemprov Jateng dan provinsi lainnya. Namun masih mengacu kepada DPA, bagan volume kegiatan atau berapa kali perdin tersebut dilaksanakan tidak diisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya