SOLOPOS.COM - Pemerhati pendidikan anak, Hasto Daryanto (Eni Widiastuti/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Setiap manusia sesungguhnya memiliki potensi masing-masing. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi seseorang untuk dimanjakan atau memanjakan orang lain.

Itu pasalnya, kendati melibatkan kakek dan nenek mengasuh anak Anda bisa menyenangkan mereka, namun risiko anak terlalu dimanjakan harus diwaspadai. Pemerhati pendidikan anak, Hasto Daryanto, mengungkapkan jika ada seseorang yang ingin dimanjakan, berarti dia tidak menyadari potensi yang dimiliki.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Menurutnya, jika ada seseorang yang memanjakan orang lain, berarti dia kurang memahami makna kehidupan yang sesungguhnya. Ketika seorang anak menjadi pribadi yang manja, biasanya lingkungan terdekat yang mempengaruhinya.

“Seseorang dikatakan memanjakan orang lain, jika orang tersebut mengambil alih tugas yang seharusnya menjadi kewajiban orang lain itu. Misalnya orang tua memanjakan anaknya jika orang tua mengambil alih tugas perkembangan yang sebenarnya sudah bisa dilakukan anak,” jelasnya saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Selasa (17/12/2013).

Ia mencontohkan seorang anak usia 2-6 tahun sebenarnya sudah bisa membawa tasnya sendiri. Tapi dengan alasan kasihan, orang tua sering membawakan tas anaknya. Perilaku sederhana itu menurut Hasto sudah termasuk kategori memanjakan anak. Idealnya, orang tua atau orang yang lebih tua di sekitar anak, memantik atau mendorong anak untuk melakukan sesuatu yang mampu ia lakukan. “Bukan mengambil alih tugas anak,” ujarnya.

Jika orang-orang di sekitar anak terbiasa memanjakan anak, terangnya, anak tersebut tidak akan mampu menyelesaikan tugas yang seharusnya ia lakukan. Akibatnya ketergantungan anak tersebut terhadap orang lain akan semakin besar atau kemandirian anak akan semakin berkurang. Jika anak tersebut cenderung pasif, dia akan menjadi pemalas. Jika anak cenderung aktif, dia akan menjadi pemberontak atau memaksa orang lain selalu menuruti keinginannya. Bahkan mungkin anak tersebut akan menjadi perampas atas pemenuhan hak-haknya. “Kondisi terparah, anak akan menjadi orang yang pandai menuntut hak, tapi tak mau melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu,” terangnya.

Akibat selanjutnya, kata Hasto, anak menjadi pribadi tidak mandiri dan tidak produktif. Anak tipe ini bukan hanya akan merepotkan orang tua, tapi juga bisa menjadi beban sekolah, masyarakat bahkan negara.

Senada, psikolog dari Yayasan Angkasa Jaya Solo, Faifda Ariani, mengatakan anak yang terbiasa dimanjakan biasanya akan menjadi pribadi egois. Pasalnya anak tersebut tidak belajar nilai kehidupan bahwa tidak semua keinginannya harus dituruti karena boleh jadi keinginannya justru berdampak buruk baginya. Jika terus menerus dimanja, anak cenderung menjadi pribadi yang menghendaki kebebasan, tidak tahu aturan dan cenderung semaunya sendiri dalam kehidupan. “Sebaliknya jika anak terbiasa dikenalkan dengan aturan sejak dini, dia akan belajar disiplin dan nantinya lebih mudah diatur,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya