Solopos.com, JAKARTA — RCTI dan iNews TV mendaftarkan gugatan uji materi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke MK pada Juni lalu. Pemohon mendalilkan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran memberi perlakuan yang berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional dan yang menggunakan Internet.
Penyelenggara penyiaran konvensional menggunakan spektrum frekuensi radio. Sementara yang menggunakan Internet yang dimaksud adalah penyelenggara penyiaran yang menggunakan Internet seperti layanan over the top (OTT).
Hadir di Jaringan Telkom, Begini Cara Berlangganan Netflix di Indihome dkk
Menurut iNews dan RCTI, perlakuan berbeda itu lantaran tidak terdapat kepastian hukum penyiaran. Terutama bagi mereka yang menggunakan Internet tiak masuk ke dalam definisi penyiaran seperti diatur Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran atau tidak. Sementara sampai saat ini OTT tidak terikat dalam UU Penyiaran sehingga tidak harus memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia.
Menurut iNews dan RCTI, perlakuan berbeda itu lantaran tidak terdapat kepastian hukum penyiaran. Terutama bagi mereka yang menggunakan Internet tiak masuk ke dalam definisi penyiaran seperti diatur Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran atau tidak. Sementara sampai saat ini OTT tidak terikat dalam UU Penyiaran sehingga tidak harus memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia.
Selain itu juga tidak ada kewajiban OTT atau over on top untuk tunduk pedoman perilaku penyiaran dan standar program penyiaran dalam membuat konten. Hal ini yang membuat OOT terhindar dari sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut apabila gugatan RCTI terkait uji materi Undang-Undang Penyiaran dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi maka masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran langsung dalam platform media sosial.
Dapat Puluhan Juta dari Live Bugil, Bidan Puskesmas Diperiksa Polisi
Apabila kegiatan dalam media sosial itu juga dikategorikan sebagai penyiaran, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum dikatakannya akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.
Selanjutnya perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu menjadi pelaku penyiaran ilegal. Mereka harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana. Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.
Ramli mengakui kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran. Tetapi usulan agar penyiaran yang menggunakan Internet termasuk penyiaran disebutnya akan mengubah tatanan industri penyiaran. Ini juga akan mengubah secara keseluruhan Undang-Undang Penyiaran.
Duar! Kasus Covid-19 di Klaten Meledak 27 Sehari, Terbanyak Wonosari
Solusi yang diperlukan, menurut dia, adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet.