SOLOPOS.COM - Perbaikan Jl Slamet Riyadi mendapat sorotan dari Komisi II DPRD Solo, Jumat (20/7/2012). Meski dikerjakan delapan orang tenaga ahli namun proses pengerjaan tidak memuaskan lantran menggunakan dua ruas jalan yang rawan menimbulkan kemacetan dan kecelakan. (FOTO: Ayu Prawitasari/JIBI/SOLOPOS)

Perbaikan Jl Slamet Riyadi mendapat sorotan dari Komisi II DPRD Solo, Jumat (20/7/2012). Meski dikerjakan delapan orang tenaga ahli namun proses pengerjaan tidak memuaskan lantran menggunakan dua ruas jalan yang rawan menimbulkan kemacetan dan kecelakan. (FOTO: Ayu Prawitasari/JIBI/SOLOPOS)

Beberapa kali Sugi mencermati persyaratan yang tertera dalam dokumen pengadaan rehab Jembatan Komplang, Solo bersama sejumlah rekannya. Alisnya bertaut namun sekejab kemudian tawanya pecah. Sejumlah rekan yang mendampinginya ikut tertawa bersama.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Pertemuan itu terjadi awal Juli lalu di sebuah gerai kopi sebuah pusat perbelanjaan. Yang membuat para kontraktor tertawa lantaran syarat-syarat lelang yang dicantumkan panitia lelang dalam dokumen pengadaan mereka nilai sangat mengada-ada. Untuk proyek senilai Rp2,3 miliar, kontraktor kecil harus menyediakan delapan tenaga ahli setara sarjana. Syarat berlebihan lain, kontraktor juga harus mengirim neraca perusahaan serta KTP yang berlaku untuk para stafnya.

“Saya tak tahu bagaimana logika DPU. Perusahaan kecil jelas tidak bisa menggaji delapan orang sarjana. Pakai uang apa? Itu ranah perusahaan besar dengan proyek puluhan hingga ratusan miliar. Soal neraca lagi, sebenarnya kan ya tidak perlu ketika sudah ada jaminan penawaran dari bank atau asuransi. Neraca itu dapurnya perusahaan. Begitu pula dengan syarat KTP staf. Ini yang disewa jasa perusahaan kan? Bukan jasa konsultan. Kalau yang disewa jasa konsultan, syarat KTP yang berlaku masih masuk akal. Lama-lama saya cemas nanti ijazah SD sampai SMA saya juga harus dilampirkan,” tukas pelaksana CV Griya Karya ini geleng-geleng kapala.

Satu pekan sesudahnya Sugi dan kawan-kawan berkumpul lagi di tempat yang sama. Saat itu nama pemenang lelang sudah ditetapkan. Sudah bisa ditebak sejak awal menurut Sugi bahwa dia kalah akibat syarat yang ia nilai mengada-ada. Dia dinyatakan gugur lantaran ada KTP staf yang sudah habis masa berlakunya serta tidak adanya bukti sewa atau pinjam alat.

“Yang alasan KTP tak mau saya pikirkan sebab hanya buang-buang waktu. Penyebab yang kedua sebenarnya yang saya nilai keterlaluan sekarang sebab kalau memang ada yang kurang di antara seabrek persyaratan itu sebenarnya kan bisa diklarifikasi. Tidak boleh langsung digugurkan,” tegasnya.

Sugi pantang  menyerah. Pekan ketiga Juli ini dia kembali memberikan informasi tentang niatnya untuk melakukan sanggah banding setelah surat sanggahnya yang pertama tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Tak hanya mempersoalkan jawaban namun dia juga mempersoalkan nilai jaminan untuk sanggah banding.

Merujuk kepada pasal 81 ayat tiga Perpres 54/2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, ungkap Sugi, disebut bahwa jaminan sanggah banding ditetapkan 2 per seribu dari total HPS atau paling tinggi senilai Rp50 juta. Yang memprihatinkan, imbuhnya, meski nilai proyek rehab Jembatan Komplang hanya Rp2,3 miliar namun jaminan sanggah banding menggunakan angka maksimal, hingga Rp50 juta. Sugi menambahkan tak bisa membayangkan angka maksimal juga digunakan untuk proyek bernilai ratusan miliar rupiah.

“Pemerintah sangat diskriminatif. Sekarang saya paham kenapa teman-teman tak ada yang berani sanggah banding. Untung tak sampai Rp50 juta tapi uang jaminan besarnya keterlaluan.”

Terpisah usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi II DPRD Solo, Rabu (18/7), Kepala DPU, Agus Joko Witiarso mengatakan penetapan jaminan lelang sudah sesuai Perpres. Selanjutnya untuk sanggah banding yang dikirim CV Griya Karya saat ini masih dipelajari Pemkot apakah layak atau tidak mendapat jawaban.

Fakta bahwa kontraktor hanya mengirim nilai jaminan sebesar 2/1.000 diakui Agus menjadi kendala. “Tapi ya tidak hanya uang jaminan. Banyak hal yang menjadi pertimbangan kami apakah surat ini layak atau tidak diteruskan kepada Walikota,” tegasnya. Untuk menelaah layak tidaknya surat sanggah banding tersebut DPU dibantu oleh Inspektorat serta Bagian Hukum Setda. Diakui Agus munculnya sanggah banding membuat tahapan pengerjaan rehab jembatan menjadi mundur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya