SOLOPOS.COM - Tas batik chaky

Tas model permen

Tas model cangklung

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Tas batik chaky

SOLO–Kain batik ternyata tak hanya dimanfaatkan untuk pakaian atau lukisan. Tas berbahan kain batik juga menarik bahkan bisa jadi usaha yang prospektif. Seperti dilakukan Nani Andriyani yang secara autodidak menciptakan tas sejak 2004 lalu. Kain batik dipotong-potong dengan pola tertentu membentuk tas.

Pada mulanya, model tas yang dibikin istri PNS masih sederhana. Seperti tas yang biasa digunakan para pegawai rumah sakit. Seiring dengan perjalanan waktu, alumnus Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini terus berinovasi menciptakan model baru. “Awalnya enggak PD [percaya diri] menjual tas feminin itu. Tapi di luar dugaan, justru tas buatan saya mendapat respons baik dari masyarakat dalam pameran. Sejak saat itu, saya memiliki semangat untuk terus mengembangkan usaha ini,” ujar Nani saat dijumpai Espos, di kediamannya, di Palur Wetan, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo, Kamis (22/11).

Tas batik itu diberi label Punyaku ini dibuat di rumah produksi yang terletak 500 meter arah selatan Jl Raya Palur-Karanganyar. Untuk mengembangkan pasar, Nani membeli kios di Pusat Grosir Solo (PGS) sejak tiga tahun lalu.

Beberapa pameran ia ikuti antara lain Srawung Batik, SIEM, pameran batik di Semarang dan Pasar Rakyat BRI Sragen. Kini ia memiliki pelanggan tetap di Lampung, Bontang, Lombok hingga Jakarta. Setiap bulan, tas batik dikirim ke luar Jawa sebanyak 200-500 buah.

Desainnya mengikuti tren mode teranyar. Beberapa modelnya antara lain model seperti bungkus permen, ransel, dompet batik, tas mini dan seterusnya. Jahitannya halus. Pemilihan motif batiknya unik. Beberapa model tas menggunakan dua atau lebih motif batik dalam satu produk. Seperti tas slempang bermotif alam dan motif kotak-kotak. Kain batik itu didapatnya dari industri batik di Sragen, Solo dan Klaten.

Sejak 2004, ratusan model tas dibuatnya. Saking banyaknya, Nani sampai lupa berapa model yang dibikinnya. Produksi tas merek Punyaku tergantung pada tingkat kesulitan. Karyawan bisa membuat tas model sederhana 50 buah/hari. Namun bila modelnya rumit, satu karyawan hanya bisa membuat dua buah tas/hari.

Hal berbeda dilakukan Agus Nurudin, pengrajin tas di Kampung Sewu Tengah RT 003/RW 006, Kampung Sewu, Jebres, Solo. Usaha pembuatan tas yang digelutinya bermula dari semangat pemberdayaan masyarakat di lingkungannya. Ia mengumpulkan 10 ibu rumah tangga untuk dilatih membuat tas oleh ahlinya. Pelatihan itu berjalan dua kali dengan peserta yang berganti. Pada awalnya, usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat itu berjalan.

Belakangan, usaha berbasis masyarakat itu kolaps. Para pengrajin tas kembali pada pekerjaan masing-masing. “Pembuatan tas ini butuh kesabaran. Saking rumitnya, setiap hari hanya menghasilkan 2-3 buah. Produk itu pun tak segera dinikmati karena lakunya juga cukup lama. Apalagi tas itu segmennya untuk kalangan ekonomi menengah ke atas. Akhirnya tinggal saya yang bertahan,” jelas Agus.

Agus pernah mendapatkan order dalam jumlah besar untuk diekspor ke luar negeri. Karena keterbatasan sumber daya manusia dan modal, tawaran menggiurkan itu terpaksa Agus tolak. Beberapa temannya yang pernah memiliki kios di PGS juga tak mampu bertahan karena pasokan produksi berhenti. “Sekarang hanya melayani order. Kami menawarkan produk itu melalui jejaring sosial Facebook. Harga jualnya relatif terjangkau, hanya Rp45.000/buah,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya