Lifestyle
Senin, 24 Oktober 2011 - 08:56 WIB

Warga Sruni olah susu jadi kerupuk...

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

CAMILAN RINGAN-Setiti, warga Desa Sruni, Kecamatan Musuk menunjukkan hasil kreasinya yaitu camilan kerupuk berbahan dasar susu sapi perah. Kerupuk buatannya kini merambah ke berbagai daerah. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

Solopos.com–Susu sapi merupakan salah satu potensi yang dimiliki Kabupaten Boyolali. Di tangan para warganya dengan bahan dasar dari susu sapi perah ini bisa diolah menjadi berbagai makanan dan minuman yang lezat.

Advertisement

Salah satunya kerupuk susu yang dibuat oleh seorang warga asal Desa Sruni, Kecamatan Musuk. Adalah Setiti, warga setempat yang mengubah susu menjadi camilan yang enak dimakan.

“Saya mulai membuat kerupuk susu ini pada tahun 2008. Saat itu, kondisi tengah kepepet karena saya baru saja kena PHK,” ujarnya saat ditemui Espos, akhir pekan kemarin.

Advertisement

“Saya mulai membuat kerupuk susu ini pada tahun 2008. Saat itu, kondisi tengah kepepet karena saya baru saja kena PHK,” ujarnya saat ditemui Espos, akhir pekan kemarin.

Saat berada dalam situasi sulit itulah, perempuan yang akrab dipanggil Titik ini menemukan resep membuat kerupuk berbahan dasar susu.

Bahkan, Titik tak segan-segan untuk berbagi resep membuat kerupuk miliknya. Cara membuat camilan ini cukup mudah. Ia menggunakan bahan-bahan lain seperti tepung tapioka dan terigu. Bahan pendamping itu lantas dicampur dengan bumbu-bumbu antara lain bawang, tumbar, terasi serta garam.

Advertisement

“Kerupuk susu ini dijual dengan harga cukup terjangkau yaitu Rp 25.000 per kilogram nya. Usaha pembuatan kerupuk ini saya kembangkan sendiri,” imbuh perempuan berjilbab ini.

Ia pun menggunakan berbagai cara untuk mempromosikan produk buatannya. Antara lain, ia mengikuti beragam pameran produk makanan. Selain itu, ia juga menawarkan ke tetangga-tetangga terdekatnya. Dari situlah, kerupuk buatannya mulai didistribusikan ke daerah seperti Jogjakarta dan Soloraya.

Menurutnya, kendala utama adalah di bidang pemasaran. Ia juga belum mendapatkan izin dari Dinas Kesehatan (Dinkes) maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). Alhasil, ia belum dapat mengedarkan produknya lebih leluasa.

Advertisement

Meskipun demikian, Titik mengaku kehidupannya setelah berwirasusaha jauh lebih baik. Jika dulu saat menjadi buruh, ia banyak terikat. Namun, kini ia bisa mengatur sendiri baik jadwal serta keuangannya.

“Permintaan akan kerupuk ini cenderung meningkat. Semoga izin bisa didapatkan sehingga produk kami ini bisa beredar luas,” pungkasnya.

(Farida Trisnaningtyas)

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif