SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO–Berbagai topi kini makin kaya kreasi. Belangkon termasuk dalam topi-topi unik tersebut. Proses pembuatan belangkon cukup sederhana dengan memanfaatkan kertas koran daur ulang. Awalnya kayu berbentuk bulat dibalut kain warna hitam.

Kain itu dilapisi lem yang terbuat dari pati kanji. Kertas koran yang dipotong khusus ditempelkan di bagian atasnya sampai lima lapis. Semakin tebal lapisan korannya, semakin berat bobot belangkonnya. Setelah itu kain jarit diletakan menutupi lapisan kertas koran tadi. Baru di bagian samping dihiasai jarit yang didesain melingkar. Jadilah belangkon ala Solo.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Dua orang remaja itu bekerja secara borongan di industri kecil pembuatan belangkon milik pemuda bersaudara, Agus Retno Wibowo, 21, dan adiknya, Aris Setiawan, 16. Dua orang pekerja itu diberi upah cukup tinggi, yakni Rp1.500/buah. Dalam sehari masing-masing pekerja bisa menghasilkan 30 buah belangkon. Praktis penghasilan pekerja borongan itu mencapai Rp45.000/hari. Makan siang mereka pun ditanggung Agus dan Aris.

Usaha yang terletak di RT 003/RW 004, Kampung Sewu, Jebres, Solo itu bertahan selama satu tahun terakhir. Semula Aris yang memulai usaha dengan modal Rp1 juta. Sebelumnya Aris belajar membuat belangkon di tempat saudaranya yang tinggal di dekat pintu air Kampung Sewu selama tiga bulan. Setelah mahir, ia berusaha mandiri. Hasil produksi awalnya sering dijual ke Pasar Klewer dan ternyata laku keras. “Awalnya, adik saya beli kain jarit di Pasar Klewer. Saat itu si penjual tanya. Mau buat apa? Lalu Aris bilang mau bikin belangkon. Lalu, si penjual malah meminta setelah jadi dikirim ke sini saja. Sejak itu kami memiliki pelanggan pertama,” ujar Agus yang diamini Aris, saat ditemui , Jumat (7/12).

Saat itu, Agus belum membantu adiknya, karena masih bekerja di perusahaan swasta. Namun melihat si adik yang kewalahan memenuhi permintaan, Agus pun terpanggil membantu. Agus keluar dari pekerjaannya dan bergabung bersama Aris mengembangkan usahanya. Saking banyaknya pesanan, mereka mencari tenaga kerja dan baru menemukan dua orang pekerja.

Dalam sehari, mereka mampu memproduksi sebanyak lima kodi atau 100 buah belangkon. Belangkon-belangkon itu dijual dengan harga bervariasi Rp5.000-Rp7.250/buah. Belangkon hasil karya mereka hanya khusus untuk anak-anak dan remaja. Kini, mereka baru pesan cetakan belangkon untuk ukuran orang dewasa. Penghasilan mereka lumayan. Omzet per bulan berkisar Rp7,5 juta-Rp9 juta. Mereka tak hanya memasok pegadang Pasar Klewer, tetapi sejumlah pelanggan di Demak, Jogja dan Purwodadi.

Berbeda dengan Sri Mulyani, 32, tetangga Agus dan Aris yang juga memproduksi jenis topi. Penutup kepala buatan Sri ini bukan belangkon, tetapi topi sekolah, topi drumband, dan jenis topi lainnya. Sri menekuni usaha itu sejak 2000 lalu. Usaha Sri tak datang tiba-tiba, seperti Agus dan Aris. Sri hanya melanjutkan usaha sang ayahnya, Khoirul. Bukan hanya Sri yang meneruskan usaha orangtua, tetapi saudara lainnya juga melanjutkan warisan orangtua itu.

“Dulu karyawan saya hanya 1-2 orang. Kini, kami memiliki enam orang karyawan yang rata-rata tetangga. Pesanan paling banyak topi drumband dan topi sekolah. Belakangan saya mendapat order topi karangtaruna sebanyak 600 buah dari Surabaya. Selain topi drumband dan sekolah, saya sering menerima pesanan topi sesuai permintaan pelanggan,” ujar Sri, saat dijumpai Espos di rumahnya.

Dalam sehari, Sri mampu memproduksi 100 buah untuk topi drumband. Tapi untuk 100 buah topi sekolah butuh waktu dua hari. Order topi buatan Sri rata-rata berasal dari luar Jawa, seperti Kalimantan. Setiap dua bulan sekali dipastikan bisa kirim 1.000 buah topi ke luar Jawa melalui jasa pengiriman barang. Hasil produksi topi berlabel Mandiri itu dijual Rp8.500-Rp25.000 untuk topi drumband. Namun untuk topi sekolah harganya berkisar Rp12.500-Rp35.000/buah. Murah atau mahalnya harga topi tergantung pada bahan yang digunakan.

Dengan usaha itu, Sri bisa meraup keuntungan sampai Rp60 juta per bulan atau praktis Rp2 juta per hari. Omzet itu belum dikurangi upah harian enam orang pekerja, masing-masing Rp25.000/hari. Para karyawan itu menerima upah dari Sri setiap pekan sekali.

Hampir sama dengan usaha Teguh Waskito, 54, seorang pengusaha topi di RT 001/RW 002, Langenharjo, Grogol, Sukoharjo. Ketua RW itu merintis usahanya sejak 1982. Karena sudah pengalaman, order yang diterimanya enggak hanya berasal dari Soloraya, tapi bisa tembus sampai Australia dan Timor Leste. Meskipun usaha skala ekspor, omzet Teguh terbilang masih di bawah Sri Mulyani, yakni rata-rata di atas Rp10 juta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya