Lifestyle
Selasa, 11 Desember 2012 - 08:16 WIB

WISATA MERAPI: Membangun Kenangan untuk Anak Cucu

Redaksi Solopos.com  /  Galih Kurniawan  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bangunan sisa-sisa terjangan erupsi Merapi 2010 (Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)

Bangunan sisa-sisa terjangan erupsi Merapi 2010 (Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)

SLEMAN—Pascaerupsi Merapi 2010 lalu, banyak permukiman warga di sekitar lereng bak kota mati karena ditinggal penghuninya. Rumah-rumah yang rusak diterjang awan panas dibiarkan begitu saja. Warganya pindah ke hunian relokasi.

Advertisement

Rumah yang terkena dampak erupsi Merapi yang tidak ditempati lagi justru menarik banyak wisatawan domestik atau mancanegara yang hilir mudik di bekas permukiman warga tersebut. Mereka ingin menyaksikan langsung bagaimana kondisi rumah yang rusak diterjang awan pyroclastic atau populer disebut wedhus gembel itu.

Di antara rumah-rumah tak berpenghuni yang banyak dikunjungi wisatawan di Dusun Kopeng RT 01 RW 03, Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman. Lokasi yang berjarak sekitar tiga kilometer dari rumah Juru Kunci Merapi (alm) Mbah Maridjan ini menarik banyak wisatawan.

Advertisement

Di antara rumah-rumah tak berpenghuni yang banyak dikunjungi wisatawan di Dusun Kopeng RT 01 RW 03, Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman. Lokasi yang berjarak sekitar tiga kilometer dari rumah Juru Kunci Merapi (alm) Mbah Maridjan ini menarik banyak wisatawan.

Ada satu rumah rusak terkena erupsi dihias dengan pajangan barang-barang yang juga rusak terkena awan panas. Mulai dari kerangka sapi, kerangka motor, hingga perabotan rumah tangga masih ada di rumah itu. Bahkan jam dinding yang menunjukkan waktu terjadinya erupsi yakni pukul 12 malam lewat 5 menit 40 detik masih terpajang. Tak pelak rumah tersebut oleh pemiliknya diberi nama Museum Mini Sisa Harta Kami.

Semua benda yang dipajang murni benda-benda yang pernah terkubur lahar Merapi. “Benda-benda ini  sengaja kami cari dan kumpulkan di sekitar rumah” ujar Sriyanto, pemilik rumah itu saat ditemui Harian Jogja, beberapa waktu lalu.

Advertisement

Meski banyak dikunjungi wisatawan, Sriyanto tidak memasang tarif masuk museum mini miliknya. Dia hanya menyediakan kotak infak sukarela. Tanpa diberi sumbangan pun, ayah dua anak ini dengan senang hati menjelaskan kepada wisatawan yang ingin bertanya soal benda-benda itu.

Ada sekitar 50-100 wisatawan yang singgah di museum Sriyanto setiap harinya. Bahkan bila musim libur atau bisa lebih 200 orang wisatawan yang datang. “Tanpa bayar pun saya senang banyak yang berkunjung ke sini” katanya.

Museum Sisa Harta Kami ini hanya bisa dikunjungi siang hari. Sebab, Sriyanto dan istrinya  kembali ke rumah Hunian Tetap (Huntap) Pager Jurang Umbulharjo menjelang sore.

Advertisement

Selain rumah Sriyanto ada beberapa rumah lain yang juga dijadikan semacam museum. Benda-benda yang terkena dampak erupsi dipajang di sekitar rumah.

Ferdy Antoni, 26, salah satu wisatawan asal Jakarta mengaku terkesan bisa melihat fenomena alam pascaerupsi Merapi. “Saya kalau tidak diajak sama sopir Jeep tidak tahu ada koleksi benda-benda bekas erupsi,” katanya. Dia berharap koleksi bernilai itu bisa dirawat dan ditempatkan di lokasi khusus.

“Mestinya museum ini dikelola pemerintah biar lebih terjaga dan terawat,” harap Ferdy.

Advertisement

Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sleman Safitri Kumala Dewi mengatakan, sudah ada grand design wisata di kawasan lereng Merapi. Rencananya lereng Gunung Merapi bagian timur memang akan dijadikan kawasan wisata berkaitan dengan fenomena alam erupsi, baik itu permukiman atau lahan yang terkena dampak langsung erupsi.  “Sementara ini masih dalam pembicaraan apakah lahan desa mau diambil pemerintah untuk dikembangkan. Karena lahan itu milik desa dan penduduk” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif