Lifestyle
Selasa, 3 Juli 2012 - 09:41 WIB

Sampah Itu Ditata, Bukan Dihilangkan

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Desain Pengelolaan Sampah di Kelurahan Serengan (FOTO: Istimewa)

Wahyudin

Sampah yang tak dikelola dengan baik bisa menyumbat potensi ekonomi. Itulah yang dirasakan warga Kelurahan Serengan selama ini. Di kelurahan tersebut setidaknya ada Kampung Potrojayan yang lama dikenal sebagai kampung penghasil blangkon dan sebuah makam keluarga keraton. Namun, potensi wisata keduanya tak pernah dikelola maksimal gara-gara keberadaan sampah.

Advertisement

Tak jauh dari sentra penghasil blangkon itu, tepatnya di perbatasan RW VI dan RW X, terhampar sebuah tempat pembuangan sampah (TPS). Di situlah tempat parkir sampah dari seluruh penjuru kelurahan selama berjam-jam sebelum truk pengangkut sampah DKP datang mengangkutnya. “Padahal kadang-kadang truk pengangkut sampah tidak datang tepat waktu sehingga sampah meluber lebih dari sehari,” ujar Wahyudin, mahasiswa Perencanaan Wilayah Kota (PWK) UNS semester VI yang juga warga asli Serengan, Selasa (26/6) malam di Kantor Kelurahan Serengan.

Itulah yang membuat Wahyudin dan Mulyanto (salah satu tokoh warga setempat) tergerak untuk terlibat dalam penataan ulang kawasan ini. Sebenarnya bukan kali ini saja ada rencana penataan, melainkan sudah berkali-kali dilakukan berbagai tim dari UNS. Sayangnya semua itu terhambat oleh keberadaan sampah.

Advertisement

Itulah yang membuat Wahyudin dan Mulyanto (salah satu tokoh warga setempat) tergerak untuk terlibat dalam penataan ulang kawasan ini. Sebenarnya bukan kali ini saja ada rencana penataan, melainkan sudah berkali-kali dilakukan berbagai tim dari UNS. Sayangnya semua itu terhambat oleh keberadaan sampah.

Bersama beberapa mahasiswa PWK dan Arsitektur UNS yang diterjunkan sebagai pendamping, mereka mulai bekerja sejak beberapa bulan lalu. Mereka bukan hanya memetakan soal TPS tapi juga masalah lingkungan dan potensi di kelurahan itu. Hasilnya, mereka tidak akan pernah menghapus TPS tersebut dari peta kelurahan karena juga punya potensi ekonomi. Di samping itu, masyarakat juga butuh TPS tersebut untuk membuang sampah.

“Di dekat TPS itu ada SMP 22 Solo. Ceritanya dulu kalau Bu Wali mau berkunjung ke sana, warga tidak boleh buang sampah ke TPS sampai beliau pulang. Warga pun bingung mau buang sampah ke mana?” ungkap Wahyudin. Dulu sempat ada rencana pemindahan TPS namun warga di sekitar calon lokasi baru menolaknya karena khawatir terganggu oleh sampah.

Advertisement

Agar TPS tidak mengganggu lingkungan, mereka tidak membuat TPS itu jadi tertutup total. Bagian bawah pembatas masih menggunakan tembok bata. Sementara di atasnya diterapkan pembatas berupa susunan bambu yang disusun rapi. “Bentuk pagar bambu ini diadopsi dari batik parang, kemudian dipadukan dengan tanaman bambu jepang yang ditanam sebagai peredam bising.” Selain itu ada penambahan beberapa jenis tanaman dengan harapan mampu mengurangi bau sampah menyebar di sekitar TPS.

Tak cukup hanya mengubah wajah TPS, Wahyudin dan rekan-rekannya berencana mengubah sistem pengolahan sampah. Sadar bahwa truk pengangkut sampah tak bisa diandalkan sepenuhnya untuk membersihkan sampah, mereka juga ingin memadukan TPS dengan instalasi pengolahan sampah. Hal ini dimungkinkan karena sudah ada mesin pembuat kompos yang selama ini nganggur di kantor kelurahan. Kompos yang dihasilkan akan dijual dan mendatangkan pemasukan.

Tempat pengolahan kompos itu sendiri akan menempati bangunan kecil di sebelah utara TPS. Rencananya bangunan itu diubah sedemikian rupa sehingga memiliki sirkulasi, pencahayaan alami dengan atap kaca plus tanaman rambat di dinding. Sedangkan untuk sampah anorganik, warga akan dilibatkan dalam pengelolaan bank sampah. Sampah anorganik akan disetor ke tempat pengolahan sampah dan bisa menghasilkan pendapatan bagi warga. “Ini kami sebut Sipengestu atau Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu.”

Advertisement

Perencanaan inilah yang akhirnya memenangi juara II Lomba Rancang Tata Ruang Dan Lingkungan Solo Eco Cultural City 2012. “Kami malah tidak berpikir memenangkan lomba ini. Menang atau tidak, ini harus bisa jalan,” ujarnya.

Penataan ini diperkirakan butuh biaya hampir Rp100 juta. Pembangunan fisik sebenarnya hanya butuh Rp61 juta, sedangkan selebihnya untuk biaya sosialisasi, pendidikan dan pembuatan sistem. Karena itu meskipun tidak menjadi juara I, masyarakat setempat tetap akan merealisasikan rencana ini.

“Kami akan mengandalkan dana-dana blog grant. Awal tahun depan, kami targetkan sudah terwujud 90% untuk fisiknya.”

Advertisement

Desain Pengelolaan Sampah di Kelurahan Serengan (FOTO: Istimewa)

Advertisement
Kata Kunci : Dihilangkan Ditata Sampah
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif