SOLOPOS.COM - Ilustrasi umat Islam. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO – Khutbah Jumat bertemakan hari Asyura 10 Muharram ini bisa menjadi referensi yang bisa dibawakan dalam salat Jumat pada hari ini Jumat, 28 Juli 2023. Hal ini dikarenakan pada hari ini bertepatan dengan 10 Muharram 1445 H yang merupakan hari asyura.

Asyura yang jatuh pada 10 Muharram merupakan salah satu hari yang dimuliakan dalam Islam. Nabi Muhammad SAW pernah menjadikan 10 Muharram untuk mengamalkan puasa sunah sebagai bentuk syukur kepada Allah atas aneka peristiwa penting bagi para nabi dan rasul terdahulu.

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

Di hari istimewa tersebut, umat muslim disarankan untuk memperbanyak amalan, termasuk beribadah, berpuasa, dan berdoa. Nabi bersabda, barangsiapa berpuasa di hari Asyura maka orang itu akan diberi pahala 10 ribu malaikat dan diberi pahala layaknya 10 ribu orang haji dan umroh. Selain itu, juga diberi pahala 10 ribu orang mati sahid.

Istimewanya hari Asyura 10 Muharram juga bisa menjadi materi khutbah Jumat contohnya ada di bawah ini, sebagaimana dikutip dari laman resmi Desa Tenggulang Baru, Musi Banyuasin, Sumatra Selatan.

Khutbah Jumat Asyura 10 Muharram

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dari atas mimbar, khatib memberikan wasiat kepada kita semua, terutama kepada diri pribadi khatib, agar senantiasa berupaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Caranya adalah dengan memenuhi semua kewajiban dengan penuh keyakinan dan kekuatan batin, serta menjauhi segala yang diharamkan dengan ketabahan dan kesabaran.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Hari ini, kita memasuki hari kesepuluh di bulan Muharram yang kita kenal sebagai hari Asyura. Pada kesempatan khutbah singkat ini, khatib akan menceritakan beberapa peristiwa penting yang terjadi pada hari ‘Asyura. Peristiwa masa lalu tidak hanya untuk dikenang, tetapi juga sebagai pelajaran bagi kehidupan kita saat ini dan di masa depan. Kita perlu mengambil ibrah dalam urusan dunia maupun akhirat, serta mengambil hikmahnya agar keimanan dan ketakwaan kita meningkat, serta mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang abadi.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

“Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati sekelompok orang Yahudi yang tengah berpuasa pada hari Asyura. Beliau dengan ramah bertanya kepada mereka, ‘Puasa hari apa ini?’ Dengan penuh semangat, mereka menjawab, ‘Hari ini adalah hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan Bani Isra’il dari tenggelam, sedangkan Fir’aun tenggelam. Ini juga merupakan hari ketika perahu Nabi Nuh berlabuh dengan selamat di bukit al-Judiy. Karena itulah, Nuh dan Musa berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Ta’ala.’ Mendengar jawaban mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dengan lembut, ‘Aku lebih berhak atas Musa dan lebih berhak untuk berpuasa pada hari ini.’ Dengan penuh kebijaksanaan, Nabi mengarahkan para sahabatnya untuk berpuasa pada hari yang bersejarah tersebut.” (HR Imam Ahmad).

Para saudara seiman yang dirahmati Allah,

Dalam hadits di atas, terangkum dua peristiwa penting yang terjadi pada hari Asyura. Pertama, berlabuhnya perahu Nabi Nuh dengan selamat di bukit Judiy, dan kedua, penyelamatan Nabi Musa dan Bani Isra’il dari kejaran Raja Fir’aun beserta pasukannya. Hal ini mengingatkan kita akan kebesaran Allah dan rahmat-Nya yang meliputi semua umat-Nya. Marilah kita mengambil pelajaran dari kisah-kisah mulia ini dan menyikapinya dengan penuh rasa syukur kepada Allah Ta’ala. Semoga kita senantiasa dapat meneladani keteladanan para Nabi dan mengikuti ajaran-Nya dengan tulus ikhlas.

Hadirin rahimakumullah,

Nabi Nuh ‘alaihissalam diutus oleh Allah untuk menyampaikan dakwah kepada kaum yang tidak beriman. Beliau menjadi nabi dan rasul pertama yang diutus oleh Allah untuk orang-orang yang tidak beriman. Sebelumnya, Nabi Adam, Nabi Syits, dan Nabi Idris ‘alaihimussalam diutus oleh Allah untuk kaum Muslimin, yang semuanya mengikuti agama Islam tanpa ada yang kafir.

Dengan sabar, Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah kepada mereka tanpa henti, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan. Beliau menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan. Berdakwah itu dilakukan dengan konsisten selama 950 tahun. Namun, sebagian besar kaumnya tetap tidak beriman dan enggan meninggalkan kesesatan dan kekufuran. Mereka bahkan memusuhi, menyakiti, melecehkan, dan bahkan memukul Nabi Nuh ‘alaihissalam secara berulang-ulang dengan pukulan yang keras, hingga beliau pingsan. Namun, semangat beliau dalam berdakwah tidak pernah pudar.

Meskipun mengalami siksaan berulang kali, Nabi Nuh ‘alaihissalam terus mengajak mereka agar beriman. Beliau tidak pernah menyerah dan tidak pernah merasa bosan. Hingga akhirnya, Allah mewahyukan kepadanya bahwa tidak akan ada yang beriman di antara kaumnya kecuali orang-orang yang telah beriman.

Kemudian Allah mengirimkan azab-Nya kepada mereka. Allah menimpakan banjir besar yang tidak menyisakan seorang pun dari orang-orang kafir. Namun, Allah menyelamatkan Nabi-Nya dan orang-orang beriman di antara kaum Nuh dengan perahu yang dibuat oleh Nabi Nuh atas perintah-Nya. Allah dengan penuh kasih sayang menjaga perahu tersebut hingga akhirnya selamat berlabuh di bukit Judiy.

Para saudara seiman yang dirahmati Allah,

Kisah Sayyidina Musa berbeda. Beliau hidup pada masa penguasa yang zalim dan yang menyatakan dirinya sebagai tuhan, yaitu Fir’aun. Allah memerintahkan Sayyidina Musa untuk menghadap Fir’aun dan mengajaknya masuk ke dalam Islam, mengakui keesaan Allah dan menjauhi penyembahan berhala. Nabi Musa menunjukkan mukjizat-mukjizat yang luar biasa untuk membuktikan bahwa beliau benar-benar utusan Allah ta’ala. Namun, Fir’aun tetap dalam kekafiran, menolak dengan angkuh, menyiksa, dan menindas kaum Nabi Musa yang beriman.

Akhirnya, Nabi Musa ‘alaihissalam dan pengikutnya, Bani Isra’il, meninggalkan Mesir dalam jumlah yang besar, sekitar 600 ribu orang. Fir’aun mengejar mereka dengan pasukan yang sangat besar, sekitar 1.600.000 orang, dengan niat untuk memusnahkan Musa dan pengikutnya. Namun, Allah menolong Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman:

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu,” maka terbelah-lah lautan itu dan tiap-tiap belahan seperti gunung yang besar.” (QS asy-Syu’ara’: 63)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Pada saat itu, laut terbelah menjadi 12 bagian yang besar seperti gunung. Di antara setiap dua bagian, tercipta jalan yang kering. Nabi Musa ‘alaihissalam dan pengikutnya masuk ke dalam lautan itu, sementara Fir’aun dan pasukannya mengejar mereka. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya.

Saat Fir’aun hampir tenggelam dan dalam keadaan sekarat, ia menyatakan taubat. Namun, pada saat seperti itu, taubat tidak lagi memberikan manfaat dan tidak akan diterima. Sebab, salah satu syarat taubat adalah dilakukan sebelum seseorang merasa putus asa dari hidup, seperti ketika Fir’aun akan tenggelam dan tidak ada kemungkinan selamat.



Saudara-saudaraku yang kami cintai,

Para nabi Allah telah memberikan contoh dan teladan dalam berdakwah kepada Allah serta ketabahan dalam menjalaninya. Di atas garis perjuangan mereka, para sahabat dan ulama berjalan. Mereka mengorbankan jiwa dan raga untuk membela agama Allah. Teladan Sayyidina al-Husain radliyallahu ‘anhu, yang syahid pada hari Asyura, selalu tertanam dalam ingatan kita. Ketika beliau melihat seseorang yang tidak pantas memimpin kaum Muslimin dan berusaha meraih kekuasaan tanpa bai’at dari tokoh-tokoh pemimpin yang berilmu dan bertakwa, beliau dengan tegas menentang dan menolak untuk diam.

Al-Husain teguh berpegang pada kebenaran dan konsisten dalam mengamalkannya. Beliau mendukung amar makruf nahi mungkar hingga akhir hayatnya, meskipun beliau adalah cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau gugur syahid secara zalim di tangan pasukan yang tidak beragama dan melanggar aturan-aturan agama.

Kami berharap agar Allah ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk mengambil pelajaran dari perjuangan dan sejarah hidup orang-orang shalih tersebut serta mengikuti manhaj mereka

Para jamaah yang kami cintai,

Terakhir, di antara hal-hal yang disunnahkan adalah puasa pada hari Asyura, seperti yang telah kami sebutkan di awal khutbah. Demikian pula, disunnahkan puasa pada hari Tasu’a, yaitu tanggal 9 Muharram.

Hikmah dari berpuasa pada tanggal 9 Muharram, selain tanggal 10 Muharram, seperti yang dijelaskan oleh beberapa ulama, adalah untuk berbeda dengan orang-orang Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10 saja. Jika seseorang tidak berpuasa pada tanggal 9 bersama dengan tanggal 10, maka disunnahkan berpuasa pada tanggal 11 Muharram bersama tanggal 10. Bahkan Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menegaskan kesunnahan berpuasa tiga hari sekaligus, yaitu tanggal 9, 10, dan 11 Muharram.

Para jamaah yang kami cintai. Demikianlah khutbah hari Asyura 10 Muharram singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya