Solopos.com, SOLO -- Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang memperlemah sistem kekebalan tubuh dan pada akhirnya menyebabkan Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Bagaimana cara mengenali gejala HIV?
AIDS merupakan sekelompok kondisi medis yang menunjukkan lemahnya kekebalan tubuh, sering berwujud infeksi ikutan (infeksi oportunistik) dan kanker. Hingga saat ini, AIDS belum bisa disembuhkan.
Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima
Sebagaimana dikutip dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), beberapa waktu lalu, setidaknya ada 4 tahapan perjalanan HIV menjadi AIDS.
Periode Jendela
Pada tahap ini, virus masuk ke dalam tubuh dan berkembang. Pada tahap ini, bila melakukan tes HIV, virus belum tentu bisa terdeteksi dengan pemeriksaan antibodi darah.
Operasi Protokol Kesehatan Masif di Sragen Sasar Pertokoan dan Jalan
Selama periode ini, tidak ada gejala khusus yang muncul dari penderita HIV. Namun, orang yang terkena HIV sudah bisa menularkan ke orang lain.
Tanpa Gejala
Di tahap ini virus sudah bisa terdeteksi jika melakukan tes HIV dengan tes darah. Namun, di tahap ini tidak ada gejala apa pun dari orang yang terinfeksi HIV. Mereka tampak sehat, meski tergantung juga pada daya tahan tubuh.
Biasanya ini terjadi 5-10 tahun sejak kali pertama terinfeksi. Orang yang sudah terinfeksi disebut dengan ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS).
Muncul Gejala
Ada beberapa gejala yang bisa terjadi pada pengidap HIV tahap ini. Seperti demam berkepanjangan, penurunan berat badan, diare terus menerus tanpa sebab yang jelas.
Ini Pentingnya Jujur terhadap Status Positif Covid-19 yang Dialami
Bisa juga batuk dan sesak napas lebih dari satu bulan terus menerus dan kulit gatal-gatal. Biasanya muncul bercak merah kebiruan menjadi gejala-gejala yang muncul pada tahap ini.
Gejala-gejala tersebut menunjukkan sudah ada kerusakan pada sistem kekebalan tubuh.
AIDS
Tahap ini merupakan tahap akhir di mana kekebalan tubuh sudah sangat menurun sehingga terserang berbagai macam penyakit seperti radang paru-paru (TBC/Tuberculosis).
Bisa juga radang karena jamur di mulut dan kerongkongan, gangguan saraf (toxoplasmosis), kanker kulit, dan infeksi usus. Kemenkes menyebut secara umum kasus HIV di Indonesia cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya, sedangkan kasus AIDS relatif stabil.
Hajatan Makin Ramai, Satgas Jogo Tonggo Jangan Sungkan Ingatkan Soal Protokol Kesehatan
Hal ini mengindikasikan semakin banyak orang dengan HIV/AIDS yang statusnya masih terinfeksi HIV, namun belum masuk stadium AIDS.
Data kementerian menyebutkan pengidap HIV yaitu 62% laki-laki dan 38% perempuan. Sedangkan untuk AIDS, 64% laki-laki dan 38% perempuan. Dari sisi usia, penderita HIV paling banyak berada di usia 25-49 tahun. Pada 2018 ada 33.448 orang di usia rentang itu yang terjangkit HIV.
Tes HIV
Ketika gejala awal HIV tidak sulit terlihat, tes HIV menjadi salah satu cara untuk memastikan seseorang terjangkit HIV atau tidak. Tes darah dan konseling menjadi pintu masuk utama layanan pencegahan, perawatan, dan dukungan pengobatan.
Kemenkes menyebut banyak masyarakat yang enggan melakukan tes HIV/AIDS karena alasan malas dan takut terhadap stigma di masyarakat terhadap para penderita HIV.
Padahal, orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS hanya bisa bertahan hidup bila diberikan obat yaitu berupa obat antiretroviral (ARV).
”Jadi sekalinya kita terinfeksi, kita akan minum obat seumur hidup. Hingga saat ini obat yang ada baru untuk obat yang diminum seumur hidup.”
Kebiasaan Buruk Ini Bisa Jadi Penyebab Kanker Payudara pada Pria
Kemenkes menyebutkan case fatality rate (CFR) AIDS menunjukkan tren penurunan. CFR adalah jumlah kematian (dalam persen) dibandingkan jumlah kasus dalam suatu penyakit tertentu.
Pada 2000, CFR AIDS di Indonesia mencapai 21,38%. Artinya dari total penderita AIDS, 21,38%-nya meninggal. Kini selama dua tahun terakhir (2016-2017), CFR AIDS menjadi 1,08%.
”Hal ini membuktikan upaya pengobatan yang dilakukan berhasil menurunkan angka kematian akibat AIDS,” sebut Kemenkes di Indodatin HIV/AIDS 2018.