SOLOPOS.COM - Ilustrasi memasukkan surat suara ke kotak suara. (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Pemilu 2024 sudah di depan mata, lalu bagaimana hukum golput dalam Islam? Pertanyaan ini bisa jadi juga menjadi pemikiran umat muslim. Simak ulasannya di tentang Islam kali ini.

Pemilihan umum dengan segenap prosedurnya merupakan sebuah mekanisme di alam demokrasi dalam rangka menjaga keberlangsungan pemerintahan. Suara masyarakat dibutuhkan untuk menentukan pemimpin yang akan memegang pemerintahan yang sah secara konstitusional.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Saat Pemilu berlangsung, masyarakat yang sudah terdaftar sebagai pemilih mendapat undangan untuk hadir di tempat pemungutan suara (TPS) untuk memberikan suara mereka. Namun bisa jadi pemilih merasa tidak ada calon yang cocok dan bersikap untuk tidak memilih.

Lalu bagaimana hukum golput ini dalam pandangan Islam?

Secara konstitusional, kehadiran masyarakat untuk mencoblos kertas suara di TPS merupakan hak masyarakat. Tidak ada hukum positif yang menyebutkan sanksi bagi mereka yang tidak hadir di TPS.

Dikutip dari NU Online pada Kamis (26/10/2023), secara jelas, Syekh M Ibrahim Al-Baijuri menyebutkan bahwa umat Islam berkewajiban untuk menjaga keberlangsungan kepemimpinan di tengah masyarakat. Kewajiban ini bersifat syari, bukan aqli.

Artinya, “(Berdasarkan perintah syariat, patut diketahui, bukan berdasarkan hukum logika), maksudnya, penegakan pemerintahan merupakan kewajiban sesuai perintah syariat bagi kalangan Ahlussunnah wal jamaah. Pahamilah hal demikian,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah).

Dengan demikian, kehadiran kita di TPS merupakan sebuah kewajiban menurut syariat dalam rangka menjaga tegaknya keberlangsungan pemerintahan yang sah. Dengan kata lain, sikap golput adalah sikap yang bertentangan dengan pandangan Islam terkait perintah tegaknya keberlangsungan pemerintahan yang sah.

Pendapat lain tentang hukum golput dalam Islam juga terdapat dalam tulisan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Di situ disebutkan pada 2009, dalam ijtima ulama di Padang Panjang Sumatra Barat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang haramnya golput tersebut.

Fatwa ini juga didukung oleh fatwa MUI yang ada di beberapa daerah bahwa nasabul imam atau mengangkat pemimpin adalah wajib, walaupun kadang-kadang tidak menggunakan istilah golput. Ini merupakan ijtihad politik dalam meminimalkan angka dan fenomena golput.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya