SOLOPOS.COM - Kepala Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK-UGM), Budi Yuli Setianto memberikan contoh melakukan pijat jantung. (JIBI/Harian Jogja/Humas UGM)

Harianjogja.com, SLEMAN-Orang yang tiba-tiba tidak sadarkan diri belum tentu dapat diartikan sebagai pingsan. Bisa jadi orang tersebut terserang Henti Jantung Mendadak (HJM). Tanpa penanganan yang tepat, orang tersebut dapat berakhir dengan kematian.

Kepala Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK-UGM), Budi Yuli Setianto menyampaikan selama ini orang cenderung mendefinisikan orang yang tidak sadar dengan pingsan.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

“Apalagi kalau terjadi di luar rumah sakit. Umumnya penderita hanya dioles minyak untuk menyadarkan. Karena masyarakat tidak mengenali kalau itu adalah HJM yang perlu diresusitasi,” paparnya pada Rabu (27/8/2014) di Perpustakaan FK UGM usai bedah buku “Peran Awam pada Henti Jantung Mendadak”.

HJM, kata dia, mayoritas diawali dengan kondisi pasien tidak sadar. Namun jika diperhatikan secara seksama, detak jantung dan nadi pasien akan hilang. Penyakit ini terjadi karena adanya gangguan irama pada jantung ataupun akibat penyempitan pembuluh darah jantung.

Budi Yuli menyebutkan kematian mendadak akibat HJM bisa dicegah dengan tindakan resusitasi untuk memulihkan fungsi pernafasan dan fungsi jantung yang terganggu. Resusitasi bisa dilakukan melalui dua cara yaitu pijat jantung luar dan dengan kejut listrik.

“Jika HJM terjadi dirumah pertolongan pertama yang dilakukan dengan pijat jantung ini. Dengan cara ini bisa meningkatkan kelangsungan hidup hingga 14 persen,” terangnya.

Dengan pemahaman dan keterampilan yang cukup diharapkan masyarakat bisa langsung mengenali tandanya dan segera melakukan resusitasi apabila menemui pasien dengan henti jantung.

“Selama menunggu datangnya pertolongan tenaga medis dari rumah sakit, masyarakat bisa melakukan pijat jantung yang bisa meningkatkan survivale rate dari pasien,” tegasnya.

Tindakan resusitasi dilakukan dengan  melakukan kompresi dada yang berkualitas tinggi. Langkah tersebut dilakukan dengan kompresi dada dengan cepat dan keras ditengah dada. Kompresi diberikan dalam jumlah yang memadai yaitu 30 tekanan dengan kecepatan 100 kali per menit. Selain itu juga meminimalisir gangguan dari luar.

“Waktu melakukan kompresi sebaiknya dilakukan secara bergantian karena kalau penolong kelelahan dikhawatirkan juga bisa terkena HJM,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya