SOLOPOS.COM - Ilustrasi hasil pemeriksaan kondisi otak. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19, bertahan di otak dan bagian tubuh lainnya selama delapan bulan. Hal tersebut seperti diungkapkan sebuah studi dalam jurnal Nature.

Seperti disiarkan Medical Daily belum lama ini, untuk sampai pada temuan ini tim peneliti mengumpulkan dan menganalisis sampel otopsi lengkap dari 44 pasien tidak divaksinasi yang meninggal karena Covid-19.

Promosi Oleh-oleh Keripik Tempe Rohani Malang Sukses Berkembang Berkat Pinjaman BRI

Mereka juga melakukan pengambilan sampel ekstensif sistem saraf pusat pada 11 pasien untuk mengevaluasi aktivitas virus di otak.

Dikutip dari Antara pada Kamis (5/1/2023) Setelah menganalisis sampel, para peneliti menemukan SARS-CoV-2 tersebar luas di tubuh pasien yang meninggal karena Covid-19 parah. Virus berada di jaringan pernapasan dan non-pernapasan, termasuk otak pada awal infeksi.

Tim juga menemukan RNA SARS-CoV-2 secara terus-menerus bertahan di banyak organ, termasuk otak, selama sekitar 230 hari atau hampir delapan bulan sejak timbulnya gejala dalam satu kasus.

Mereka melaporkan meskipun ada distribusi ekstensif RNA virus ke seluruh tubuh pada beberapa pasien, hanya ada sedikit bukti peradangan dan manifestasi penyakit lainnya pada tingkat sel.

“Kami berharap dapat mereplikasi data tentang persistensi virus dan mempelajari hubungannya dengan long Covid-19. Kurang dari setahun, kami memiliki sekitar 85 kasus, dan kami berupaya memperluas upaya ini, ” kata salah satu penulis studi Stephen Hewitt.

Sementara dalam penelitian sebelumnya ditemukan bahwa wanita yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) tinggi berisiko lebih tinggi untuk mengalami long-Covid-19, ungkap sebuah studi dalam jurnal PLOS Global Public Health.

Long Covid-19 atau dikenal sebagai sindrom pasca-Covid-19 merupakan kondisi saat gejala selama atau setelah infeksi Covid-19 bertahan selama lebih dari 12 minggu setelah didiagnosis. Gejala dapat berkisar dari batuk, kelelahan, dan sesak napas hingga kabut otak, tinitus, dan nyeri dada.

Seperti disiarkan Medical Daily, belum lama ini, para peneliti mensurvei orang-orang di Norfolk, Inggris Timur Inggris yang didiagnosis dengan Covid-19 pada tahun 2020.

Secara total, sekitar 1.487 orang berpartisipasi dalam survei tersebut. Mereka diminta menjawab pertanyaan tentang pra dan kondisi pasca Covid-19  seperti sesak napas, kehilangan indera perasa atau penciuman, dan penggunaan layanan kesehatan terkait dengan long Covid-19.

“Kami ingin mengetahui faktor-faktor apa yang mungkin membuat orang lebih atau kurang rentan untuk mengembangkan Covid-19 jangka panjang,” kata penulis studi Vassilios Vassiliou dari University of East Anglia’s (UEA) Norwich Medical School.

Dari seluruh peserta, sebanyak 774 atau 52,1 persen mengalami long Covid-19. Namun, lebih banyak wanita yang mengalami gejala tersebut dibandingkan pria.

Menurut peneliti, jenis kelamin pria tampak melindungi dari gejala pasca-Covid-19 dibandingkan dengan jenis kelamin wanita dan memiliki indeks massa tubuh lebih tinggi juga dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena long Covid-19.  Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) long Covid-19 juga lebih sering diamati pada sebagian pasien Covid-19 parah dan orang yang tidak divaksinasi Covid-19.

Menurut peneliti, temuan dari University of East Anglia telah benar-benar membantu organisasi kesehatan dan perawatan lokal untuk mengidentifikasi pasien lokal yang berisiko terkena Covid-19 lama untuk mendukung mereka dalam perjalanan pemulihan mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya