SOLOPOS.COM - Dokter Spesialis Paru Konsultan Rumah Sakit UNS, Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K)., pada Talkshow Kesehatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2023, yang digelar Solopos Media Group (SMG) dengan tema “Ayo Kenali & Deteksi Dini TBC”. (Istimewa/Tangkapan Layar)

Solopos.com, SOLO — TBC atau tuberkulosis disebut masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Bahkan TBC juga disebut sebagai penyakit menular paling mematikan pada urutan kedua di dunia dan urutan ke-13 sebagai faktor penyebab utama kematian di dunia.

Sebenarnya TBC bisa disembuhkan dengan pengobatan khusus. Namun kuncinya harus teratur dalam menjalani pengobatan.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Pada Talkshow Kesehatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2023 yang digelar Solopos Media Group (SMG) dengan tema “Ayo Kenali & Deteksi Dini TBC”, dijelaskan secara gamblang mengenai TBC khususnya untuk TBC paru oleh Dokter Spesialis Paru Konsultan Rumah Sakit UNS, Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K). Dijelaskan bahwa TBC paling sering mengenai organ paru-paru.

Sebab, penularannya terjadi melalui udara. Menurut Prof. Dr. Reviono, TBC merupakan penyakit inveksi yang disebabkan oleh bakteri yang namnya mycobacterium tuberculosis yang ditemukan tepat di 24 Maret, sekitar 141 tahun lalu.

“Kuman ini karena melalui udara, maka yang terinfeksi adalah paru. Maka gejala yang muncul pertama adalah gejala pernafasan,” kata dia dalam acara yang disiarkan di Youtube Espos Live, Jumat (24/3/2023) tersebut.

Beberapa gejala yang muncul di antaranya seperti batuk yang lama, lebih dari dua minggu dan berdahak. Jika tidak segera ditangani, hal itu bisa menyebabkan gejala yang lebih berat. Seperti sesak nafas dan gejala pernafasan yang semakin memberat.

Di samping gejala pernafasan, ada gejala sistemik atau gejala umum seperti demam, penurunan nafsu makan, dan keringat malam. Jika penurunan nafsu makan tersebut berlangsung lama maka akan terjadi penurunan berat badan.

Namun menurutnya bakteri tersebut tidak hanya menyerang paru. Bisa juga menyerang kelenjar, tulang, ginjal, usus dan sebagainya. Hampir semua organ bisa terkena tuberkulosis .

Namun untuk memastikan seseorang terkena tuberculosis, harus dilakukan pemeriksaan lebih jauh. Untuk itu dia menyarankan pada pasien yang sudah batuk lebih dari dua minggu untuk segera datang ke fasilitas kesehatan atau faskes untuk dilakukan pemeriksaan dahak. Sebab jika terkena TBC maka akan ada bakteri pada dahak tersebut. Ketika terdiaknosis positif maka akan langsung diberi obat saat itu juga.

Mengenai peluang kesembuhan, menurutnya akan sangat tergantung dengan kedisiplinan pasien dalam melakukan pengobatan. Pada TBC yang bakterinya masih sensitif terhadap obat, dengan pengobatan yang teratur, dalam waktu enam bulan sudah bisa sembuh.

“Bahkan saat ini ada regimen baru, hanya empat bulan sudah bisa sembuh. Tapi [pengobatan] tidak boleh terputus,” kata dia.

Jika pasien mengalami putus obat atau pengobatan yang terputus, selanjutnya dokter atau perawat akan mengidentifikasi. Jika pasien sudah tidak teratur minum obatnya menjadikan kerja obat tidak efektif lagi, maka pengobatan harus diulang lagi dari awal. Namun dokter juga akan mempertimbangkan hal lain untuk mengulang pengobatan itu dari awal itu.

Ketika dilakukan pemeriksaan dahak dan hasilnya positif maka akan diulang dari awal. “Namun jika hasilnya negatif, bisa dipertimbangkan untuk melengkapi sampai enam bulan serta dipertimbangkan dilakukan rontgen. Jadi ada beberapa pertimbangan,” kata dia.

Sementara untuk efek samping pengobatan, tidak semua orang sama. Ada beberapa pasien yang sensitif di lambung, sehingga setelah meminum obat menjadi merasa mual. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan mengatur cara minum obat.

Disarankan dalam mengonsumsi obat dilakukan sebelum makan atau saat lambung kosong agar penyerapannya lebih baik. Namun jika lambung tidak mampu atau cukup sensitif, obat dapat diminum setelah makan. Menurutnya itu pun masih bisa ditambahkan dengan obat-obat lambung atau untuk mengurangi mual.

Sedangkan dalam masa pengobatan, zaman dulu dilakukan dengan sistem isolasi atau sanatorium. Namun sekarang bisa dengan infection control yakni dengan mengenakan masker, tidak keluar, kemudin menjaga jarak, seperti penanganan pada pencerita Covid-19.

“Sebab TBC itu penularan dengan droplet, sehingga dengan jarak dua meter [droplet] sudah jatuh ke tanah. Namun pasien harus memakai masker dan menutup saat batuk serta menghindari jangan kontak dengan anak balita dan orang tua yang rentan,” jelas dia.

Dia mengatakan, biasanya setelah dua bulan pengobatan, konsentrasi kumannya dalam dahak bisa sangat berkurang sehingga dianggap tidak terlalu infeksius dan bisa kembali beraktivitas. Pada dua bulan tersebut biasanya pasien sudah pulih dan sudah tidak batuk.

Itu yang menjadikan adanya risiko putus obat sebab pasien sudah merasa sehat. Untuk itu, pihaknya mengimbau, meski kondisinya sudah mulai merasa pulih, tetap harus menjalani pengobatan hingga tuntas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya