Lifestyle
Selasa, 10 Juli 2012 - 09:49 WIB

Saatnya Perpustakaan Tak Lagi Membosankan

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana Ganesa English Seaking (GES) yang digelar di Perpustakaan Ganesa, Jl. Songglangit 30, Gentan, Sukoharjo, Rabu (4/7/2012) lalu. Ini adalah salah satu cara mendekatkan perpustakaan dengan masyarakat. (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Suasana Ganesa English Seaking (GES) yang digelar di Perpustakaan Ganesa, Jl. Songglangit 30, Gentan, Sukoharjo, Rabu (4/7/2012) lalu. Ini adalah salah satu cara mendekatkan perpustakaan dengan masyarakat. (FOTO: Adib Muttaqin Asfar/JIBI/SOLOPOS)

Sekilas, perpustakaan dan toko buku punya banyak kemiripan secara fisik. Namun di Indonesia ada perbedaan besar di antara keduanya. Toko buku selalu menyediakan buku-buku baru, sedangkan perpustakaan identik dengan buku-buku lama.

Advertisement

“Karena itu kalau mau baca buku baru, lebih baik ke toko buku. Di sana kita bisa baca gratis tanpa harus membeli buku,” ujar Farida, mahasiswa Ilmu Kesehatan UMS, mengungkapkan kebiasaannya.

Pandangan itulah yang ingin dihapus oleh pengelola Perpustakaan Ganesa. Perpustakaan yang terletak di Jl Songgolangit 30, Gentan, Baki, Sukoharjo, ini memang berusaha tampil beda. Koleksi buku-bukunya yang selalu up to date dengan perkembangan pasar buku menjadikannya sebagai perpustakaan umum paling lengkap di luar kampus perguruan tinggi. “Selama ini orang memandang perpustakaan itu buku-buku lama dan membosankan, kami ingin mengubah itu,” kata Ketua LSM Ganesa, Haerul Affandi, yang mengelola perpustakaan itu, Rabu (4/7) lalu.

Advertisement

Pandangan itulah yang ingin dihapus oleh pengelola Perpustakaan Ganesa. Perpustakaan yang terletak di Jl Songgolangit 30, Gentan, Baki, Sukoharjo, ini memang berusaha tampil beda. Koleksi buku-bukunya yang selalu up to date dengan perkembangan pasar buku menjadikannya sebagai perpustakaan umum paling lengkap di luar kampus perguruan tinggi. “Selama ini orang memandang perpustakaan itu buku-buku lama dan membosankan, kami ingin mengubah itu,” kata Ketua LSM Ganesa, Haerul Affandi, yang mengelola perpustakaan itu, Rabu (4/7) lalu.

Untuk mewujudkannya, Affandi dan rekan-rekannya mencoba untuk konsisten menambah koleksi buku-buku baru sesering mungkin. Dalam sebulan, mereka selalu menambah koleksi buku sampai dua kali. Up date koleksi tersebut biasanya terdiri dari buku-buku baru yang sedang beredar di pasaran dan usulan dari para anggota. Salah satu referensinya adalah buku-buku baru yang muncul di toko-toko buku. “Jadi apa yang menarik di toko buku, semua ada di sini,” lanjut Affandi.

Begitulah sehingga koleksi perpustakaan ini berkembang sangat pesat. Pada 2010 saat kali pertama dibuka, perpustakaan ini hanya diperuntukkan bagi para karyawan perusahaan batik dan keluarganya. Namun seiring dengan perkembangan koleksi buku, perpustakaan ini akhirnya dibuka untuk umum. Berdasarkan catatan Affandi, saat ini koleksi buku di Ganesa sudah mencapai 9.800 buku dengan jumlah anggota sekitar 2.500 orang. Karena itu tidak mengherankan jika sirkulasi peminjamannya mencapai 6.700 buku tiap bulan.

Advertisement

Menghidupkan Perpustakaan

Di dalam ruang perpustakaan, Bahasa Inggris bukan lagi sesuatu yang asing. Bukan hanya dari banyaknya koleksi buku berbahasa Inggris, melainkan dari aktivitas yang dibangun di perpustakaan. Salah satunya ada Ganesa English Speaking (GES) yang digelar di ruangan perpustakaan setiap Rabu sore mulai Rabu pekan lalu.

“Awalnya karena ada banyak koleksi buku berbahasa Inggris dan saya sendiri juga alumni Bahasa Inggris. Jadi harus ada komunitas yang ada hubungannya dengan Bahasa Inggris,” ujar lulusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Haluoleo ini.

Advertisement

Pendiri Perpustakaan Ganesa, Michael Mrowka, yang asli Amerika Serikat, menyempatkan diri untuk memimpin forum berbahasa Inggris ini. Namun jangan membayangkan kelas ini seperti kelas conversation di lembaga kursus bahasa asing. Michael datang bukan sebagai pengajar, melainkan melebur dalam forum itu sebagai peserta. “Saya bukan mengajar. Saya mau mempresentasikan tentang quilts batik di Amerika. Di forum ini semua harus pakai Bahasa Inggris,” kata Michael.

Kegiatan ini menarik perhatian berbagai kalangan seperti guru bahasa sampai mahasiswa. Michael sendiri juga menyempatkan diri untuk ngobrol dengan sejumlah pengunjung perpustakaan secara informal.

GES bukan satu-satunya kegiatan yang digelar untuk menghidupkan perpustakaan. Sebelum muncul GES, ada juga kegiatan khusus bagi anak-anak berusia tiga tahun ke atas yang bernama Telling Story setiap Selasa sore. Di sana, anak-anak diajak untuk bercerita, bermain, menyanyi dan mewarnai untuk mendekatkan anak dengan perpustakaan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif